Mahakarya Sang Pemenang

Jangan Meremehkan ... Sepak Bola Bagian 2



Jangan Meremehkan ... Sepak Bola Bagian 2

0

Di menit ke-89, Andy Reid dari tim Forest melakukan apa yang mungkin menjadi serangan terakhir mereka di babak kedua. Koordinasi operan dua lawan satu yang indah di depan area penalti. Ketika David Johnson dan Marlon Harewood menarik perhatian hampir semua pemain Grimsby Town, Eugen Bopp tiba-tiba muncul dan berada di kotak penalti. Kemudian dia menerima umpan lurus Reid dan menghadapi kiper sendirian!

Semua penggemar Nottingham Forest berdiri dan menunggu keajaiban terjadi!

Ini termasuk Tang En, yang tadinya berdiri tak bergerak. Dia bergegas maju dari area teknis, berharap bisa merayakan gol.

Tapi, tembakan kuat Eugen Bopp luput mengenai gawang.

"Oh—!" Para penggemar menghela nafas kecewa.

Tang En melemparkan jaketnya ke tanah. Dia sama sekali tidak menyembunyikan rasa frustrasi dan kekecewaannya, meski kegagalan pertandingan ini sebagian besar disebabkan olehnya. Satu-satunya hal yang bisa dipikirkannya adalah — Saat aku kembali nanti, aku akan membuat Bopp berlatih menembak bola!

Para jurnalis foto di pinggir lapangan melihat tampilan Twain yang impulsif dan merasa senang. Mereka telah menunggu saat seperti ini. Jari-jari mereka dengan cepat menekan shutter untuk menangkap reaksi tak sabaran Twain.

"Itu adalah kesempatan terbaik mereka! Eugen Bopp menyia-nyiakannya! Dengarkanlah desahan di City Ground... keajaiban tidak terjadi lagi; Keberuntungan manajer Tony Twain sudah habis!"

Pada saat itu, ketika Tang En baru saja melempar jaketnya ke tanah, manajer Grimsby Town melompat berdiri. Timnya telah selamat dari serangan itu, dan kemenangan sudah sangat dekat. Dia tidak berharap mendapatkan tiga poin untuk pertandingan ini. Mungkin ini akan menjadi tiga poin berharga yang menentukan apakah mereka tetap tinggal di Liga Satu, atau apakah mereka akan terdegradasi ke Liga Dua musim ini.

Bopp, yang luput menembakkan bola yang penting, berbaring di tanah dengan kecewa dan kedua tangan menutupi wajahnya. Dia bahkan tidak berani melihat wajah para penggemar yang marah dan kecewa. Baginya, dia telah kehilangan peluang besar untuk menjadi pahlawan tim dan membuat semua penggemar jatuh cinta padanya dalam semalam. Dan kesempatan seperti ini takkan muncul lagi untuk gelandang bertahan sepertinya.

Setelah Bopp luput menembakkan bola ke gawang, tim Forest juga kehilangan kepercayaan diri dan semangat bertarung mereka. Selama sisa pertandingan, mereka tampak kacau, seolah-olah mereka ingin agar pertandingan berakhir lebih awal. Harewood merentangkan tangannya tanpa daya di sisi lapangan lawan tanpa ada yang mengoper bola padanya. Meski dia sudah mencetak gol di pertandingan ini, tapi dia tetap tak bisa menyelamatkan timnya.

Tang En mengambil jaketnya dari tanah, berjalan kembali ke area teknis, dan duduk.

"Des, kau tahu? Kemarin aku ada di sini untuk mengajari seorang anak yang sombong, untuk memperingatkannya agar dia tidak meremehkan sepakbola profesional, kalau tidak dia akan menerima hukumannya. Sekarang ini aku membuat kesalahan yang sama sepertinya," gumamnya dengan muram dalam suara rendah. "Aku adalah orang yang harus disalahkan atas hasil pertandingan ini, aku kalah ... Aku tidak bisa mengatakan apa-apa lagi tentang ini."

Des menepuk pundak Twain untuk menghiburnya. "Tony, memang menyenangkan untuk menang berturut-turut, tak perlu diragukan lagi soal itu. Tapi tidak ada orang yang tak pernah gagal. Bergembiralah sedikit." Saat itu, dia seperti pelatih veteran, dan Tang En hanyalah pemain yang baru digantikan dan sangat kecewa dengan penampilannya.

Semenit kemudian, wasit meniup peluit tanda akhir pertandingan. Tim Forest, yang diharapkan menang oleh semua orang sebelum pertandingan dimulai, kalah 1: 2 terhadap tim peringkat bawah liga Grimsby Town di stadion kandang mereka. Bagi mereka yang tidak mengenal Twain, ini bukanlah kekalahan pertama tim Forest sejak dia memimpin mereka. Tapi bagi Tang En sendiri, ini adalah kekalahan pertamanya. Dia masih bersikeras bahwa dia telah memenangkan pertandingan Piala FA melawan West Ham dan hanya kalah karena wasit.

Mendengar peluit, Tang En bangkit dari tempat duduknya. Para pemain lewat di sampingnya dan berjalan ke koridor pemain dengan kepala tertunduk. Walker menghibur mereka satu per satu. Bencana mereka sudah berakhir, tapi bencana miliknya... baru saja dimulai.

Dia melihat ke arah media yang penuh sesak di kedua sisi koridor. Ini adalah pertandingan yang sulit, dan ia harus tetap bersemangat untuk menghadapi media yang keras. Orang-orang itu sudah menunggu untuk mengejeknya.

Setelah pertandingan, Teng En pergi ke ruang konferensi pers City Ground.

Ini bukan pertama kalinya Tang En berada di sana. Dia mengenali beberapa wartawan yang mewawancarainya di kerumunan. Misalnya, dia melihat Pierce Brosnan lagi.

Duduk di sebelah Tang En adalah lawannya untuk pertandingan ini, manajer Grimsby Town, Paul Groves yang berusia 37 tahun, hanya tiga tahun lebih tua darinya. Dia telah memimpin timnya menuju kemenangan, jadi suasana hatinya sedang sangat baik, dan dia tersenyum menerima pertanyaan wartawan. Tapi titik fokus konferensi pers ini bukanlah dia.

Setelah menjawab beberapa pertanyaan yang sangat umum, dia dibiarkan sendiri. Hampir semua daya gempur semua orang diarahkan pada Tony Twain.

"Manajer Tony Twain, semua orang berpikir bahwa akan mudah untuk menang dalam pertandingan ini, tapi ternyata berakhir dengan kekalahan. Apa Anda ingin mengatakan sesuatu tentang itu?" Media lokal Nottingham sangat tidak puas dengan pertandingan ini, jadi pertanyaan yang mereka ajukan tajam dan tanpa ampun. Tak peduli mereka sudah memuji Twain sebagai manajer terbaik, mereka segera mengubah nada mereka saat tim kalah di pertandingan.

Tang En melirik reporter yang mengajukan pertanyaan itu dan kelihatan asing baginya. Dia bisa tahu bahwa dia berasal dari media lokal Nottingham, karena reporter itu berbicara dengan aksen Nottingham yang kental. "Aku tidak punya apa-apa untuk dikatakan. Kalah tetaplah kalah. Manajer Grimsby Town melakukannya dengan baik, dan timnya pantas menang."

Jawaban rutin semacam ini jelas tak cukup memuaskan bagi media, jadi orang lain berdiri dan berkata, "Tapi Anda dan para pemain Anda tampak penuh percaya diri sebelum pertandingan, dan ada seseorang yang menjamin bahwa tim akan melanjutkan kemenangan beruntun mereka selama wawancara ... "

"T*hi!" kata makian itu tiba-tiba terdengar dari Tang En, dan semua orang tercengang. "Siapa pun yang mengatakan itu, cari dia. Aku tidak pernah mengatakan bahwa kita bisa menang mudah di kesempatan manapun, dan bahwa kita bisa mendapat enam kemenangan berturut-turut. Apa kau idiot?" Tang En berdiri, mencondongkan badan ke depan dan berkata, "Bagaimana mungkin aku bisa tahu tentang hasilnya dan menyebutkan apapun tentang kemenangan beruntun saat pertandingan bahkan belum dimulai? Apa kau tidak tahu apa-apa tentang sepakbola?"

Reporter itu tidak menduga Twain tiba-tiba meledak marah. Dia berdiri diam dan menatap kosong selama beberapa waktu, tak tahu harus berkata atau melakukan apa. Tang En kembali duduk, mengubah posisinya, menyilangkan kakinya dan berkata, "OK, selanjutnya."

Pierce Brosnan, yang mengikuti Robson dalam wawancaranya dengan Twain, berpikir dua kali jika ingin dipermalukan oleh Twain. Dia masih memandang orang di hadapannya ini dari sudut pandang yang adil dan obyektif seorang jurnalis. Ada kelebihan dan kekurangan untuk ini. Alasan untuk memaki selama konferensi pers, dia pikir hal itu terjadi karena Manajer Twain sedang berada di bawah terlalu banyak tekanan setelah mengalami kekalahan. Setelah mewawancarai Twain sebelumnya, dia berpikir dia bisa memahami motifnya lebih baik daripada orang lain, karena itu Brosnan memutuskan untuk mengubah suasana canggung itu. Jadi, dia berdiri.

"Ah!" Tang En, tanpa menunggu Brosnan berbicara, berbicara terlebih dahulu. "James Bond ingin mengatakan sesuatu."

Akhirnya terdengar tawa disana dan kecanggungan itu terhapus.

Brosnan tidak keberatan dengan julukan yang diberikan Twain kepadanya. Dia tersenyum dan bertanya, "Maafkan saya, Manajer Twain, bagaimana kekalahan dalam pertandingan ini akan berdampak pada rencana promosi tim?"

Itu pertanyaan yang masuk akal. Tang En menyukai pertanyaan-pertanyaan semacam ini. Dia tidak perlu diprovokasi untuk bertengkar dengan pers. "Akan ada dampak, tapi masih belum pasti apakah dampak itu akan baik atau buruk. Sama seperti kita tidak tahu bagaimana skor akhir saat pertandingan belum dimulai. Musim belum berakhir, jadi kita masih belum tahu dampak apa dibawa oleh kekalahan ini."

Tang En bosan dengan pengepungan media ini. Bahkan, dia tidak tahu pertanyaan rumit apa lagi yang akan terus ditanyakan. Dia tidak pandai menghadapi serangan kolektif media, jadi dia memberikan bola kepada pemenang di sebelahnya.

"Tuan-tuan, kupikir kalian salah arah saat ini. Grimsby Town adalah tim yang memenangkan pertandingan ini, bukan tim Nottingham Forest saya. Pemenangnya harus jadi titik fokus, kan? Jadi... tanyakan pada Tuan Groves kalau Anda punya pertanyaan. Aku minta maaf, tapi aku harus pergi." Setelah mengatakan itu, dia mengabaikan semua ekspresi terkejut, berbalik untuk turun dari panggung, dan dengan cepat meninggalkan tempat itu.

Brosnan berdiri di tempat, melihat bagian belakang tubuh Twain pergi dengan tergesa-gesa dan menggelengkan kepalanya dengan senyum masam.

Ketika kembali ke ruang ganti, Tang En menemukan bahwa seluruh tim masih ada di sana, tidak ada yang pergi. Melihat para pemain yang sedih, Tang En tersenyum. Suasana hatinya tiba-tiba berubah menjadi lebih baik.

Dia mengingat waktu rehat babak pertama saat mereka kalah dari West Ham dua bulan yang lalu. Adegan pada saat itulah yang membuat Tang En bahagia. Sebuah tim dengan para pemain yang tidak merasa senang, setelah kalah dalam pertandingan, adalah sebuah tim dengan masa depan. Hal ini berkebalikan dengan tim yang masih tersenyum, seolah tak ada yang terjadi bahkan setelah mereka kalah dalam pertandingan. Pada saat seperti itu, Tang En akan merasa ingin mengambil sebuah kursi dan menghancurkan ruang ganti.

"Baiklah, boys. Jangan merasa terlalu sedih. Kita baru saja kalah dalam satu pertandingan. Kita masih belum kalah di musim ini. Tunggulah sampai kita kalah di musim ini sebelum kalian mulai menangis." Tang En bertepuk tangan, yang menyiratkan bahwa dia sudah kembali.

Sebagai kapten, Michael Dawson melangkah maju. Dia ingin meminta maaf kepada manajer yang sudah menaruh kepercayaan padanya atas kegagalan di pertandingan. Tapi sebelum dia bisa membuka mulutnya, dia dihentikan oleh gerakan Tang En.

"Tanggung jawab atas kekalahan pertandingan ini sepenuhnya berada di tanganku. Tidak ada satupun dari kalian yang bermasalah, kalian semua sudah melakukannya dengan sangat baik. Hanya itu yang ingin kukatakan. Sekarang naik ke bus, kembali ke hotel, mandi air panas , ganti pakaian bersih, dan lakukan apa yang ingin kalian lakukan." Saat dia menyadari tak ada yang bergerak, Tang En menghela nafas. "Oke, tidak ada yang boleh meninggalkan hotel malam ini, dan semua harus tidur tepat jam 10 malam. Besok tidak ada hari libur, tim akan dikarantina untuk latihan selama satu minggu, sampai pertandingan selanjutnya... eh tidak, sampai kalian memenangkan pertandingan."

"Apa?!" Para pemain akhirnya bereaksi. Mereka tidak menduga hukuman seperti itu.

Tang En meringis. "Kalau kalian tidak mau seperti itu, sekarang cepatlah dan naik ke bis!"

Sekelompok pemain dengan cepat melompat dari tempat duduk mereka dan bergegas keluar dari ruang ganti. Dawson masih ingin meminta maaf kepada manajernya saat ia melewati Twain saat akan keluar, tapi Tang En malah mendorongnya keluar. "Simpan permintaan maafmu, Michael. Semoga liburanmu menyenangkan dan kembali berlatih untuk pertandingan berikutnya."

Dengan segera, hanya ada tiga orang yang tersisa di ruang ganti.

Tony Twain, Des Walker, dan Ian Bowyer.

"Tony, sepertinya kau sudah merasa lebih baik?" Walker sangat memperhatikan temannya. "Apa yang terjadi di konferensi pers?"

Bowyer menggelengkan kepalanya. "Waktu dia melewati pintu tadi, aku bisa melihat kalau mood-nya masih tidak terlalu baik. Apa kau merasa lebih baik karena tim?"

Tang En mengangguk. "Kita baru kalah satu pertandingan. Aku tidak ingin terpaku pada hal-hal semacam ini. Kuncinya adalah aku bisa melihat tanda-tanda bagus dalam diri para pemain, dan kekalahan ini hanyalah kebetulan. Kita tidak keluar jalur; tim ini masih berada di jalur cepat menuju Liga Utama. Ayolah, jangan memikirkan tentang pertandingan yang sudah lewat. Ayo kita pergi ke Bar milik Burns untuk minum dan bersantai sejenak."

Setelah pintu dikunci, ketiga pria itu berjalan berdampingan ke bus di luar stadion.

Setelah lima kemenangan beruntun, tim Forest mengalami kekalahan. Tapi bagi Tang En sendiri, ini adalah titik awal yang lain untuk menuju lima kemenangan beruntun berikutnya.

Ketika berhadapan dengan kegagalan, beberapa orang akan marah atau tertekan, menjadi takut seolah-olah dunia akan berakhir. Dan beberapa orang masih bisa menemukan apa yang mereka butuhkan untuk menghadapi kegagalan itu. Jadi, orang yang pertama akan mengharapkan kegagalan demi kegagalan, sedangkan orang yang kedua akan menyambut kemenangan baru.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.