Mahakarya Sang Pemenang

Satu Dekade Tony



Satu Dekade Tony

0Pada tanggal 12 Desember 2003, Tony Twain, salah satu manajer terhebat di sepanjang sejarah Nottingham Forest, kembali ke posisinya setelah enam bulan absen dan muncul di area teknis tim kandang di stadion City Ground. Setelah dia kembali, tidak ada lagi pembicaraan tentang pendahulunya yang tidak beruntung, Collymore. Seolah-olah posisi di stadion City Ground itu memang dibuat khusus untuk Twain.      

Itu adalah sebuah pertandingan Liga Satu biasa. Saat itu masih belum ada EFL Championship, jadi Liga Satu adalah liga tingkat kedua. Setelah kalah dalam enam pertandingan beruntun, Nottingham Forest bertemu dengan Crystal Palace, sebuah tim yang berada di peringkat dibawah mereka, tapi bertekad kuat untuk mengalahkan mereka di kandang. Mulanya Nottingham Forest tertinggal tapi kemudian berhasil membalikkan situasi dan mengakhiri kekalahan beruntun yang memalukan itu.      

Dia tidak meninggalkan posisinya sejak saat itu. Tony Twain telah menjadi manajer Nottingham Forest, dan tim itu telah dicap dengan tandanya yang arogan dan liar. Bahkan setelah periode enam bulan yang dihabiskannya untuk memulihkan jantungnya, timnya masih tidak kehilangan pengaruhnya. Dia memimpin tim Forest-nya untuk menyapu seluruh Eropa dan memenangkan dua gelar Liga Champions UEFA dan dua gelar Liga Premier.      

Sampai saat ini, Nottingham Forest, salah satu dari sedikit klub sepakbola profesional tertua di dunia, memiliki dua periode keemasan dalam sejarahnya. Periode keemasan pertama adalah ketika Brian Clough datang ke Nottingham Forest. Dibawah kepemimpinan salah satu manajer yang paling individualis di dunia sepakbola Inggris, Nottingham Forest yang tadinya tak dikenal melejit ke langit dan memenangkan satu gelar liga papan atas Inggris, dua Piala Liga Champions, satu piala Super Eropa, dan menciptakan rekor empat puluh dua kali tak terkalahkan dalam turnamen papan atas Inggris. Rekor itu telah dipecahkan oleh Arsenal-nya Arsene Wenger dengan rekor baru empat puluh sembilan kali tak terkalahkan dua puluh enam tahun setelahnya.      

Periode keemasan kedua tak diragukan lagi dimulai pada tanggal 12 Desember 2003. Tony Twain, yang tadinya bukan siapa-siapa, memimpin tim Forest dan memunculkan badai merah di stadion City Ground. Mereka memenangkan dua gelar juara Liga Premier, dua piala Liga Champions UEFA, dua piala Super Cup UEFA, satu Piala Dunia Klub FIFA, dua gelar juara Community Shield FA, dan satu EFL Cup. Tapi dalam hal jumlah gelar juara, dia sudah melampaui pendahulunya, Brian Clough. Clough sudah meninggal dunia ketika Tony Twain masih berusia empat puluh lima tahun. Usianya dianggap muda untuk seorang manajer dan jalannya masih panjang. Orang-orang percaya bahwa dibawah kepemimpinannya, tim Forest akan terus berprestasi dan menciptakan satu dinasti Forest yang paling cemerlang, yang akan segera terjadi.      

Sepuluh tahun telah berlalu sejak saat itu.      

Sebagai satu-satunya manajer yang bisa menyamai Brian Clough di sepanjang sejarah klub, ulang tahun kesepuluhnya sebagai manajer layak untuk mendapatkan perayaan besar. Klub sudah memutuskan akan memberikan penghargaan untuk memperingati ini, tapi sayangnya, pada tanggal 12 Desember, pertandingan tim Forest tidak diadakan di stadion kandang, sehingga piala itu tidak bisa diberikan di hadapan puluhan ribu penonton sebelum pertandingan dimulai. Tanggal 12 Desember 2013, putaran ketujuh belas di turnamen Liga Premier Inggris, Nottingham Forest akan menantang Liverpool dalam pertandingan tandang.      

Ini dihitung satu dekade setelah Twain resmi melatih Tim Pertama. Meski dia menjadi manajer sementara tim Forest sejak 1 Januari 2003, dia hanyalah 'manajer sementara' dan diberhentikan oleh Edward Doughty di tengah kontraknya. Itu tidak bisa dihitung sebagai karir resminya sebagai pelatih. Bahkan Twain juga enggan menghitung setengah musim kegagalannya saat itu ke dalam dekade-nya, meski separuh musim itu sangat penting di dalam hidupnya dan membuatnya memiliki banyak sekali memori yang berharga.      

Media lokal, seperti misalnya Nottingham Evening Post, telah mempublikasikan sebuah terbitan khusus untuk mengenang sepuluh tahun terakhir Tony Twain. Bagi orang-orang di Nottingham, sepuluh tahun belakangan ini memiliki banyak hal yang layak dikenang. Ini seperti mereka memiliki mimpi yang indah dan panjang. Kalau seseorang mengatakan pada mereka sepuluh tahun yang lalu, "Tim kalian akan kembali ke puncak," mereka akan mengira pria itu sedang mengejek mereka, tapi sekarang semua kehormatan itu ditempatkan dalam ruang piala klub, yang memberitahu mereka semua bahwa ini bukan mimpi – ini kenyataan.      

Semua ini berkat pria berusia empat puluh lima tahun itu. Sebagai seorang manajer, dia masih berusia empat puluh lima tahun dan sangat muda, tapi kehormatan yang diraihnya telah membuat banyak manajer yang lebih tua darinya merasa iri. Tapi sebagai pria, empat puluh lima tahun sudah dianggap paruh baya. Keinginan terbesar semua fans Forest adalah dia bisa terus menjadi manajer, semakin lama semakin bagus.      

Salah satu penerbit buku mendatangi Twain dengan harapan bisa menerbitkan autobiografinya di periode ini. Tulisan Twain memang cukup bagus. Dia sering menulis di dalam kolomnya di surat kabar, tapi terlalu menghabiskan banyak waktu baginya untuk menulis sebuah buku. Menjadi manajer sebuah klub Liga Premier sudah membuatnya sangat sibuk. Bagaimana mungkin dia masih punya waktu untuk menulis buku? Jadi dia menyerahkan urusan ini pada Pierce Brosnan, reporter yang paling mengenalnya, menyatakan bahwa dia akan mendikte dan Brosnan akan menuliskannya. Sebenarnya, dia tidak perlu melakukan banyak hal. Brosnan menggunakan semua materi yang dikumpulkan dan direkam olehnya selama sepuluh tahun terakhir untuk menyusun buku itu. Satu-satunya ciptaan Twain adalah judul buku itu: Sepuluh Tahun.      

Yah, jujur saja, bahkan judul buku itu juga bukan ciptaannya sendiri. Saat penerbit itu memintanya untuk memikirkan tentang judul bukunya, judul sebuah lagu yang dinyanyikan Eason Chan tiba-tiba muncul di benaknya. Dia mengira ini semacam takdir, jadi dia menggunakannya.      

Pada mulanya, si penerbit menganggap judul itu kurang wah dan terlalu biasa. Judul itu sama sekali tidak cocok dengan identitas Tony Twain sebagai 'pria gila – madman'. Dia ingin Twain mengubahnya menjadi judul yang lain, seperti misalnya "Kaisar Forest". "Lionheart", "Godfather Para Juara" atau "Kami adalah Juara", jenis judul yang lugas dan umum serta mudah dipahami, tapi Twain menolaknya.      

"Karena aku adalah seorang pria gila – madman, maka pria gila seperti apa aku ini kalau aku bahkan tidak bisa bersikeras tentang judul sebuah buku?" Pertanyaannya itu membuat si penerbit tak bisa berkata-kata lagi. Dia memang benar-benar egois...      

"Tony, aku sudah memikirkan tentang ini. Bagaimana kalau kami memberimu penghargaan selama konferensi pers di Nottingham sehari sebelum pertandingan itu?" Tiga hari sebelum pertandingan, ketua klub Edward Doughty, mendatangi Twain.      

"Kenapa?" Twain tampak terkejut, karena rencana awalnya adalah memberikannya setelah pertandingan usai.      

"Yah, aku khawatir kalau kau kalah di pertandingan itu, kau pasti merasa kesal dan tidak ingin menerima penghargaan itu di depan media..."     

Twain tertawa.      

"Jangan tertawa, Tony. Kita harus mempersiapkan diri untuk dua kemungkinan itu, kan?"     

Twain masih terus tertawa. "Ha! Kalau kau memberiku penghargaan kristal itu sebelum pertandingan, bagaimana mungkin itu bisa dikatakan untuk dua kemungkinan? Sebelum menonton pertandingan penting, media selalu punya rencana A dan rencana B, tapi mereka tidak menyatakan kekalahan sebuah tim sebelum pertandingan itu berakhir. Jangan khawatir." Twain menepuk bahu Edward dan berkata, "Situasi yang kau khawatirkan tidak akan terjadi karena kita tidak akan kalah. Aku tidak ingin kalah dalam pertandingan dan kemudian menerima penghargaan itu."     

"Akan sulit untuk menang di kandang Liverpool..."     

"Bukan berarti kita belum pernah mengalahkan mereka di Anfield. Jangan bilang padaku bahwa karena hari ini adalah hari peringatan kepelatihanku yang kesepuluh maka mereka tiba-tiba menjadi sebuah benteng paling sulit ditembus di seluruh dunia?"     

"Tapi dengan penampilan tim baru-baru ini... ditambah lagi kondisi George Wood..."     

Twain menggelengkan kepalanya dan menyela keraguannya untuk berkata, "Tidak ada masalah. Tidak ada masalah dengannya dan dengan tim." Twain mendorong mundur keraguan Edward dan melanjutkan, "Percayalah padaku, Edward. Ini adalah hari peringatan kepelatihanku yang kesepuluh. Bagaimana mungkin aku bisa membiarkan seseorang mengacaukannya? Aku punya minuman untuk teman yang berkunjung dan peluru untuk musuh yang mendekat."     

"Anfield adalah stadion kandang yang paling buruk di seluruh planet!" Christopher Beesley, seorang koresponden senior untuk Liverpool Echo, memprediksikan dalam kolomnya untuk pertandingan yang akan diadakan disana dua hari lagi. "Hubungan kita dengan Nottingham Forest tidak terlalu bagus, dan tidak ada alasan bagi kita untuk membiarkan Tony Twain merayakan hari peringatan kepelatihannya yang kesepuluh di Anfield."     

Pria ini pernah menuliskan sepuluh harapan teratas untuk musim 2009-2010 di dalam kolom tulisannya, salah satunya adalah "Berharap Tony Twain mengalami serangan jantung sehingga membuatnya mengucapkan selamat tinggal pada posisinya sebagai manajer Nottingham Forest." Selain itu, dia juga ingin Abramovich menjadi bangkrut dan Chelsea tidak punya pilihan lain kecuali menjual Lampard ke Barca dan Terry ke Liverpool. Dengan begini, "Liga Premier akan bisa memulai persaingan yang adil dan masuk akal."     

Tampak jelas bahwa dia adalah seorang Kopite dan tidak menyukai Chelsea maupun Tony Twain. Sebenarnya, bahkan tanpa menuangkan bahan bakar ke dalam api di kolom tulisannya, hanya sedikit fans Liverpool yang memiliki kesan baik tentang Nottingham Forest dan Tony Twain.      

Liverpool, yang hanya bisa berpartisipasi dalam Liga Eropa UEFA selama beberapa tahun berturut-turut, telah menjadi bahan tertawaan diantara tim-tim kuat Eropa. Ini semua karena Nottingham Forest-nya Tony Twain. Mundur sedikit kebelakang, pertanyaannya adalah: bagaimana mungkin Liverpool, tim papan atas yang dulu mendominasi Eropa, bisa dikalahkan oleh lawan yang sama dalam satu tahun dan tersingkir dari tiga kejuaraan: Piala Liga, EFL Cup dan Piala Eropa? Jawabannya adalah: Brian Clough dan tim Nottingham Forest-nya.      

Sedikit tambahan, keduanya adalah 'kubu merah' di kancah sepakbola Inggris, tapi setiap pertandingan mereka tampak seperti derby. Liverpool ingin membuktikan bahwa mereka tidak lebih lemah dari Nottingham Forest dengan kemenangan di liga dan bagaimana mereka bisa bermain di Liga Champions. Nottingham Forest, disisi lain, selalu menganut prinsip mata untuk mata dan gigi untuk gigi. Karena kau membuatku kesal, aku tidak perlu bersikap sopan padamu.      

Selain itu, perdebatan tentang apakah Gerrard atau George Wood adalah gelandang terbaik di Inggris saat ini tidak pernah berhenti diantara pendukung kedua tim. Dulu, fans Chelsea juga bergabung dalam perdebatan ini untuk mendukung Lampard. Sejalan dengan usia Lampard yang semakin tua dan kehilangan tempatnya di tim nasional, para fans Chelsea diam-diam meninggalkan arena perdebatan.      

Para pendukung Liverpool melihat Gerrard sebagai sosok yang lebih komprehensif, rapi, dan tak bercacat. Tak diragukan lagi, dia adalah pemain inti di tim Inggris dan Liverpool, yang jelas membuatnya sebagai pemain terbaik di Inggris. Meski George Wood sedikit lebih baik daripada Gerrard dalam hal bertahan, kemampuan serangannya jauh dibawahnya. Kemampuannya dalam mencetak gol sangatlah kontras seperti siang dan malam jika dibandingkan dengan Gerrard. Dia tidak bisa dikatakan sebanding dengan Gerrard. Di tim nasional Inggris, George Wood terlihat seperti pemain yang diturunkan untuk membantu Gerrard.      

Para pendukung Nottingham Forest menganggap pertahanan lini tengah Wood tidak ada bandingannya di dunia. Kemampuannya dalam menyerang telah berkembang pesat. Dia lebih muda dan masih bisa berkembang. Sebaliknya, Gerrard sudah distereotipkan. Selain itu, Liverpool selalu berada di bawah Nottingham Forest dalam klasemen liga. Hasil tim Liverpool tidak ideal dan prestasi Gerrard sudah stagnan. Sebaliknya, Nottingham Forest, yang dipimpin Tony Twain, berulang kali mendapatkan gelar juara. George Wood terus memperbarui daftar kehormatan yang diraihnya. Dia pasti akan mencapai lebih banyak kehormatan dan prestasi di masa depan. Dia bisa mencapai ketinggian yang belum pernah dicapai Gerrard.      

Para fans, pengamat, dan reporter membela tim mereka masing-masing dan secara teratur terlibat dalam perdebatan semacam ini, tapi kontroversi ini tidak mempengaruhi hubungan antara Gerrard dan Wood. Tim nasional tidak merasakan dampak negatif dari jenis perdebatan semacam ini. Duo dinamis Wood dengan Gerrard jelas lebih baik daripada partnership-nya dengan Lampard. Wood adalah gelandang yang bisa berpasangan dengan siapa saja. Dia bisa menyerang dan bertahan, menjadi playmaker dan assist, yang menjadi alasan mengapa Capello sangat menyukai Wood. Jadi, saat dia dan Gerrard diturunkan di waktu yang bersamaan, dia harus mendukung Gerrard. Tapi, di tim nasional, posisi siapapun bisa dirotasi, hanya posisi Wood yang tidak bisa. Gerrard kadang harus melepaskan posisinya untuk pemain lain yang berpasangan dengan Wood, tapi tidak pernah ada kehebohan media tentang "siapa yang akan berpasangan dengan Gerrard."     

Wood bukanlah pria yang suka bersaing untuk reputasi tidak jelas "siapa juaranya di kancah sepakbola Inggris" dan Gerrard jelas tidak perlu bersaing untuk mendapatkan tempat teratas. Sejak lama, statusnya sudah pasti. Argumen semacam ini hanyalah alasan untuk dimanfaatkan oleh para penggemar dan media untuk berspekulasi tentang pertandingan antara kedua tim.      

"Nottingham Forest sedang dalam kondisi buruk belakangan ini. Kapten tim dan pemain inti mereka, George Wood, kelihatannya sedang mengalami masalah. Aku tidak akan menyembunyikan fakta bahwa aku merasa senang melihat ini terjadi. Aku hanya ingin lawanku memiliki masalah mereka sendiri." Beesley masih terus menuliskan ini di dalam kolomnya, "Jadwal pertandingan ini sangat buruk bagi Tony Twain. Peringatan kepelatihan yang kesepuluhnya akan dimainkan di stadion Setan. Kalau dia berada di stadion City Ground, dia mungkin masih bisa menerima penghargaan dari klub sebelum pertandingan. Itu pasti momen yang penuh kejayaan, tapi sekarang manajer Twain hanya bisa membayangkan itu terjadi di benaknya."     

"Untuk bisa mengganggu hari peringatan pria arogan ini, inilah yang kunantikan di pertandingan ini. Aku tidak menyembunyikan ketidaksukaanku pada Nottingham Forest dan kecintaanku untuk Liverpool. Setiap Kopite yang tahu tentang sejarah Liverpool di akhir 1970an dan awal 1980an pasti setuju denganku. Kita akan menyamakan skor dengan musuh baru dan kebencian lama pada malam 12 Desember di Anfield!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.