Mahakarya Sang Pemenang

Ketinggalan Tiga Gol



Ketinggalan Tiga Gol

0

Penjaga keamanan kompleks latihan Wilford, Ian Macdonald sudah menyalakan radio bahkan sebelum pertandingan dimulai. Dia menyetel volume hingga maksimal dan duduk di pos jaganya dengan tenang sambil mendengarkan pertandingan yang disiarkan. Pada saat ini, para pemain yang berhasil masuk ke dalam daftar pemain yang akan bertanding telah berada di stadion City Ground, sementara mereka yang tak berhasil melakukannya berada di rumah atau di tempat lain. Lapangan latihan tampak sepi, dan satu-satunya suara yang terdengar adalah suara komentator yang berasal dari radio di pos jaga.

Ian masih mengingat senyum Tony Twain dan janjinya pada Ian, "Kau akan mendengar kami mencetak gol satu persatu." Hal ini membuatnya penuh antisipasi.

Pertandingan baru saja dimulai, dan dia memang mendengar gol dicetak dari radio. Tapi, gol itu tidak dicetak oleh tim Nottingham Forest, melainkan oleh tim tandang, West Ham. Pertandingan baru berjalan setengah jam dan tim yang dicintainya sudah kebobolan tiga gol.

Dia terhenyak kaget di kursinya, tak mempercayai suara yang baru saja didengarnya.

"Jermain Defoe! Defoe menembak dan gol! Serangan yang indah sekali!"

"Defoe kembali mendapatkan bola diluar area penalti dan menggiringnya dengan cepat! Apa skornya akan jadi 2:0? Ya! Jermain Defoe mencetak skor lagi! West Ham memimpin dengan skor 2:0!"

"Tak bisa dipercaya! Tak bisa dipercaya! Sebuah tembakan lambung dari luar area penalti! Dari Joe Cole! Sangat tak bisa dipercaya dia baru berusia 21 tahun! Dia adalah masa depan sepakbola Inggris! Ini adalah gol ketiga West Ham dalam pertandingan ini. Mereka menguasai seluruh pertandingan, tidak memberikan peluang sama sekali bagi Nottingham Forest! 3:0, pertandingan ini seolah sudah berakhir sebelum waktunya!"

Berakhir sebelum waktunya? Kau komentator bodoh, apa yang kaukatakan? Pertandingan baru saja berjalan 30 menit, dan kita masih punya 60 menit untuk membalas! Macdonald tak pernah terlalu mempercayai manajer pengganti, Tony Twain sebelum ini. Tapi saat itu, dia percaya pria itu akan bisa memberikan apa yang dijanjikan olehnya.

Dia mengacungkan kepalan tangannya ke arah radio, seolah dia sedang berdiri bersama rekan-rekan suporter yang lain di tribun penonton dan menghadap ke arah tim lawan. Sejak dia mengambil pekerjaan sebagai penjaga gerbang kompleks latihan, sudah beberapa tahun berlalu sejak terakhir kali dia menonton pertandingan di stadion City Ground.

Stadion City Ground dibanjiri cemoohan. Tang En sangatlah familiar dengan suara olok-olok itu. Tiga hari yang lalu, saat dia pertama kali membuka mata dan melihat dunia ini, hal yang mencerca telinganya adalah semua suara itu, dan itu berasal dari fans mereka sendiri. Target yang menjadi sasaran ketidakpuasan mereka bukanlah tim tandang West Ham, melainkan justru tim kandang Nottingham Forest.

Di sudut lapangan, sekelompok pemain yang memakai jersey West Ham berkumpul di sekeliling kapten tim mereka. Mereka merayakan gol yang baru saja terjadi, merayakan gol ketiga mereka dalam pertandingan.

Des Walker memegang kepalanya dengan frustasi sementara duduk di samping Tang En. Dari mulai persiapan pra-pertandingan, hingga ke taktik yang digunakan, Walker adalah orang yang merencanakan pertandingan ini sepenuhnya. Tang En mengatakan kalau dia mempercayai Walker, dan karenanya Walker ingin memberikan sebuah kemenangan untuk membalas kepercayaan yang telah diberikan padanya. Dia sama sekali tak mengantisipasi terjadinya pembantaian bahkan sebelum babak pertama berakhir.

Papan skor elektronik yang menunjukkan skor 0:3, berwarna merah, seolah dicat dengan darah segar. Jumlah jari tengah yang diacungkan ke arah manajer sama beragamnya seperti pohon yang ada di hutan Sherwood, di timur laut Nottingham City. Apa yang membuat para fans sangat murka tak hanya skor pertandingan, melainkan juga penampilan para pemain di lapangan.

Tang En bisa melihatnya dengan jelas. Kalau dia adalah seorang penggemar berat tim Nottingham Forest, melihat penampilan semacam ini di tiga puluh menit babak pertama, dia juga pasti akan menggunakan kata-kata kotor dan jari tengah untuk mengekspresikan perasaannya. Dia bahkan menduga bahwa 11 orang yang ada di lapangan, sama sepertinya, tak bisa tidur nyenyak semalam. Apa mereka berkumpul sebagai tim untuk berkencan dengan wanita panggilan semalam? Dasar b*jingan! makinya dalam hati sambil merengut dan menggertakkan gigi.

Apa yang tak diketahui oleh Tang En, adalah bahwa ada sebuah kamera di sisi lain lapangan yang ditujukan ke arahnya, menangkap gambar close-up ekspresi wajahnya dan menyiarkannya secara langsung. Komentator untuk pertandingan ini sama seperti komentator untuk pertandingan sebelumnya. Dia terkenal dengan gaya komentarnya yang tajam dan bersemangat. Dia baru saja menggunakan serangkaian pujian untuk memuji gol Joe Cole, kapten tim West Ham yang masih muda. Ini juga merupakan gol ketiga West Ham di pertandingan ini. Komentator itu menyimpulkan, "Pertandingan ini sudah berakhir! Meski Nottingham Forest memiliki sejarah emas di masa lalu, tim ini seperti sekelompok jiwa-jiwa menyedihkan yang berdiri terhuyung di atas kaki mereka setelah diinjak oleh Joe Cole, mereka mencemaskan gelombang serangan balik yang akan datang berikutnya! Lihatlah tim Nottingham Forest dalam jersey merah mereka. Ini benar-benar menyedihkan!"

"Manajer Tony Twain juga tampaknya merasa tak puas dengan penampilan timnya. Kalau memang begitu, tolong berikan semacam strategi untuk mengatasi ini! Jangan hanya merengut dan menggertakkan gigi di kursi pelatih. Apa Anda sedang sakit gigi? Bahkan, kita bisa melihat asisten manajernya, Des Walker, adalah orang yang mengarahkan pertandingan ini. Siapa sebenarnya yang menjadi manajernya? Tapi memang siapa yang berharap seorang mantan pemain, yang masih amatir dalam mengelola tim dan baru saja pensiun akan bisa mengarahkan sebuah tim Liga Satu untuk mengalahkan sebuah tim Liga Utama? Keraguan yang diarahkan pada kemampuan manajer pengganti tim Nottingham Forest bukan tak berdasar. Hingga saat ini, Tony Twain masih belum melakukan penyesuaian terhadap strategi timnya. Dia bahkan lebih parah dari pendahulunya, Paul Hart – menurut rumor, dikatakan bahwa Twain mendapatkan posisi manajer ini hanya karena Paul Hart sangat merekomendasikannya kepada Ketua Doughty. Apa yang ingin kukatakan disini adalah, Paul, kau memiliki mata yang jeli dalam memilih pemain yang bagus, tapi soal manajer, kau masih harus banyak belajar!"

Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan oleh Tang En kalau dia mendengar komentar menghina itu dari si komentator. Mungkin dia akan berkelahi dengan komentator itu secara langsung... Tapi, saat ini dirinya tak punya waktu untuk memikirkan tentang komentar orang lain tentangnya. Dia harus menyelamatkan situasi yang ada di lapangan. Dia tahu West Ham sangat kuat. Hanya melihat beberapa nama pemain mereka, dia bisa tahu betapa mengesankannya mereka. Tapi ini bukan alasan bagi Nottingham Forest untuk kalah dari mereka.

Alasan kekalahan mereka hanya satu, dan itu adalah karena mereka tidak cukup bagus!

Tang En menggumamkan kalimat ini perlahan.

Walker menolehkan kepalanya ke arah Tang En. Dia tampaknya telah melihatnya, tapi tak terlalu mempedulikannya. "Apa?" tanya Walker.

"Bukan apa-apa," Tang En menggelengkan kepalanya.

"Tony, kau harus memikirkan sebuah rencana. Kita tidak bisa terus seperti ini," Walker berbisik pada Tang En langsung di telinganya. "Bowyer pasti menunggu kita agar kita gagal dengan menyedihkan. Aku merasa dia berharap kita kalah dalam pertandingan ini!"

"Kau benar, pria tua itu memang berpikir seperti itu. Tapi aku sama sekali tak punya solusi."

Walker sangat kecewa dengan jawaban Tang En. Manajer seharusnya tak melakukan ini: Saat dia kehilangan kontrol atas sesuatu hal, seharusnya hal itu terjadi ketika dia sedang mengalami jalan buntu.

"Kau pikir pemain bertahan kita akan bisa menghadang Joe Cole, Lee Bowyer, Di Canio dan Jermain Defoe?"

Walker menggelengkan kepalanya. Sebenarnya, tim mereka memang tak mungkin bermain sebanding dengan tim dari Liga Utama. Mendengar nama para pemain dari tim lawan itu saja, mereka adalah bintang veteran yang sudah sangat terkenal, atau kalau tidak, mereka adalah bakat baru dari seluruh Inggris.

"Selain itu, apa menurutmu striker dan gelandang kita bisa menembus pertahanan yang dibuat oleh Michael Carrick, Ian Pearce, Tomas Repka dan David James, lalu mencetak skor?"

Walker kembali menggelengkan kepalanya. Baris pertahanan itu adalah baris pertahanan selevel tim nasional. James adalah penjaga gawang timnas Inggris, sementara Tomas adalah anggota timnas sepakbola Republik Ceko. Carrick bahkan akan ditransfer ke Manchester United di musim panas tiga tahun lagi. Di sepanjang babak pertama, dua striker Nottingham Forest hanya memiliki tiga peluang untuk mencetak gol, tapi tipe bola yang mereka tembakkan bahkan tak cukup untuk pemanasan bagi kiper James.

Dengan bantuan dari sekumpulan pemain berbakat di tim mereka, West Ham United dengan mudah mengambil alih kendali tempo permainan dan sepenuhnya menguasai bola di lapangan. Tim Nottingham Forest hanya bisa berlari bolak balik mengejar bola, menyia-nyiakan stamina dan semangat juang mereka. West Ham memiliki hasil yang sangat menyedihkan di Liga Utama Inggris, hanya mendapat 16 poin dalam 21 pertandingan di paruh musim pertama, dan menduduki peringkat terakhir di klasemen Liga Utama. Tapi, kekuatan mereka sudah lebih dari cukup untuk mengobrak abrik tim Liga Satu, melampiaskan kekesalan mereka karena dibully di Liga Utama.

Setelah 17 menit sejak pertandingan dimulai, West Ham United berhasil mengambil alih semuanya. Striker mereka yang masih muda dan lincah, James Defoe berhasil melewati baris pertahanan Nottingham Forest yang canggung dengan mudah, mencetak gol pertama untuk timnya. Lima menit kemudian, Defoe sekali lagi menggunakan kecepatannya dan menembus baris pertahanan Nottingham Forest. Melihat bakat muda yang akan terpilih untuk timnas Inggris itu memberikan seluruh kemampuannya, Tang En merasakan disorientasi ruang-waktu. Dia tahu tentang prestasi masa depan anak muda itu. Apa yang membuat Tang En merasa sepenuhnya tak berdaya adalah bahwa timnya, Nottingham Forest, harus bermain melawan tim yang seolah tak pernah kekurangan pemain berbakat.

Melihat para pemain West Ham United dengan santai saling mengoper bola, Joe Cole bahkan melakukan passing dengan tumit belakang di depan beberapa fans mereka yang menonton. Mendengarkan suara tawa fans West Ham United di tribun penonton serta beragam jenis olok-olok, Tang En memiliki pikiran buruk: Sebenarnya ini pertandingan kandang bagi siapa?

Situasi ini membuatnya sangat marah. Meski dia tak secara pribadi memiliki pengalaman disindir oleh Joe Cole dan pemain lainnya di lapangan, dia masih merasa dirinya dipermalukan. Karena dia adalah manajer tim. Saat timnya dibully di lapangan, tanggungjawab berada di tangannya. Ini hampir sama seperti dia dipermainkan oleh para pemainnya sendiri.

Michael Dawson saat ini merupakan pemain terkuat di tim Nottingham Forest, meski dia juga tak bisa menahan serangan West Ham yang seolah tanpa akhir. Tanggungjawab atas kebobolan tiga gol itu bukan sepenuhnya salahnya. Itu hanya karena tim termasuk lemah secara keseluruhan. Setelah menonton pertandingan selama lebih dari 30 menit, Tang En memutuskan akan memberikan ban kapten pada anak muda itu. Kalau Joe Cole yang berusia 21 tahun bisa menjadi kapten "The Hammers", kenapa Michael Dawson yang berusia 19 tahun tidak bisa melakukannya? Seorang pemain berbakat yang dibina di sistem pelatihan pemuda di Nottingham Forest dan penuh dengan semangat juang, siapa lagi yang lebih cocok selain dirinya untuk memimpin seluruh tim?

Tribun penonton sebelah utara stadion City Ground dekat dengan Sungai Trent adalah tribun penonton yang diperuntukkan bagi fans Nottingham Forest. Lantai tertingginya memiliki sebuah koridor panjang yang dibatasi dengan jendela kaca. Terdapat dua baris kursi tua namun rapi, dan juga dua set televisi. Tempat itu adalah suite atau boks VIP di City Ground. Kalau dibandingkan dengan boks VIP tim sepakbola yang kuat dan kaya, maka suite tim Nottingham Forest ini bisa dideskripsikan sebagai suite yang lusuh.

Tentu saja, hampir tak ada orang disana yang menyaksikan pertandingan menyedihkan ini. Hanya ada dua orang yang saat ini berada di dalam suite. Mereka juga tidak duduk di kursi melainkan memilih untuk berdiri – menyaksikan pertandingan di depan jendela kaca.

Mereka adalah ketua tim Forest, Nigel Doughty dan putranya, Edward Doughty. 

Edward Doughty melihat ke arah televisi di sudut ruangan sebelum kembali melihat ke arah lapangan sepakbola. "Jadi ini tim yang kau cintai dan tim yang dulunya berjaya, Nottingham Forest?" Nada suaranya dipenuhi sarkasme, sama sekali tak seperti pria sopan yang ditemui Tang En tempo hari.

Kata-kata itu ditujukan pada ayahnya, tapi Doughty tua tak mempedulikan sarkasme putranya, dan berbicara sambil sedikit menganggukkan kepalanya, "Saat babak pertama berakhir, kau dan aku akan pergi ke ruang ganti pemain. Aku perlu memperkenalkanmu dengan para pemain.

Edward tahu kata-katanya telah diabaikan oleh ayahnya. "Tapi aku merasa tak perlu melakukan itu. Selain itu, sekarang bukan waktu terbaik untuk bertemu mereka," sarannya, berharap agar sang ayah membatalkan rencananya untuk memperkenalkan Edward kepada para pemain dan tim manajerial.

Nigel Doughty tak menjawab putranya, karena dia memfokuskan semua perhatiannya ke pertandingan yang sedang berlangsung.

Melihat perilaku ayahnya, Edward hanya bisa mengangkat bahu dan menghela napas panjang. Dia sama sekali tak tertarik melihat pertandingan membosankan yang didominasi oleh satu tim saja. Dia memutuskan untuk duduk dan meminum Cola sambil menggoyangkan kakinya dan melihat ke arah sekeliling karena bosan.

Suite yang usang, tempat yang usang, pertandingan yang biasa-biasa saja dan tim yang sama sekali tak menarik... Dia sama sekali tidak mengerti kenapa ayahnya menyukai tim ini, dan karenanya bersedia berinvestasi lebih dari sepuluh juta poundsterling untuk ini – dia bahkan tak pernah menginvestasikan banyak uang untuk putranya.

Saat dia menonton NBA, Edward awalnya adalah seorang fan Chicago Bulls, sebelum kemudian beralih ke Los Angeles Lakers. Baru-baru ini, dia semakin menyukai San Antonio Spurs, meski rumah dan perusahaannya berada di Houston. Satu-satunya alasan kenapa dia selalu mengganti tim favorit adalah karena tim sebelumnya kurang memiliki pemain bintang dan jarang berhasil merebut gelar juara. Menurut pendapatnya, sulit untuk memahami kenapa seseorang bisa menyukai tim yang bahkan tidak terkenal, tidak memiliki pemain bintang, dan bahkan tidak layak berada di liga profesional level bawah. Apakah mereka bisa memperoleh kepuasan atau keuntungan dari mendukung tim semacam itu? Tidak hanya mereka pasti tak bisa menikmati penampilan mengesankan yang ditunjukkan oleh para pemain bintang, mereka juga pasti tidak memiliki ingatan musim panas yang menyenangkan dari memperoleh trofi juara di satu kejuaraan maupun yang lain. Pasti hanya sedikit sekali memori pertandingan mengesankan yang bisa dikenang di waktu senggang mereka...

Dia melihat ke arah kepala-kepala kecil manusia yang ada dibawah kakinya di tribun penonton yang ada di depannya, dan juga lengan mereka yang melambai-lambai. Sangatlah tak bisa dipercaya bahwa pertandingan yang menyedihkan semacam ini bisa mendatangkan banyak penonton. Dia menggelengkan kepala tak percaya.

Apa sebenarnya yang diinginkan oleh puluhan ribu fans disini, seperti halnya juga ayahku? Setiap sore di akhir pekan, duduk di stadion usang ini dan melihat para pemain membuang-buang waktu mereka di lapangan seperti ini. Sangat menyedihkan.

Hal yang membingungkan bagi komentator Motson adalah bahkan setelah Tang En dan Walker saling berbicara satu sama lain, tak ada tindakan apapun yang diambil. Bahkan Walker yang sebelumnya tampak aktif terlihat seolah pantatnya sudah menyatu dengan kursi. Keduanya hanya menonton pertandingan dengan diam, tanpa melakukan ataupun mengatakan apa-apa.

Ini sangat aneh. Bahkan setelah melihat tim mereka kalah dengan sangat menyedihkan, tidakkah mereka seharusnya merasa gelisah? Mereka tidak marah? Mereka seharusnya menunjukkan semacam emosi kan? Tapi tidak ada emosi sama sekali. Pengambilan gambar close up menyorot wajah Tang En dan Walker beberapa kali, tapi keduanya tetap menonton pertandingan, bahkan tanpa mengerutkan dahi.

Motson, yang merasa bahwa dia tidak memperoleh reaksi apapun, hanya bisa bergumam pada dirinya sendiri, "Apa mereka melarikan diri dari Museum Lilin Madame Tussauds?"

Manajer West Ham United, Glenn Roeder, merasa sangat puas dengan performa timnya. Kegetiran yang dirasakan timnya di paruh pertama musim Liga Utama tampaknya telah dilupakan oleh sekelompok anak muda ini. Dia memiliki pengalaman manajerial yang sangat mirip dengan Tony Twain. Mereka berdua ditransfer ke tim pertama dari tim pemuda karena performa tim pertama yang buruk. Dalam persaingan antara dua orang manajer tim, dia saat ini lebih unggul. Ini adalah pertandingan pertamanya sebagai seorang manajer, dan pertandingan ini dimulai dengan cukup bagus. Dia percaya bahwa selama tim terus bermain dengan standar yang mereka tunjukkan di babak pertama, takkan sulit bagi mereka untuk mempertahankan posisi mereka di liga utama saat ini.

Dia berdiri di pinggir lapangan dengan bangga dan puas, lalu dia mulai memikirkan pertandingan Liga Utama Inggris yang berikutnya.

Tang En melihat sekilas ke arah Roeder, yang sedang mengarahkan pertandingan di pinggir lapangan. Dia memakai sepasang kacamata dengan frame kuning keemasan di wajahnya yang putih dan bersih, memberikan kesan elegan. Tang En tahu siapa pria itu, bahkan sebelum Tang En mendekatinya. Orang itu nantinya akan menjadi manajer Newcastle, tapi sebelumnya dia adalah manajer dari tim pemuda Magpies Crusaders. Dia baru dipromosikan menjadi manajer setelah Souness diberhentikan karena performa buruk yang ditunjukkan oleh Newcastle. Setelah dia menduduki "posisi yang paling menarik di dunia", performa Newcastle tak terlalu banyak berkembang. Satu-satunya hal dimana dia lebih beruntung daripada pendahulunya adalah, saat tim menunjukkan penampilan yang buruk, dia bisa menggunakan cedera dan penyakit yang merebak di dalam tim sebagai alasan. Karenanya, dia memiliki dukungan yang luas di dalam klub. Tapi pada akhirnya dia tetap mengundurkan diri dari posisinya karena performa tim yang terlalu buruk. Dibawah kepemimpinannya, timnya mencatat sebuah rekor dalam satu musim laga dan merupakan rekor terbesar sepanjang sejarah Newcastle sejak klub ini didirikan di tahun 1951 – sebuah rekor 500 menit berturut-turut tak bisa mencetak gol di pertandingan kandang.

Karena Tang En tahu Roeder memiliki sejarah itu, dia tahu dia tak perlu takut menghadapi Roeder. Performa West Ham saat ini tidak ada hubungannya dengan manajer terhormat itu. Performa itu terwujud karena mereka memiliki banyak sekali pemain berbakat.

Tanpa perlu melihat ke arah para pemain yang ada di lapangan, kita hanya perlu melihat ke arah para pemain yang duduk di bangku cadangan untuk bisa mengetahui kemampuan tim ini: pemain timnas Inggris di Piala Dunia tahun 2002, Trevor Sinclair. Pemain timnas Mali, Kanoute, yang nantinya akan menjadi pencetak gol terkenal di La Liga, dan membantu Sevilla FC menaklukkan kejuaraan Liga Eropa UEFA sebanyak dua kali. Dia menjadi pemain utama dalam gelar kejuaraan yang berhasil diraih di La Liga musim 06-07 dan Liga Eropa UEFA. Melihat semua nama-nama itu, maka membandingkan mereka dengan peringkat tim di musim lalu – ketiga terbawah – mereka akhirnya didegradasi.

Setelah kekalahan yang menyedihkan saat melawan Everton 0:5 dan 1:7 saat melawan Blackburn Rovers, manajer ini (Roeder) masih mengklaim bahwa performa buruk tim bukanlah tanggungjawabnya. Dia mengatakan bahwa itu disebabkan karena para pemain yang dibeli oleh pendahulunya, Redknapp, terlalu mengecewakan. Tapi, manajemen buruk Roeder bukanlah sebuah "anggapan" keliru yang hanya disimpulkan oleh satu atau dua orang saja. Bahkan, seluruh media Inggris tak pernah berhenti mengkritiknya atau mempertanyakan kemampuannya sebagai manajer. Pengamatan Tang En di babak pertama pertandingan ini juga menegaskan pemikirannya tentang kemampuan Roeder.

Tang En mengangkat bahunya. Dia sudah menemukan cara untuk berurusan dengan tim ini. Tapi, sekarang bukan waktu yang tepat untuk melakukan penyesuaian, karena sekarang tinggal lima menit sebelum babak pertama berakhir. Dia memutuskan bahwa, segera setelah dia memasuki ruang ganti pemain, dia akan memberikan tamparan yang bagus untuk membangunkan para pemain yang seolah masih setengah tidur itu.

Tang En tiba-tiba saja mendengar sebuah suara cemoohan yang sangat tajam dan jelas di belakangnya, dan apa yang diucapkan setelahnya adalah serangkaian bunyi makian dan sumpah serapah. Dia menganggapnya sangat aneh, karena sebelum ini sama sekali tak terdengar apa-apa. Kenapa tiba-tiba saja terdengar ramai di belakang?

Dia menolehkan kepalanya untuk melihat ke arah sumber keributan, dan melihat Michael dan gengnya mengoloknya dan memberinya jari tengah. Perban di kepala Michael tampak terlalu mencolok...

"Kembalilah ke tempatmu di tim pemuda! Ini tim orang dewasa, bukan tempat bagi anak kecil sepertimu. Pulanglah ke ibumu dan jaga sikapmu! Hahaha!"

"Oh-Oh-" orang-orang disampingnya juga ikut mengejeknya. Orang-orang itu sebagian besar merupakan gerombolan orang yang mengejeknya tempo hari di bar. Terdapat beberapa wajah yang tidak familiar, tapi sudah jelas mereka berada di lingkungan pertemanan yang sama seperti Michael.

Perhatian Walker juga teralihkan oleh suara-suara ejekan yang datang dari tribun di belakang mereka. Dia berdiri dan menegur mereka dengan suara kencang, "Michael, apa yang kalian lakukan?!"

Michael sepenuhnya mengabaikan Walker dan berkata sambil sedikit memiringkan kepala, "Walker, sebaiknya kau tak ikut campur. Ini dendam pribadi antara kami dan Tuan Manajer."

"Dendam pribadi? Antara kelompokmu dan satu orang?" dengus Walker.

"Sudahlah, jangan pedulikan dia." kata Tang En sambil menarik Walker agar kembali duduk.

"Tony, apa yang terjadi? Aku ingat kau tak pernah berkonflik dengan orang lain. Apalagi, Michael juga fans berat tim Nottingham Forest, jadi kenapa mereka sangat membencimu?"

"Tidak banyak. Aku hanya menyiramnya dengan minuman keras di bar milik Burns, dan kami bergulat sedikit – itu hanya sebentar, lalu aku berhasil menjatuhkannya dan menyebut pria gemuk itu 'gendut'." Tang En menggambarkan dengan singkat apa yang terjadi, tapi mulut Walker terbuka sangat lebar sampai-sampai dia hampir bisa menelan bola sepak. Twain yang dikenalnya membenci minuman beralkohol dan rokok, dan tak pernah marah pada orang lain, apalagi sampai berkelahi dengan seseorang. Apa yang sebenarnya terjadi?

Tang En tahu bahwa Walker benar-benar terkejut, karena siapapun yang mengenalnya pasti akan merasakan hal yang sama saat mereka mendengar apa yang barusan dikatakan olehnya. "Aku akan menjelaskannya nanti. Saat ini, kita perlu memprioritaskan pertandingan ini. Aku menemukan cara untuk mengatasi mereka."

Walker menolehkan kepala dan melihat lagi ke arah sekumpulan geng orang-orang kasar itu, sebelum dia kembali menonton pertandingan dengan pikiran terfokus.

Stadion di Inggris memiliki sebuah fitur yang unik, dalam artian kursi manajer jarang ada yang ditempatkan di area luas antara lapangan dan tribun penonton, yang sangat berbeda dari sebagian besar stadion sepakbola yang dikenal oleh banyak orang. Kursi manajer mereka berada di tribun penonton dan dikelilingi oleh kursi fans biasa. Dua sisi dari koridor pemain adalah area teknis dan bangku cadangan. Kecuali mereka harus mengarahkan pertandingan, manajer biasanya duduk di tribun penonton. Stadion kandang tim Nottingham Forest, City Ground, sebelumnya tidak seperti itu. Kursi manajer mereka berada di bawah tribun penonton di tepi lapangan. Letaknya bahkan lebih rendah daripada lapangan bola – seolah-olah kursi manajer adalah lubang yang digali di tepi lapangan, dengan atap terbuat dari beton diatas kepala mereka untuk melindungi mereka dari panas dan hujan. Kemudian, karena adanya kejuaraan Eropa UEFA tahun 1996, stadion ini direnovasi agar sama seperti kebanyakan stadion lainnya, dimana kursi manajer berada sangat dekat dengan tribun penonton. Langkah yang diambil untuk mendekatkan jarak dengan fans ini memiliki pro dan kontranya masing-masing. Tang En saat ini merasakan "kontra" dari hal itu. Michael dan gengnya yang duduk dibelakang kursi manajer tak berhenti mengganggunya dan menggunakan beraneka macam kata-kata kotor untuk mempermalukan Tang En, menantang kemampuannya dalam menahan diri.

Bahkan para pemain cadangan sampai harus berdiri dan menatap mereka sejenak. Tang En masih tak menolehkan kepala, sepenuhnya terfokus pada pertandingan.

"Kau kucing pengecut! Aku menyumpahimu dan seluruh keluargamu! Kalau kau merasa cukup kuat, datanglah kemari dan pukul aku! Kemana perginya keberanianmu itu saat kau memukulku? Sampah! Kau b*ngsat! Sialan! Pecundang!" Michael mengolok dengan keras, bahkan menarik perhatian kru siaran televisi. 

Seolah didukung oleh kamera, dia terus mengejek manajer dengan sekuat tenaga, sementara Tang En yang duduk kurang dari tiga meter dibawahnya menonton pertandingan dengan lengan terlipat. Tang En tertangkap kamera dan disiarkan ke beragam set televisi. Burns, yang kebetulan sedang membantu melayani pelanggan di bar-nya, juga melihat adegan ini. Pada saat itu, suara tepuk tangan dan sorakan untuk Michael terdengar di seluruh bar. Melihat ke arah bar yang sedang penuh, Burns hanya bisa menggelengkan kepala.

Mungkin memang seperti apa yang diserukan oleh Michael dan gengnya, Tang En adalah "kucing penakut" dan "pengecut", yang bahkan tak berani untuk membalas. Performanya mengecewakan banyak pemain sepakbola. Sebenarnya, kata-kata Michael sangatlah kasar dan tak tertahankan hingga para pemain yang juga mengenalnya tak bisa terus mendengarkan apa yang diteriakkan olehnya. Tapi, Tang En terus duduk di kursinya tanpa bergerak sedikitpun, seolah dia tak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh orang-orang itu.

Motson melihat adegan ini dan kembali merasa senang. "Aku menemukan fenomena yang sangat menarik. Selama masih ada Manajer Tony Twain, momen yang paling menghibur dan mengesankan tidak berada di lapangan, melainkan berada dalam jarak sepuluh-yard di sekelilingnya. Saat ini, terdapat sebuah kericuhan di belakang kursi manajer, seolah fans memiliki sesuatu untuk dikatakan kepadanya. Melihat perilaku mereka yang kasar, tak diragukan lagi bahwa apa yang ingin mereka katakan bukanlah hal yang menyenangkan. Kurasa untuk program Match of the Day besok malam, kami akan mengundang pembaca gerak bibir profesional untuk memberitahukan apa yang mereka katakan. Kalau West Ham mengalahkan lawan mereka 3:0, maka jelas tak ada hal yang patut untuk dilaporkan, karena mereka seharusnya sudah memenangkan pertandingan ini. Tapi, kericuhan diluar lapangan lebih layak mendapatkan perhatian kita."

Waktu pertandingan tetap berdetak dan berjalan setiap detiknya, dan situasi di lapangan tetap tak menguntungkan bagi Nottingham Forest. Tapi, setelah memimpin sebanyak tiga gol, West Ham juga menurunkan ritme serangan mereka. Mereka lebih suka mengoper bola dengan santai di bagian belakang lalu menendangnya ke depan. Mungkin para pemain itu sama seperti manajernya, sudah memikirkan tentang pertandingan Liga Utama Inggris mereka selanjutnya.

Suara olok-olok yang berasal dari belakang kursi manajer tim tuan rumah tak pernah berhenti sekejap pun. Sejumlah pemain tak bisa mendengarkannya lebih lama lagi, dan mereka meminta ijin untuk melakukan pemanasan di tepi lapangan, untuk bisa meninggalkan bangku cadangan yang sangat tidak nyaman saat itu. Tapi Tang En mengabaikan permintaan mereka. Walker hanya bisa menghela napas, dan membiarkan pemain cadangan itu melakukan pemanasan. Bangku cadangan tiba-tiba saja setengah kosong, dan hanya meninggalkan staff manajerial disana.

Des Walker melihat ke arah Twain dengan cemas, karena dia merasa ada yang salah dengan Twain selama ini. Wajah Walker sangatlah suram, seperti halnya cuaca di Inggris dua hari belakangan ini.

Saat pandangannya turun ke bawah, dia melihat tangan Twain digenggam erat menjadi kepalan. Karena kepalan itu sangat erat, bahkan buku-buku jarinya juga memutih...

Peluit yang ditiup oleh wasit memberikan rasa lega bagi semua orang, karena babak pertama yang tak tertahankan ini akhirnya selesai.

Tang En segera berdiri dan meninggalkan kursinya, meninggalkan para fans yang masih meneriakkan sumpah serapah ke arah dirinya dan melangkah menuju ke koridor pemain. Walker kembali menatap Michael dan gengnya selama beberapa waktu, sebelum kemudian beranjak ke pinggir lapangan untuk menghibur para pemain. Dia menepuk bahu mereka dan mengatakan pada mereka bahwa kehilangan tiga gol saat melawan tim Liga Utama Inggris adalah hal yang normal.

Bagaimanapun, mereka hanyalah tim Liga Satu...


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.