Mahakarya Sang Pemenang

Satu Pertandingan yang Tersisa



Satu Pertandingan yang Tersisa

0"Fernando Gago! Fernando Gago!" raung komentator. "Sebuah gol di menit-menit terakhir pertandingan! Nottingham Forest tanpa diduga berhasil memimpin! Mereka membalikkan situasi melawan Arsenal! Ya Tuhan! Lihat saja mereka... Mereka semua jadi gila!"     

Para pemain Nottingham Forest memang benar-benar jadi gila di lapangan.      

Bahkan Twain juga tidak bisa mengendalikan kegembiraannya. Dia mulai bertingkah tidak pantas sebagai manajer di pinggir lapangan, dan perilakunya ini membuat sejumlah kamera di stadion jadi 'tertarik' ke arahnya.      

Dia bukan bertingkah tidak pantas untuk membuat marah para fans Arsenal. Dia hanya benar-benar gembira melihat gol itu. Dia sudah memberitahu para pemainnya selama jeda turun minum bahwa mereka harus memenangkan pertandingan ini kalau mereka masih ingin meneruskan perjuangan menjadi juara, dan mereka melakukannya.      

Bagaimana mungkin dia tidak merasa gembira karenanya?     

Saat kegembiraan dan euforia itu mereda, Twain melihat Eastwood bergumam pada dirinya sendiri di pinggir lapangan. Dia terlihat seolah baru saja menangis karena matanya tampak merah.      

Dia berjalan menghampiri dan menepuk bahu Eastwood. "Kenapa kau menangis?"     

"Aku tidak menangis... Boss," Eastwood berhenti bergumam setelah dia tahu Twain berdiri disampingnya.      

"Apa yang kau gumamkan?"     

Wajah pria Romani itu memerah, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.      

Reaksinya itu justru memicu rasa penasaran Twain. Dia mengguncang bahu Eastwood dan bertanya, "Ayolah, katakan padaku. Apa yang membuatmu malu?"     

Eastwood ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku, er, aku berusaha mengingat kata-kata yang kau ucapkan saat jeda turun minum, boss..."     

Twain terkejut mendengarnya. Sesaat kemudian, dia tertawa terbahak-bahak. "Apa yang harus diingat? Itu tidak ada gunanya bagimu..."     

Eastwood tergelak. Pipinya masih sedikit merah. "Kata-katamu seperti Alkitab, boss. Setiap kali aku mengulanginya, tubuhku rasanya jadi penuh semangat, boss."      

Giliran Twain yang merasa malu. Dia menggaruk rambutnya yang berantakan dan tidak tahu harus mengatakan apa.      

"... Bagaimana mungkin ada hal lain di dunia ini yang layak diperjuangkan kalau kita bahkan tidak mau berjuang untuk peluang seperti ini?"     

Eastwood tersenyum lebar ke arah Twain setelah mengulangi kata-kata itu. "Dikatakan dengan bagus, boss. Kita sudah berjuang keras dan mendapatkan kemenangan. Apa kita sudah memenuhi syarat untuk menjadi juara sekarang?"     

Twain menatap Eastwood yang masih tersenyum. Matanya masih merah.      

Dia jelas menangis barusan.      

Tiba-tiba saja Twain sadar bahwa jika Freddy masih belum pensiun, maka dia akan bisa menjadi pemain yang mencapai treble di dalam karirnya.      

Tapi sekarang, prestasi itu tidak ada artinya baginya...     

Twain tidak menjawab pertanyaan Eastwood. Sebagai gantinya, dia berkata, "Bukankah aku sudah mengatakan ini sebelumnya? Aku menyamakan Nottingham Forest dengan juara. Kelihatannya kau tidak mengingatnya dengan cukup baik, Freddy."     

Masih ada tiga menit sebelum pertandingan berakhir. Para pemain Arsenal hanya bisa bangkit dan melanjutkan pertandingan.      

Twain sudah meninggalkan kegembiraannya semula dan kini berteriak sekuat tenaga di pinggir lapangan. Dia ingin para pemainnya tetap fokus dan tidak memberikan peluang bagi Arsenal untuk menyamakan kedudukan di menit-menit terakhir pertandingan.      

Bagaimanapun juga, kalau Nottingham Forest bisa mencetak gol di menit-menit akhir pertandingan, maka siapa yang berani bilang bahwa Arsenal tidak mampu melakukan hal yang sama?     

"Tetap tenang! Kalian semua harus tenang!" Semua itu adalah kata-kata yang sering diteriakkan Twain selama tiga menit terakhir pertandingan. Dia khawatir para pemainnya merasa terlalu gembira dan emosi mereka akan mempengaruhi penampilan mereka di lapangan.      

Twain memang pantas merasa cemas, karena emosi para pemain memang hampir mempengaruhi penampilan para pemain. Tapi mereka beruntung karena mereka memiliki kapten yang bisa tetap tenang di segala situasi.      

George Wood terus mengingatkan rekan-rekan setimnya secara lisan dan melalui tindakannya tentang bagaimana mereka seharusnya bertindak di menit-menit terakhir pertandingan.      

Stadion Emirates kembali dipenuhi sorakan yang memekakkan telinga. Fans tim tuan rumah mendukung dan bersorak untuk tim mereka.      

Wenger mungkin berpikir tidak jadi masalah kalau mereka kalah di pertandingan ini karena mereka masih unggul dari Forest sebanyak tiga poin, tapi tidak ada satupun fans yang ingin melihat tim kesayangan mereka kalah dalam pertandingan.      

Wenger membuat tim Arsenalnya melakukan serangan mati-matian. Tak jadi masalah kalau mereka kembali kebobolan gol karena mereka masih kalah. Tapi, kalau mereka beruntung, mereka bisa mencetak gol melawan Forest dan menyamakan kedudukan.      

Arsenal mendapatkan tendangan sudut setelah menembak berulang kali ke arah gawang Forest. Ini adalah peluang terakhir Arsenal untuk mencetak gol dalam pertandingan. Bahkan kiper mereka, Almunia, juga ikut berlari ke kotak penalti Forest.      

Bola ditendang ke arah kotak penalti.      

Almunia berhasil menyundul bola!     

Sayangnya, tembakannya melebar. Bola itu terbang keluar garis batas lapangan.      

Tidak ada orang yang menjaga gawang Arsenal sekarang. Akinfeev tidak akan menyia-nyiakan peluang untuk melakukan serangan balik semacam ini. Dia berlari ke anak gawang yang berada di belakang gawang dan meminta bola. Dia berencana akan mencetak gol dan membuat skornya menjadi 3:1 dengan jalan menendang bola ke arah gawang yang kosong sebelum Almunia berhasil kembali kesana.      

Dia tidak berhasil mendapatkan keinginannya. Dia mendengar tiga tiupan peluit panjang saat dia menerima bola dari anak gawang.      

"Pertandingan sudah berakhir!"     

Para fans Forest di tribun bangkit berdiri dengan kedua tangan diangkat tinggi-tinggi dan mereka mulai bersorak sekuat tenaga.      

Tim mereka telah berhasil mendapatkan kemenangan dalam pertandingan yang sangat menantang. Kemenangan ini layak mendapatkan enam poin di hati mereka!     

"Nottingham Forest telah mengalahkan Arsenal dalam pertandingan tandang dan mereka mendapatkan tiga poin yang sangat berharga. Selisih poin antara Forest dan Arsenal kini hanya tiga poin, dan mereka juga berhasil naik ke peringkat kedua. Dalam putaran pertandingan ini, Liverpool bermain imbang melawan Manchester United dan turun ke peringkat ketiga. Tony Twain telah mengambil langkah menuju masa depan dimana Carl Spicer harus memakan meja."     

"Ini adalah pertandingan yang membuat penggemar sepakbola manapun merasa bersemangat. Gago mencetak dua gol dan gol keduanya sangatlah penting dalam menyelamatkan jantung Tony Twain. Dia adalah pahlawan terbesar Forest hari ini. Kalau Nottingham Forest berakhir menjadi juara Liga Premier, maka Gago layak mendapatkan banyak pujian atas keberhasilannya. Gol yang dicetaknya sangatlah penting!"     

Saat peluit wasit yang menandakan akhir pertandingan ditiup, Twain bangkit berdiri dan berjalan menghampiri Wenger dengan tangan terulur.      

"Aku dalam suasana hati yang bagus untuk minum sekarang,"     

Wenger memaksakan diri tersenyum dan menjabat tangan Twain.      

"Sayangnya, aku sedang tidak mood untuk itu, Tony,"     

Twain menepuk bahu Wenger. Itu adalah caranya untuk menghibur pria itu.      

"Masih ada satu pertandingan lagi untuk dimainkan diantara kita. Kalau kau menang, aku berharap dengan setulus hati agar kau bisa menjadi juara Liga Champions." Twain terdengar tulus dengan kata-katanya itu. Sulit untuk membedakan apakah ada sedikit sarkasme di dalamnya dan sulit untuk membayangkan bahwa kata-kata itu diucapkan oleh seorang pria yang tujuannya adalah menjadi juara Liga Champions.      

"Terima kasih."     

Wenger adalah manajer yang paling berpengaruh di Liga Premier setelah Ferguson pensiun. Dia telah mencapai banyak penghargaan selama karir kepelatihannya, tapi satu-satunya yang menghindarinya adalah piala Liga Champions.      

"Aku juga berharap kau akan menjadi juara kalau kau berhasil menang di pertandingan kita yang berikutnya."     

Keduanya saling mengucapkan selamat tinggal. Wenger berbalik dan melangkah ke dalam terowongan sementara Twain berbalik dan berjalan ke arah lapangan. Twain segera memasuki lapangan. Dia memeluk setiap pemain Forest dan berterima kasih pada mereka karena memberikan penampilan yang bagus di pertandingan ini.      

Saat dia menemukan Gago, dia memeluk erat pemain itu dengan seluruh kekuatannya. Para reporter di sekeliling mereka mulai mengambil gambar tanpa henti, tapi tidak satupun dari Gago mauppun Twain yang peduli dengan semua perhatian yang diberikan pada mereka.      

"Bagus sekali, Fernando!" Twain menepuk punggung Gago dengan kuat.      

Lima menit mungkin sudah belalu sejak terakhir kali dia mencetak gol kemenangan, tapi Gago masih penuh semangat. Bibirnya masih gemetar dan dia membalas pelukan Twain dengan kuat.      

Dia adalah karakter utama di stadion hari ini. Dia adalah pahlawan Nottingham Forest di pertandingan ini, dan dia bisa berakhir menjadi pahlawan Nottingham Forest musim ini.      

Dia sama sekali tidak menduga semua akan jadi seperti ini ketika dia pindah dari Real Madrid ke Nottingham Forest.      

Sekarang dia melihat dirinya sebagai anggota Nottingham Forest sepenuhnya. Dia tidak punya pikiran yang tersisa tentang situasinya di Real Madrid. Semua itu sudah menjadi masa lalu baginya.      

"Treble, boss! Itu yang kaukatakan! Kami semua berusaha yang terbaik..." Gago, yang jarang tampak begitu bersemangat, kesulitan dalam membentuk kalimatnya.      

"Itu benar. Seperti yang kubilang, kita pasti bisa mendapatkan Treble," Twain berbicara dengan lembut di telinga Gago.      

Gago tiba-tiba saja mulai tenang dan berhenti gemetar setelah mendengar kata-kata Twain.      

Twain mengacak rambut Gago dengan sayang sebelum melepaskannya dari pelukannya.      

"Nikmati malam istimewa ini, Fernando," Twain mengedip padanya     

Gago dikerubungi banyak reporter setelah Twain meninggalkannya.      

"Bisakah kau membicarakan tentang gol terakhirmu itu, Gago?"     

"Bagaimana perasaanmu setelah mencetak dua gol dalam pertandingan, dan salah satunya adalah gol yang membawakan kemenangan bagi timmu?"     

"Bisakah kau memberitahu kami apa yang kaubicarakan dengan manajer Twain barusan?"     

"Mari kita bicara tentang kemungkinan Forest menjadi juara Liga Premier. Kalian baru saja mengurangi selisih perolehan poin menjadi tiga poin..."     

"Hey, Gago..."     

Twain, yang sedang berjalan menuju ke terowongan, tiba-tiba berhenti berjalan di dekat pinggir lapangan. Lalu dia mendongakkan kepalanya untuk melihat ke arah barisan boks VIP di bagian atas stadion Emirates.      

Dia tahu Shania ada di dalam salah satu boks itu, meski dia tidak tahu di boks yang mana karena ada orang-orang di dalam setiap boks itu. Tadi, dia terlalu bersemangat dan dia yakin Shania pasti sangat mencemaskannya.      

Menonton pertandingan bola sangatlah menyenangkan bagi sebagian besar fans sepakbola yang datang ke stadion setiap minggu. Ini adalah salah satu cara bagi mereka untuk melampiaskan emosi mereka dan untuk ikut merasakan pasang surut yang ditimbulkan dari menonton pertandingan sepakbola secara langsung.      

Tapi, Shania adalah pengecualian. Menonton pertandingan sepakbola adalah salah satu siksaan baginya. Dia tidak peduli dengan penampilan menarik yang ditunjukkan oleh para pemain dan dia juga tidak peduli bagaimana kedua manajer saling bertarung satu sama lain dengan menggunakan taktik mereka. Dia jelas tidak peduli tentang apakah seorang pemain tertentu itu tampan atau tidak.      

Hal yang dipedulikannya adalah penampilan Tony di dalam pertandingan. Dia tidak ingin Twain memaksakan dirinya atau terlalu bersemangat, karena dia khawatir perilaku itu akan mempengaruhi kesehatan jantungnya.      

Dia tidak peduli seberapa menarik sepakbola sebagai sebuah olahraga, atau bagaimana olahraga ini dianggap sebagai olahraga nomer satu di dunia. Beberapa orang bahkan menyebutnya 'perang' di era yang damai ini, atau 'pertandingan antar pria' tapi tidak satupun dari semua itu yang penting baginya...      

Dia hanya menginginkan suami dan kekasihnya tetap sehat di akhir setiap pertandingan.      

Twain tidak berhasil melihat di boks mana Shania berada tapi dia melambaikan tangan ke arah semua boks itu, sebelum meletakkan satu tangan ke jantungnya.      

Dia yakin Shania akan bisa melihat aksinya ini, dan Shania juga pasti tahu apa artinya.      

Shania memang melihat aksi Twain. Dia tersenyum dan melambaikan tangan ke arah suaminya dari boks VIP sebagai balasannya.     

Sementara apakah Twain melihat lambaian tangan istrinya...      

Tidak perlu bertanya, bukan?     

Twain tidak hanya memuji penampilan Gago dalam konferensi paska pertandingan. Dia juga memuji penampilan seluruh tim.      

Para pemain memiliki pendapat yang sama sepertinya. Mereka semua membicarakan tentang bagaimana kemenangan itu hanya tercapai karena kerjasama tim yang solid selama wawancara yang mereka berikan di zona umum. Mereka juga menyinggung bagaimana kata-kata yang diucapkan Tony Twain pada mereka selama jeda turun minum telah menjadi sumber kekuatan mereka untuk melakukan semua ini.      

Komentar mereka itu memancing rasa ingin tahu para reporter. Tapi, baik Twain maupun para pemain tidak bersedia untuk mengungkapkan apa yang dia katakan di ruang ganti. Oleh karena itu, 'apa yang dikatakan Tony Twain selama jeda turun minum saat melawan Arsenal' kemungkinan besar akan menjadi rahasia lain yang tidak akan diketahui oleh siapapun untuk jangka waktu yang lama...      

Twain dan para pemain Nottingham Forest berada dalam suasana hati yang bagus selama konferensi pers. Sama halnya dengan ini, Wenger juga tampak tenang dan tidak terlihat marah.      

Sebaliknya, para pemain Arsenal kelihatannya masih belum bisa menerima hasil pertandingan.      

Fabregas masih terus menggelengkan kepala selama wawancara. Dia jelas merasa tidak puas dengan hasil ini.      

"Kalah tetap kalah. Tidak ada lagi yang bisa kukatakan tentang ini... Aku juga tidak tahu harus mengatakan apa. Setelah ini, kami akan fokus untuk Liga Champions. Kami masih punya peluang. Kendali masih di tangan kami. Kami masih memimpin dengan tiga poin..." Suaranya mulai memelan sebelum akhirnya dia berbalik dan pergi. Seolah-olah dia sendiri tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan olehnya.      

Wilshere tidak mendekati Wood untuk meminta bertukar jersey di akhir pertandingan. Dia tidak dalam suasana hati yang tepat untuk melakukannya. Akhirnya dia paham apa yang pasti dirasakan Wood dan alasan kenapa dia menolak bertukar jersey ketika timnya kalah.      

Kalau pemain lain mendatanginya dan meminta bertukar jersey sekarang, dia mungkin tidak akan menolaknya, tapi dia pasti masih merasa kesal saat bertukar jersey.      

Untung baginya, para pemain Nottingham Forest terlalu sibuk merayakan kemenangan mereka, sehingga tidak ada yang mendatanginya untuk bertukar jersey. Dia meninggalkan lapangan dengan cepat, tapi masih tertahan di zona umum. Para reporter ingin dia mengucapkan beberapa patah kata tentang pertandingan barusan karena dia terlihat kecewa.      

"Aku tidak tahu apakah kami masih bisa menjadi juara Liga Premier. Mereka (Nottingham Forest) tepat berada di belakang kami..." Dia sadar dia tidak pantas mengatakan ini setelah kalah dalam pertandingan, jadi dia segera menambahkan, "Tapi, kita tidak pernah bisa tahu apa yang akan terjadi dalam pertandingan hingga detik terakhir. Jadi, ini bukan akhir dunia hanya karena kami kalah dalam satu pertandingan..."     

Dia terburu-buru pergi setelah dia mengatakan hal itu.      

Cara bagaimana Wilshere dan Fabregas meninggalkan zona umum setelah memberikan wawancara kepada para reporter diikuti oleh semua pemain Arsenal.     

Tidak ada satupun pemain Arsenal yang ingin membicarakan tentang pertandingan setelah kalah di stadion kandang mereka sendiri. Yang mereka inginkan hanyalah pergi dari stadion, tidur sejenak, melupakan semua hal tentang pertandingan dan mulai mempersiapkan diri untuk pertandingan leg kedua perempat final Liga Champions.      

Para pemain Arsenal itu sadar bahwa cara terbaik untuk melupakan rasa sakit karena kalah dalam pertandingan bukan dengan menunggu berlalunya waktu, melainkan dengan sebuah kemenangan.      

Manajer mereka juga memiliki pendapat yang sama.      

Di akhir konferensi pers, Wenger berkata, "Bagiku, pertandingan hari ini sudah menjadi masa lalu. Aku tidak akan memikirkannya lagi. Apa yang penting adalah pertandingan Liga Champions tiga hari lagi. Kami akan bermain di stadion yang sama dan kami tidak akan kalah dari Nottingham Forest lagi."     

Ekspresinya tampak serius. Itu sangat kontras dengan wajah Twain yang penuh senyum.      

Keesokan harinya, beragam media melaporkan tentang bagaimana ada tekanan yang sangat besar di pundak Wenger, sementara segalanya tampak mudah bagi Twain dalam menghadapi pertandingan Liga Champions.      

Sayangnya, mereka semua salah...      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.