Singgasana Magis Arcana

Umpan Balik dan Ekspektasi



Umpan Balik dan Ekspektasi

0Lucien membungkuk pada para hadirin yang memberikan tepuk tangan hangat sebanyak 9 kali, kemudian kembali ke belakang panggung untuk mempersiapkan simfoni penutup, simfoni paling penting dalam konser malam ini.     

Di alun-alun kota, orang-orang masih tenggelam dalam nostalgia. Seorang pria tua di umur akhir 60 tahun bicara pada orang asing di sebelahnya untuk mengeluarkan emosi dalam hatinya, "Mungkin kau tidak tahu, tapi aku berasal dari Kerajaan Shaq. Itu adalah negara di bagian selatan benua, dekat dengan Federasi Kota Bebas. Kami punya angkatan laut yang hebat, dan dulu aku juga anggota angkatan laut, melawan pembajak laut ... Hal yang paling tidak kusukai di Aalto adalah alkoholnya tidak kuat sama sekali, bahkan tidak mendekati alkohol bernama Peled di kampung halamanku. Saat kau menyesapnya, rasa membakar di tenggorokan dan perutmu itu ... aku tidak bisa mendeskripsikannya dengan kata-kata.     

"Selain itu, kami punya wine putih spesial yang terbuat dari anggur di gunung yang tinggi. Tidak seorang pun yang pernah mencobanya bisa melupakan rasa manis dan menyegarkan itu. Tapi hanya Count Lucio dan raja yang bisa menikmati winenya. Kau tahu bagaimana aku dapat kesempatan merasakannya? Saat pernikahan Count Lucio. Saat itu, aku adalah pengawal di sana, dan aku beruntung menemukan sisa wine di gelas ... Ayolah ... jangan pergi. Biarkan aku bicara sampai selesai. Kau tahu pasta babi yang dibuat di Lucio? Selain itu kami juga punya keju kambing, madu dan domba bakar terbaik ... Wanita-wanita di Lucio seperti bunga yang mekar, dan mereka sangat bergairah seperti api! Mereka suka laki-laki pemberani yang bisa mengalahkan banteng..."     

Pria paruh baya di sampingnya sama sekali tidak tertarik. Dia menggeleng singkat. Dia merasa agak terganggu, karena dia juga merindukan kampung halamannya.     

Pria tua itu tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah pria paruh baya tersebut mengambil beberapa langkah menjauhinya. Kemudian, dia mulai bergumam pada dirinya sendiri, "Aku belum menceritakan rumah kecil yang kupunya di desa di Lucio. Pinus hijaunya pasti menutupi seluruh dinding, dan bunga berwarna kuning muda adalah bunga paling cantik daripada bunga lain. lantai di pojokan pasti sudah melengkung sekarang, tapi aku tidak bisa kembali untuk membetulkannya..."     

Pria tua itu telah meninggalkan kampung halamannya selama lebih dari 30 tahun. Dia takut dia akan mati dalam perjalanannya kembali ke kampung halaman.     

Suaranya semakin dalam. Air mata keluar dari sudut matanya. Dia terus bertanya pada dirinya sendiri, "Pulang? Haruskah aku pulang?"     

Kemudian, tiba-tiba dia mengambil keputusan. Kepalan tangannya mengayun kuat dan berteriak, "Aku akan pulang!"     

Glinton agak kaget dan bertanya, "Kau baik-baik saja?"     

Pria tua itu nyengir. "Ya! Aku akan pulang!"     

Wajahnya bercahaya.     

Kemudian dia menambahkan, "Sebelum aku mati, sungguh menjadi berkah yang sangat luar biasa karena punya kesempatan mendengarkan simfoni di sini dari Tuan Evans. Ini adalah masterpiece dari gabungan musik rakyat dan simfoni! Setelah aku pulang, kurasa aku akan merindukan Tuan Lucien Evans dan musiknya yang luar biasa!"     

Glinton buru-buru mengangguk dan setuju. "Kau benar! Saat gerakan pertama terdengar, aku agak ragu. Aku tidak tahu bagaimana harus berkomentar. Tapi setelah mendengarkan gerakan kedua, aku bisa berkata dengan yakin kalau New Country Symphony lebih dari sekadar luar biasa. Musik itu akan menjadi masterpiece klasik! Mungkin hanya sedikit di belakang Simfoni Takdir..."     

Glinton menggunakan dua jarinya dan berpendapat setipis apa perbedaan kualitas musik New Country Symphony dengan Simfoni Takdir. Dalam benaknya, Glinton lebih menyukai Simfoni Takdir. Mungkin karena dia masih bisa pulang ke rumah kadang-kadang.     

Kemudian Glinton menghela napas. "Kira-kira simfoni macam apa yang bisa digunakan untuk penutup, karena bahkan New Country Symphony saja tidak layak jadi penutup."     

Orang-orang sudah mengira bahwa Takdir dimainkan pada pembuka, karena itu mewakilkan pencapaian Lucien di masa lalu. Tapi dalam benak mereka, mereka merasa kalau masterpiece ini, New Country Symphony, benar-benar cukup menjadi musik penutup dari simfoni, tapi ternyata tidak.     

Pria tua itu tersenyum. "Mungkin lebih baik dari New Country Symphony. Aku percaya pada Tuan Evans."     

"Aku juga." Glinton berbalik dan melihat ke arah dinding kristal lagi.     

Mereka semua tidak sendirian. Orang-orang menunggu musik penutup dengan harapan besar serta kepercayaan pada musisi muda itu dalam benak mereka.     

...     

Di Aula Pemujaan.     

Elena mengusap air matanya dan berujar pada Felicia dengan suara pelan, "Aku bisa mengatakan seberapa besar rasa rindu Lucien pada kampung halaman, kerabat, dan teman-temannya selama tiga tahun ini. Perasaannya terdengar sangat nyata dalam musik, dan perasaan yang sebenarnya sangat menyentuh."     

Mata Felicia juga agak merah karena menangis. "Musiknya mengingatkanku saat melakukan perjalanan dengan Tuan Victor. Awalnya aku tidak merasa terlalu rindu, tapi setelah satu bulan, aku mulai kangen orang tua dan kamarku. Aku mencoba mengubah emosi itu menjadi musik, jadi aku menulis musik piano yang pernah kau dengarkan. Tapi tetap tidak bisa dibandingkan dengan milik Lucien. Musiknya benar-benar membuatku terinspirasi lagi ... Mungkin, mungkin aku mulai kagum pada Lucien..."     

Sebagai murid yang belajar musik bersama Lucien di kelas Victor, meski Felicia terkejut dan semakin terkejut berkali-kali dengan bakat serta musik yang ditulis Lucien, dia juga menghormatinya sebagai musisi hebat. Dia tak pernah merasakan kekaguman seperti yang ada di dadanya saat ini.     

"Aku juga." Elena tersenyum.     

Felicia meletakkan tangan kirinya di dada dan berkata, "Mari tunggu simfoni terakhirnya. Mari semakin mengagumi Lucien!"     

"Grace bilang padaku kalau Tuan Franz dan Tuan Fabbrini sama-sama memuji Ode to Joy sangat tinggi, lebih tinggi dari New Country Symphony," kata Elena. "Lucien tidak akan mengecewakan kita. Saat aku tua nanti, aku bisa bercerita dengan cucuku di depan perapian kalau aku berteman dengan musisi legendaris itu..."     

...     

Di balkon untuk para bangsawan, setelah mendengar apa yang dikatakan Christopher, Natasha bertanya, "Tuan Presiden, apa Anda mau pergi sebelum menyelesaikan penulisan musik religius?"     

"Mungkin kampung halamanku bisa lebih memberikan inspirasi padaku." Christopher tersenyum tenang. "Yang Mulia, apa Lucien pernah cerita tentang New Country Symphony pada Anda di surat? Anda tampak terkesan seperti kami, seolah Anda pertama kali mendengarnya."     

Natasha mengangkat alisnya sedikit dan membalas, "Pertama kali kudengar. Dia pintar menyimpan rahasia. Tapi aku tidak kaget dengan temanya karena aku tahu seberapa besar dia merindukan Aalto dari surat-suratnya. Tentu saja, aku punya perasaan yang berbeda pada New Country Symphony. Biar bagaimanapun, Aalto adalah kampung halamanku, dan kenanganku ada di sini. Musik Lucien mengingatkanku pada masa kecil saat aku melakukan perjalanan di Holm."     

Grand duke setuju. Meski simfoni itu memicu banyak kenangannya, sebagai pria yang lahir dan besar di Aalto, dia tidak terlalu merasakan nostalgia.     

"Saya merasakan hal yang sama, tapi saya merasakan nostalgia saat saya melakukan konser tur." Victor mengangguk dan memuji muridnya tinggi-tinggi. "Saat itu, saya sangat merindukan Aalto. Saya merindukan tempat yang saya bangun bersama Winnie. Tapi Love Symphony saya tidak tentang itu, dan saya juga tidak berpikir bisa membuat musik sebagus itu..."     

Othello menggeleng singkat dan menukas, "Saya punya perasaan campur aduk tentang simfoninya. Saya sangat suka gerakan keduanya, tapi tidak suka struktur bagian lain. Saya harap Ode to Joy bisa lebih konsisten."     

"Pasti itu musik luar biasa yang bisa dibandingkan dengan Simfoni Takdir." Natasha percaya dengan temannya.     

Meski tidak sulit mendengarkan latihan Lucien sebelumnya, dia menahan diri untuk melakukannya dan menyimpan penantiannya untuk hari ini.     

Victor juga mengangguk. "Saya yakin Lucien tidak akan mengecewakan kita."     

"Jangan memberikan terlalu banyak tekanan pada anak muda." Christopher menyeringai. "Tapi harus kukatakan kalau saya juga sangat, sangat menantinya."     

Grand duke berujar dengan perasaan campur aduk, "Mari tunggu dan lihat."     

Count Hayne, Count Rafati, kardinal Gosset, dan orang lain semuanya menunggu penutup konser.     

...     

Di belakang panggung.     

Batuk Lucien semakin parah.     

"Tuan Evans, Anda baik-baik saja? Mungkin lebih baik meminta Tuan Franz untuk memimpin bandnya..." saran Fabbrini.     

Lucien menutup mulutnya dan menggeleng. "Aku ... tidak apa. Hanya sementara. Aku sudah melakukannya hampir tiga jam, dan akan baik-baik saja dalam satu jam terakhir. Begini-begini aku kesatria!"     

Karena Lucien cukup sering batuk-batuk, tapi tidak ada hal parah yang terjadi, orang-orang di balik panggung menuruti Lucien dan jadi tidak terlalu khawatir.     

Lucien melihat Fabbrini dengan tulus dan berkata, "Tidak ada penyanyi bariton yang luar biasa di Aalto, jadi ... tolong, Tuan Fabbrini, meski aku tahu itu sulit."     

Opera tidak sepopuler simfoni di Aalto. Makanya, jadi sulit juga mencari penyanyi opera di sini.     

Wajah Tuan Fabbrini agak merona ketika ditatap Lucien. "Saya jamin, Tuan Evans. Saya sudah banyak berlatih dan tidak akan mengecewakan Anda."     

Dengan menggunakan teknik rahasia dari gereja, Fabbrini kini bisa menggunakan tenggorokannya dengan baik untuk menyanyikan bagian-bagian yang berbeda, yang mana butuh banyak waktu untuk latihan.     

Lucien mengangguk dan berdiri. Dia melihat ke para penyanyi dan paduan suara, kemudian mengangkat tangannya. "Teman-teman, ayo lupakan kalimat lama yang biasanya dan bernyanyilah untuk bersuka cita!"     

"Menyanyi untuk suka cita!" Semua orang di balik panggung mengulang dengan semangat yang menggebu-gebu.     

Ketika Fabbrini dan para anggota paduan suara bersiap-suap, Lucien membenarkan setelannya sedikit dan keluar dari balik panggung dengan percaya diri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.