Mahakarya Sang Pemenang

Harus Menang Bagian 2



Harus Menang Bagian 2

0

Di ruang ganti pemain saat turun minum, Tang En memuji Harewood atas penampilannya yang luar biasa di babak pertama, dan juga semua pemain lainnya. Mereka bermain sesuai dengan latihan yang diberikan sebelum pertandingan dan mencapai standar ideal itu. Tang En tidak banyak bicara. Dia hanya meminta tim agar tetap tampil seperti yang mereka lakukan di babak pertama.

Ruang ganti pemain yang satunya memiliki suasana yang sangat berbeda.

Stuart Murdoch melampiaskan kemarahannya kepada para pemainnya dan memarahi mereka semua, termasuk kiper Davis, meskipun penampilannya sangat mengesankan.

"... Damien Francis, David Connolly, dan Neil Shipperley, apa yang kalian lakukan? Aku bisa menunjukkannya pada kalian kalau kalian tidak tahu di mana mulut gawang Forest! Nigel Reo-Coker, kamu adalah kapten dan kamu seharusnya menonjol saat ini, baik dengan gol ataupun memberi assist pada pemain lain. Berhentilah berlarian tanpa tujuan! Dean Lewington! Ini pertama kalinya kamu bermain di tim utama. Cobalah untuk lebih bersemangat dan lakukan pekerjaan dengan baik kalau kamu tidak ingin kembali ke tim cadangan!"

Setelah memarahi tim, Murdoch menarik napas lega.

"Kita baru saja pindah musim ini dan kehilangan banyak penggemar. Terlepas dari itu, kita masih memegang reputasi Wimbledon, dan kita masih Crazy Gang! Apa Crazy Gang pernah takut pada b*ngsat lain? Apa yang baru saja kalian mainkan adalah hal yang sungguh memalukan bagi Crazy Gang! Vinnie Jones, Dennis Wise, Lawrie Sanchez, Dave Beasant, dan Jack Cork... Kalau saja mereka masih di sini!" Murdoch mengucapkan nama mereka satu per satu, memberikan penekanan pada setiap nama, dan kemudian dia menunjuk ke tanah dengan marah. "Mereka semua akan meneriaki kita untuk menghancurkan semua b*ngsat dari Forest itu! Inilah yang dilakukan Crazy Gang! Perlahan-lahan kita telah kehilangan semangat itu dalam beberapa tahun terakhir, dan aku ingin semangat itu kembali hari ini !!"

Ketika babak kedua pertandingan dimulai, Tang En dan Walker duduk di kursi manajer dan berbincang dengan tenang. Di belakang mereka, Michael telah menutup mulutnya. Semuanya berjalan dengan sangat baik.

Tapi, hanya dalam waktu lima menit, Tang En tidak begitu santai. Hanya lima menit memasuki babak kedua, Wimbledon melakukan total tujuh pelanggaran dan mendapat dua kartu kuning. Tanahnya sangat berantakan dan banyak pemain yang berjatuhan! Melihat ini, Tang En terikat kembali pada babak kedua pertandingan antara Forest dan West Ham ...

Taktiknya menjadi semakin tak berguna di bawah pertahanan brutal Wimbledon, dan lebih banyak kesalahan dilakukan. Para pemain tampaknya menghindari kontak tubuh dengan pemain Wimbledon, yang seolah-olah mereka sedang bermain rugby, dan bukan sepakbola.

Murdoch menjadi sangat hidup dibandingkan dengan babak pertama, ketika dia berdiri di tepi lapangan dan berteriak, "Jegal kaki mereka !! Idiot!"

Tang En mendengarnya dengan jelas. "B*ngsat itu..." Dia mengatakan hal yang sama di babak pertama ketika mereka bertanding melawan West Ham, tapi dia tidak cukup marah untuk meneriakkannya secara terbuka di pertandingan ini.

"Ini normal, Tony. Saat aku masih menjadi pemain, manajer selalu meneriakkan hal-hal seperti itu," Walker mencoba menjelaskan kepada Tang En, karena dia belum pernah mendengar seruan seperti itu sebelumnya, seolah dia adalah Twain lama.

"Tidak, Des. Kau salah paham tentang apa yang kumaksud. Aku tahu ini normal. Aku juga melakukannya. Tapi aku tidak tahan saat mereka menggunakan pertahanan itu melawan timku." Ini adalah salah satu pemicu kekesalan Tang En. Walker mengangkat bahu dan tidak lagi mengatakan sepatah kata pun karena menurutnya Tang En hanya keras kepala.

Setelah 10 menit, situasi pertandingan tidak berubah. Wimbledon menggunakan cara barbar mereka untuk mengambil inisiatif dalam pertandingan. Bahkan Motson mengatakan jika pertandingan terus berjalan seperti ini, kapten Forest akan menjadi pemain terbaik, karena ia terus-menerus ditantang, dan hampir semua kamera terarah padanya.

Pertandingan semacam ini memberikan kesempatan untuk melatih semua bek, tapi Tang En lebih suka semua bek tidak dilatih seperti ini. Dia merasa cemas dan tidak bisa duduk diam. Bagaimana caranya mengatasi permainan barbar mereka?

Dia berpikir sebentar, dan satu-satunya solusi yang bisa dia pikirkan adalah berdoa agar wasit bersikap tegas dan mengirimkan beberapa pemain keluar lapangan. Tapi, ada banyak pemain liar di liga bawah Inggris, dan wasit mungkin sudah terbiasa dengan mereka. Yang bisa mereka lakukan paling-paling hanya meniup peluit, menghentikan permainan, dan memberikan peringatan verbal. Hanya untuk pelanggaran yang serius wasit akan mengeluarkan kartu.

Tang En juga menyadari bahwa manajer Wimbledon menugaskan pemainnya untuk melakukan pelanggaran secara bergantian alih-alih membiarkan satu atau dua pemain saja yang melakukannya. Dengan begitu, ini dapat mengalihkan perhatian wasit dan menurunkan kemungkinan menerima kartu. Kapitalis semacam ini sangat licik.

Tidaklah akurat untuk mengatakan bahwa Tang En tidak membantu, meski dia tak bisa memikirkan solusi untuk ini. Di masa lalu, saat masa kejayaan Wimbledon, mereka membuat Liverpool kehilangan muka, menangis di ruang ganti, dan kalah di Piala FA. Selain itu, mereka juga menyebabkan Manchester United dan Giggs menyerah. Sulit untuk menyesuaikan diri terhadap cara-cara biadab mereka di tengah pertandingan, dan karenanya mereka bisa naik tingkat melewati tiga liga dalam waktu empat tahun dan merupakan juara Piala FA dalam waktu lima tahun.

Tentu saja, Wimbledon saat ini sudah bukan Crazy Gang yang menakutkan dan ganas seperti di masa lalu, tapi masalahnya adalah Nottingham Forest juga bukan tornado merah seperti dulu. Kedua tim ini hampir sama, dan karena itu tampaknya tak ada cara untuk mengatasi ini.

Setelah 14 menit, Wimbledon semakin sering menyerang. Tampaknya seolah mereka telah meninggalkan pertahanan, dan ada banyak ruang terbuka di lini belakang. Tembakan dari jauh mana pun akan bisa menghasilkan gol. Tapi, di bawah serangan gila mereka di lini depan, Forest tidak bisa melewati garis tengah.

Wimbledon mendapat peluang melalui tiga tembakan berturut-turut, dan kemudian mereka juga mendapat tendangan sudut. Kecuali kiper Kevin Davis, hampir semua orang bergegas ke depan mulut gawang Forest dan memposisikan diri mereka sendiri.

Johnson mengikuti taktik dan tetap tinggal di lingkaran kickoff menunggu serangan balik. Dia melihat semua ruang kosong di sekitarnya dan tampak bingung.

Apa yang salah dengan Wimbledon? Pertandingan baru berjalan kurang dari 60 menit, dan mereka sudah bermain sangat keras. Tapi ini juga kesempatan untuk mencetak gol, dan kalau aku melakukannya, mereka akan sadar bahwa tak ada alasan untuk bermain seperti ini.

Dia memegang erat-erat kepalan tangannya. Harewood sudah mencetak dua gol. Aku harus menyumbangkan setidaknya satu gol juga.

Karena itu, dia berdiri di lingkaran kickoff, siap berlari. Dia berbalik, melihat kerumunan di depan gawang timnya sendiri.

Gelandang Wimbledon, Damien Francis, melakukan tendangan sudut, diikuti dengan sundulan yang dilakukan oleh Leigertwood! Area penalti Forest tiba-tiba tampak kacau. Dalam situasi yang berantakan ini, Dean Lewington di belakang dengan cepat menyundul bola sambil melakukan diving!

"Itu gol! Wimbledon mencetak gol! Itu gol dari Dean Lewington! Ini pertandingan resmi pertamanya musim ini, dan dia membawa harapan bagi Wimbledon!"

Ratusan penggemar setia Wimbledon merayakan di tribun penonton. Para pemain tim yang gila mengelilingi Lewington, dan semuanya merayakan gol yang mengembalikan kepercayaan dan harapan mereka.

Johnson tidak bisa melakukan hal lain kecuali melambaikan lengannya ketika dia melihat Wimbledon merayakan. Dia hanya bertahan di titik kickoff dan tidak bergerak.

Dari saat Wimbledon siap melakukan tendangan sudut, Tang En mencondongkan tubuhnya ke depan di kursi manajer. Setelah melihat Lewington mencetak gol, dia mengangkat bahu dengan kecewa dan penuh penyesalan. Suara dari sisi Wimbledon terdengar meraung, ketika manajer Murdoch mengangkat kedua lengan ini dan berlari naik turun lapangan. Dia memeluk siapa pun yang bisa dilihatnya, dan ada sorakan keras dari bangku pemain cadangan.

Tang En membalikkan badan beberapa kali untuk melihat ke arah mereka dan bergumam, "Itu hanya satu gol dan mereka sangat gembira. Dasar pecundang!"

Gol itu membuatnya khawatir. Serangan kuat Wimbledon di lini depan telah membuat Forest kesulitan. Dalam 10 menit terakhir, Eoin Jess sama sekali tidak menonjol, dan sudah waktunya untuk menggantinya.

Tang En memutuskan untuk memasukkan gelandang bertahan agar mendapatkan kembali kendali di lini tengah dan meruntuhkan arogansi Wimbledon. Dia meminta Walker untuk memanggil Eugen Bopp yang sedang melakukan pemanasan.

Eugen Bopp yang berusia sembilan belas tahun bukan orang Inggris, melainkan orang Jerman yang lahir di Ukraina. Dia pernah berada di tim Bayern München Junior dan pernah dipilih untuk tim nasional U-16 Jerman. Ia ditemukan oleh Paul Hart di Jerman dan baru datang ke Nottingham musim lalu. Dia sudah mewakili tim utama, diturunkan 19 kali dan mencetak satu gol.

Tang En mempercayai Paul Hart, dan pria kecil ini memang tidak buruk. Tingginya 183 cm dengan berat 81 kg. Berkat pengalamannya di pelatihan sepakbola tradisional Jerman, ia memiliki keuletan yang luar biasa dan tubuh yang kuat untuk bermain. Karakteristik inilah yang dibutuhkan Tang En untuk pertandingan ini.

Sejak Tang En menjadi manajer, Bopp baru satu kali diturunkan dalam pertandingan penuh, dan dia berpikir bahwa dia akan kehilangan posisinya di bawah pengawasan manajer baru. Jadi ketika dia mendengar Walker memanggilnya, dia segera berlari. Tang En sangat senang dengan sikap Bopp, menganggukkan kepalanya dan kemudian mulai memberitahunya taktik itu. "Eugen, apa kau melihat situasi kita di lapangan?"

"Tidak terlalu bagus, manajer..." Dia menggunakan bahasa Inggris yang terpotong-potong. "Mereka menyambar dengan sangat ganas dan cepat."

Tang En tersenyum. "Benar, mereka menyerang dengan sangat ganas dan bahkan lebih cepat dari kita. Jadi aku ingin kau bermain dan berpartner dengan Scimeca untuk bertanggung jawab atas lini tengah, dan tugas utamamu adalah bertahan. Berkonsentrasilah pada pemain nomer 26 (Reo-Coker) dan 8 (Francis) yang menjadi inti tim, saat mereka memulai semua pertahanan dan serangan. Aku ingin kau menghentikan laju mereka dan pada saat yang sama ... menjadi lebih gila daripada Wimbledon dan mencoba merebut bola mereka di lini tengah. Jangan takut membuat kesalahan, karena aku ingin lini tengah menjadi seberantakan mungkin. Bisakah kau melakukan itu?"

Bopp menganggukkan kepalanya setelah mendengar setiap kalimat yang dikatakan Tang En, dan akhirnya dia mengangguk mantap dan berkata, "Jangan khawatir, manajer. Aku bisa melakukan ini." Dia berharap dia bisa menggunakan penampilannya yang baik untuk meyakinkan manajer dan memastikan masa depan yang cerah untuk kariernya.

Tang En menepuk bahu Bopp dan memintanya untuk mengganti pakaian. Dia kemudian mengambil botol air dan baru akan minum untuk meredakan amarahnya. Saat dia baru saja memutar tutupnya, dia melihat manajer yang menjengkelkan itu melompat lagi dari kursi manajer di sisi lain lapangan.

Eh?

Dia segera membalikkan badan dan melihat Wimbledon sedang merayakan lagi.

Apa yang baru saja terjadi? Apa mereka masih merayakan gol sebelumnya?

Dia berbalik untuk melihat ke layar TV, dan disana jelas menunjukkan skor 2:2!

Apa-apaan ini! Barusan itu masih kurang dari lima menit! Tang En sangat kesal hingga dia melemparkan botol air. Percikan airnya turut membasahi wasit keempat, dan dia tertegun. Tang En segera berpura-pura tidak ada yang terjadi dan berjalan cepat ke kursi manajer, dan bertanya pada Walker apa yang terjadi.

"Francis melakukan tembakan jarak jauh..." jawab Walker dengan kaku.

"B*ngsat s*alan!" Tang En memaki, dan dia tidak tahu harus berkata apa. Bopp, yang baru saja melepas kaosnya dan berdiri di bangku pemain cadangan, tidak yakin harus berbuat apa. Dia mengumpulkan keberaniannya dan bertanya kepada manajer yang sedang sangat kesal.

"Manajer... apa aku masih masuk ke lapangan?"

"Tentu saja! Kenapa tidak! Pergi dan jegal semua b*ngsat itu!" dia mendorong Bopp keluar.

Tang En merasa semakin kesal saat melihat Murdoch melompat-lompat dengan gembira. Keunggulan dua gol berubah menjadi imbang, bagaimana mungkin dia masih memiliki suasana hati yang baik?

Bopp berdiri di tepi lapangan dengan penuh harap, penuh semangat melakukan pemanasan terakhirnya, saat dia tiba-tiba mendengar manajer memanggilnya lagi.

"Eugen, jegal kaki mereka! Jangan pedulikan pelanggaran! Kalau kau sampai dicederai dan keluar lapangan, aku akan pergi dan mengeluh ke FA!" Tang En meletakkan tangannya di mulutnya membentuk corong dan berteriak, "Bagaimanapun, aku adalah teman mereka..."

Dia tidak akan pernah membiarkan kemenangan hari ini berubah menjadi hasil imbang. Mungkin Walker berpikir ini bukan masalah serius, dan dia tidak keberatan menunggu beberapa putaran lagi. Sebaliknya, Tang En tak mau menunggu lagi. Di Forest Bar hari itu, apa yang dia katakan tentang bagaimana dia benci kalah... dia mengatakan itu dengan sungguh-sungguh. Dia benar-benar benci kalah. Sebagai seorang penggemar Cina, bukankah dia sudah menghadapi banyak kegagalan?

Di Cina, hidupku dan sepakbola semuanya sangat buruk! Sekarang Tuhan memberiku kesempatan lain untuk hidup lagi. Aku tak ingin merasakan kegagalan lagi. Aku harus menang! Selalu menang!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.