Mahakarya Sang Pemenang

Inilah Takdir



Inilah Takdir

0Mourinho tidak mau pertandingan berakhir imbang. Ketika masih ada 15 menit tersisa sebelum memasuki perpanjangan waktu, dia memasukkan pemain penyerang dan terus memperkuat serangan, berharap dia bisa menjebol gawang Forest dan mengakhiri rekor yang mempermalukannya sebelum pertandingan terakhir Twain ini usai.      

Ditengah teriakannya, para pemain Manchester United juga sadar bahwa mereka harus memenangkan pertandingan – dan kalau tim Forest melakukan serangan mendadak di menit-menit terakhir, maka seluruh jerih payah mereka sepanjang musim akan sia-sia.      

Kabar berita dari stadion lain adalah Arsenal sudah unggul 2:0 atas lawan mereka. Kalau tidak ada halangan, Arsenal pasti akan memenangkan pertandingan itu.      

Melihat Manchester United meningkatkan serangannya, Twain bangkit berdiri dari kursinya. Dia pergi ke pinggir lapangan untuk bersuit dan memberikan isyarat tangan. Setelah ini, Nottingham Forest memperkuat lini pertahanan mereka dan mengunci pertahanan mereka.      

Itu adalah taktik serangan balik defensif.      

Semakin keras serangan Manchester United, semakin besar pula peluang yang akan dimiliki tim Forest. Twain melatih timnya agar selalu sabar saat menghadapi lawan yang lebih mendominasi. Menurut aturannya, tidak ada yang lebih penting daripada kesabaran.      

Karenanya, meski Manchester United meningkatkan serangan mereka, pertahanan tim Forest tidak menunjukkan tanda-tanda kepanikan, seolah-olah mereka sudah menantikan langkah lawan kali ini.      

Pada saat itu, Manchester United mendapatkan tidak kurang dari lima peluang yang bagus untuk menembak tapi mereka tidak berhasil menimbulkan ancaman bagi gawang tim Forest karena adanya upaya bersama tim Forest dalam bertahan. Lini pertahanan belakang yang dipimpin oleh George Wood memotong di depan pemain Manchester United, membuat mereka putus asa.      

Meski Manchester United mendominasi pertandingan, para pendukung tim Forest tidak khawatir tim mereka akan kebobolan gol. Tapi, beberapa orang merasakan bahwa peluang terjadinya hasil imbang antara kedua tim sangatlah tinggi...      

Tapi, John Motson tidak melihatnya seperti ini.      

"Aku kenal Tony. Aku sudah mengomentari pertandingan Forest selama lebih dari satu dekade. Adegan di hadapan kita ini benar-benar membuat orang-orang memikirkan tentang..."     

Apa yang dipikirkan orang-orang saat mereka melihat tim Forest dibawah kepungan ketat Manchester United?     

"Nottingham Forest itu seperti pegas. Semakin besar kekuatan eksternal yang mereka terima, semakin padat pula kompresinya dan lawan harus waspada dengan pantulannya..."     

Mourinho juga mengetahuinya. Dia dan Twain telah menjadi rival selama lebih dari satu dekade. Jadi, bagaimana mungkin dia tidak bisa membaca tanda-tandanya?     

Dia mengangkat pergelangan tangannya untuk melihat arlojinya. Lima menit lagi mereka akan memasuki perpanjangan waktu dan skornya masih 0:0. Sekarang dia harus memutuskan.      

Haruskah dia terus menyerang dan berusaha mencetak gol sebelum pertandingan berakhir untuk memenangkan dan menentang takdirnya? Atau, haruskah dia berhenti disini, menstabilkan pertahanan, mempertahankan hasil imbang dan memenangkan turnamen liga?     

Mourinho tidak perlu memikirkannya lama-lama. Sebagai manajer Manchester United, dia segera membuat pilihan yang tepat. Kepentingan tim jauh lebih penting daripada kepentingan pribadi. Apa yang lebih penting daripada mendapatkan gelar juara liga?     

Pada titik ini, Mourinho berjalan ke tepi lapangan dan bersiap untuk menyampaikan instruksi terakhirnya.      

Selangkah lebih dulu, Twain sudah pergi ke pinggir lapangan dan berteriak ke arah lapangan, "Geo-rge!"     

Wood bisa mendengar teriakan Twain di tengah suasana yang bising. Meski pria itu sudah berusia 50 tahun, suara serak boss memiliki frekuensi khusus dan selalu bisa menembus suasana hiruk pikuk untuk menyampaikan pesannya ke telinga Wood.      

Melihat Wood menolehkan kepalanya ke pinggir lapangan, Twain tidak membuang-buang nafasnya melainkan hanya memberikan lambaian tangan sambil berkata, "Serang, guys!!"     

Melihat isyarat tangannya, Wood masih belum bereaksi, sementara Bale sudah terlampau bersemangat. Di babak kedua, sisi sayapnya lebih dekat dengan area teknis, jadi dia bisa mendengar jelas kata-kata Twain. Dia langsung meniru isyarat tangan boss dan mengayunkan tangan ke depan sambil berteriak, "Serang, guys!"     

Pada saat ini, tim Manchester United juga menyerang.     

Pemandangan dimana Wood dan Chen Jian bergerak hampir bersamaan ke arah Adrien adalah pemandangan yang langka. Sebelum ini, selalu ada satu pemain dari lini pertahanan Forest yang bergegas mencegat bola sementara pemain lain menjaga di belakangnya, menunggu peluang untuk memanfaatkan celah yang terbentuk.      

Adrien terkejut melihat aksi mendadak tim Forest. Setelah dia mengoper bolanya ke sisi kiri untuk menghindari kaki kanan Chen Jian, dia membentur Wood. Karena panik, dia kehilangan bola di bawah kakinya.      

Ketika Wood melihat Adrien akan berbenturan dengannya, dia bergerak kesamping untuk menghindari dampak benturan dan langsung berbalik untuk memisahkan Adrien dari bolanya. Dengan begini, dia berhasil merebut bola.      

Wood, yang berhasil merebut bola, mengopernya ke Chen Jian yang ada di belakangnya dengan sentakan tumitnya. Bola itu melewati bagian bawah kaki Adrien. Adrien hanya bisa melihat bola itu menggelinding dan tidak bisa melakukan apa-apa.      

Setelah Chen Jian mendapatkan bolanya, dia tidak menggiringnya sendiri melainkan langsung mengirimkan umpan panjang ke depan untuk memberikannya pada Mitchell. Kali ini, Manchester United baru saja menyelesaikan serangan dan instruksi terakhir Mourinho masih belum mereka terima. Para pemain tidak tahu apakah mereka harus bergerak mundur. Sebagai akibatnya, para pemain Manchester United bereaksi sedikit lambat dalam bergerak mundur untuk bertahan.      

Setelah Mitchell menghentikan bola, dia berbalik dan mulai menggiring bolanya ke depan. Langkah kakinya lebar dan olah kakinya luar biasa. Dengan tinggi tubuh lebih dari dua meter, dia masih bisa mengendalikan bola dengan mudah. Setelah dia mengambil langkah-langkah lebar, bek Manchester United, Evans, hampir tidak bisa mengimbanginya.      

Melihat ini, Mourinho berubah pikiran di menit terakhir. Bukannya berteriak "perkuat pertahanan" dari pinggir lapangan, dia justru berteriak "lakukan pelanggaran!"     

Sebelum mereka bisa memasuki kotak penalti, langkah paling bijak adalah melakukan pelanggaran sesegera mungkin untuk menghentikan serangan tim Forest. Tidak jadi masalah kalau mereka mendapatkan kartu merah. Bagaimanapun juga, hanya tersisa beberapa menit lagi sebelum pertandingan berakhir. Mereka hanya perlu menggertakkan gigi mereka dan bertahan.      

Evans mendengar teriakan Mourinho dari pinggir lapangan. Dia menjulurkan tangan untuk memegang Mitchell dan berusaha menyekop bola di kakinya. Dia berhasil mengganggu terobosan Mitchell tapi tidak berhasil mempertahankan bola di bawah kakinya. Dia membiarkan bola bergulir ke arah yang berlawanan.      

Balotelli, yang berlari maju dari belakang, berhasil menerima bola yang disekop Evans. Bek Manchester United yang lain, Cathcart, tidak menduga bola yang disekop Evans akan berakhir di kaki Balotelli. Sebelum ini dia sudah siap untuk mencegat Mitchell di depannya tapi sekarang dia harus mengubah arah dan menerkam ke arah pria Italia itu.      

Ketika Balotelli melihat Cathcart masih belum mencapai dirinya, dia menggiring bolanya beberapa langkah ke depan. Lalu dia berlari ke dekat lengkung atas kotak penalti dan tiba-tiba saja mengangkat kakinya untuk melakukan tembakan panjang!     

Kiper Manchester United, Ruffier, sudah mengantisipasi Balotelli akan melakukan aksi semacam ini. Dia melompat tinggi dan meninju bolanya keluar dengan kedua tangannya.      

Para fans Nottingham Forest di tribun mendesah panjang. Sayang sekali serangan itu tidak berbuah gol.      

Banyak orang memegangi kepala mereka, meratapinya.      

Tapi, detik berikutnya, tangan-tangan yang memegangi kepala mereka kembali terarah ke langit.      

Apa yang mereka lihat?      

Di hadapan semua orang, pemain Nottingham Forest nomer 13, memakai ban kapten berwarna kuning, muncul di titik jatuhnya bola seperti seorang prajurit langit dan mengangkat kaki kanannya untuk menyambut bola.      

"George WOOOOOOOOOOOOO –"     

Motson bangkit dari kursinya. Dia meninggikan suaranya dan berteriak dalam cara yang sedemikian rupa sampai-sampai tidak terdengar seperti gaya seorang komentator Inggris.      

Dia tidak bisa memprediksikan apa yang akan terjadi. Tapi, ketika dia melihat Wood mengambil sikap mengangkat kakinya untuk menyambut bola, tiba-tiba saja dia merasa penuh semangat dan tidak bisa menahan diri melakukan itu.      

Dia hanya ingin meraung.     

Setelah bola mulai bergerak turun, Wood tidak mencoba menyesuaikan bolanya lebih dulu melainkan langsung melakukan tembakan voli!     

Ruffier baru saja mendarat di tanah. Dia berjuang keras untuk segera bangkit agar bisa kembali menerkam bola.     

Bola itu melewati bek kiri, Fabio, yang sudah terlanjur maju untuk bertahan. Angin kencang bertiup melewati telinga pria Brasil itu dan membuat mulutnya terkatup rapat.      

Ruffier menggunakan segala cara untuk bangkit dan menerkam bola tapi momentumnya kurang kuat. Ketinggian lompatannya sangat terbatas. Bola itu terbang melewatinya dan tak ada lagi kejutan kali ini...      

"GOOOOOOOOOOOOOOOOOOL!!!"     

Bola itu membentur jaring dengan kuat, membuatnya bergoyang. Fans Forest yang tak terhitung banyaknya ikut bangkit berdiri di tribun dan mengayunkan lengan mereka penuh kemenangan.      

Lengan-lengan itu berayun seolah angin telah bertiup melalui Hutan Sherwood, menciptakan suara yang sangat bising.      

"Buum –!"     

"George Wood! George Wood mencetak gol di menit ke-88! Nottingham Forest memimpin dengan 1:0! Memimpin dengan 1:0! Gelar liga impian Manchester United berada dalam bahaya.... Tidak, impian itu sudah hancur!"     

"Itu adalah serangan yang kuat! George Wood mencetak golnya yang ke-11 musim ini!"     

"Ah-ha! Ini pemandangan yang luar biasa. Mourinho kembali kalah dari Tony Twain. Apa ini takdir? Apa masih ada orang yang mau menyangkalnya?"     

Para komentator memberikan pendapat mereka tentang gol yang barusan terjadi.      

Setelah menyorot Wood dari jarak dekat selama lebih dari sepuluh detik, kamera televisi menyorot ke pinggir lapangan dan terfokus pada ekspresi kedua manajer.      

Mourinho melemparkan buku catatan di tangannya dengan marah. Dia akan selalu menulis entah apa di dalamnya kapanpun dia mengarahkan pertandingan. Buku catatannya itu tidak lagi berguna sekarang dan dia melemparkannya ke pinggir lapangan karena kesal.      

Tidak jauh dari sana, Tony Twain mengangkat kedua lengannya tinggi-tinggi dan berlari keluar dari area teknis untuk memeluk orang-orang di sekelilingnya. Orang-orang bisa melihat bahwa dia tampak sangat gembira. Tidak ada yang lebih sempurna daripada kemenangan untuk mengakhiri karir kepelatihannya.      

"Selamat untuk Tony Twain dan selamat atas kemenangan di pertandingan terakhirnya." Di mata para komentator, kubu Mourinho sudah kalah. Kalau Mourinho mendengar kata-kata para komentator itu, mungkin dia takkan puas dengan hanya melemparkan buku catatannya. Dia pasti akan merasa terhina – pertandingan masih belum berakhir dan sekelompok bajingan itu sudah mengumumkan kekalahannya. Bagaimana mungkin dia tidak marah?     

Tapi, tak peduli seberapa marahnya dirinya saat ini, dia hanya bisa menahan diri mendengar suara sorakan dan perayaan lawannya. Karenanya, wajahnya tampak pucat menahan amarah.      

Di sisi yang lain, orang-orang Nottingham Forest merayakan gol ini dengan liar.      

George Wood berhasil melepaskan diri dari pelukan rekan-rekan setimnya. Dia kembali berlari di lapangan dan terus melambaikan tangannya, memberi isyarat pada orang-orang di depannya agar cepat minggir.      

Lalu dia menabrakkan diri ke pelukan Twain.      

Dia berlari begitu cepat sehingga ketika dia menabrak Twain, pria tua itu meringis kesakitan.      

"George, kau ini benar-benar..."     

Dia merasakan kekuatan di balik lengan Wood yang memeluknya, mencengkeramnya begitu erat sampai dia tak bisa bicara lagi.      

Tapi, dia tidak memberitahu Wood untuk melepaskannya. Dia hanya meringis dan menahannya. Bagi orang lain, dia terlihat seperti sedang tertawa.      

Twain tidak tahu berapa lama Wood memeluknya. Ketika akhirnya dia melepaskannya, Twain menghembuskan nafas lega.      

Tapi, dia tidak mengeluh. Dia hanya menepuk punggung Wood.      

Aksi Wood ini menginspirasi para pemain lain. Setelah Wood dan Twain selesai berpelukan, orang kedua yang bergegas memeluk boss adalah Gareth Bale, diikuti Joe Mattock, Aaron Mitchell, Mario Balotelli... Bahkan ada antrian untuk itu. Sepertinya semua orang ingin bergerak maju dan memeluk Twain. Kalau ini terus dibiarkan, pada saat Manchester United bisa melakukan kick off, pertandingan pasti sudah memasuki perpanjangan waktu.      

Wasit harus turun tangan karenanya.      

"Tuan-tuan, aku tahu bagaimana perasaan kalian saat ini, tapi pertandingan harus dilanjutkan," Wasit itu juga merasa sedikit canggung. Dia tidak bisa bicara terlalu kasar di stadion kandang tim Forest. Dia hanya bisa menyarankan agar para pemain kembali ke posisi mereka.      

Tapi, pengaruhnya disini jelas tidak cukup besar.      

Tidak ada yang bereaksi mendengar kata-katanya barusan.      

Twain melihat wasit berada dalam kesulitan di tengah kerumunan pemain. Ini adalah pertandingan terakhirnya dan dia tidak ingin terjadi halangan. Karenanya, dia menghentikan para pemain yang ingin datang dan memeluknya dengan berkata, "Oke, guys, bisa-bisa sudah fajar saat kita selesai melakukan ini." Meski dia mengira ucapannya itu lucu, tidak ada yang tertawa.      

Semua orang hanya memandang ke arahnya.      

"Kembalilah." Twain tidak perlu mengatakan apa-apa lagi. Dia melambaikan tangannya, berbalik untuk melangkah kembali ke area teknis dan langsung duduk di kursinya.      

Melihatnya seperti ini, para pemain itu tahu bahwa mereka harus kembali ke lapangan dan kembali bermain.      

Ketika mereka semua kembali ke lapangan dengan enggan, Twain kembali bangkit dan meraung ke arah lapangan, "Jangan bersantai-santai! Kalau kalian membiarkan lawan menyamakan kedudukan di menit terakhir, aku akan membuat kalian membayarnya!!!"     

Dia bisa melihat banyak pemainnya tidak lagi mood untuk kembali bertarung, jadi dia berteriak lagi untuk memotivasi mereka.      

Sebenarnya, dia terlalu khawatir.      

Di menit-menit terakhir, Manchester United bertekad untuk menyerang balik, tapi serangan mereka tidak disiplin dan dilakukan secara individu. Mourinho juga sudah kehabisan akal tentang ini. Dia hanya bisa mengangkat bahu dari pinggir lapangan. Pada akhirnya, dia hanya bisa duduk di area teknis dan tidak bangun lagi. Dia memandang lapangan dalam diam.      

Melihat para pemain Manchester United berlarian dan menembak membabi buta di lapangan, jantungnya mencelos dan dia merasa dia sudah kalah.      

Benar-benar memalukan. Dia tidak bisa mengalahkan Tony Twain!     

Dia mengepalkan tinjunya erat-erat, sama sekali tidak sadar bahwa buku-buku jarinya mulai memutih.      

Tidak lama kemudian dia mendengar wasit meniup peluitnya satu kali, lalu meniupnya lagi dan diikuti dengan satu tiupan lagi setelahnya. Pertandingan sudah berakhir.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.