Singgasana Magis Arcana

Reuni



Reuni

0Franz menjadi emosional akan ingatannya. "Saya bekerja, dengan sangat keras ... saya juga begadang semalaman untuk belajar musik dan menulis musik. Tak lama kemudian, tubuh saya jadi lemah, dan saya sulit berpikir jernih. Saya tidak bisa fokus. Orang-orang di sekitar saya mengatakan bahwa saya seperti mayat hidup berjalan, dan mereka menyuruh saya menyerah pada musik, meski mereka tahu musik saya tidak seburuk itu ... Saya juga tahu. Saya tidak bisa memberi makan ibu dan adik-adik saya dengan musik. Saya sangat tertekan oleh hidup ... Saya berada dalam batas kesabaran saya setiap harinya. Saya baru akan menyerah dari cita-cita, karena saya tidak bisa hidup untuk diri saya sendiri. Saya masih punya keluarga."     

Franz terdengar seolah dia akan menangis. Banyak musisi dan murid yang hadir di sana juga merasakan hal yang sama. Mereka tahu betapa berat jalan ini, dan betapa besar tekanan yang diciptakannya. Mereka menghadapi kelelahan tanpa henti setiap saat, menunggu hari di mana bakat mereka muncul.     

Tentu saja, mereka harus mengakui kesulitan yang mereka hadapi tidak ada apa-apanya dibandingkan yang dialami oleh Franz. Sehingga, mereka semua menjadi lebih memiliki tekad kuat bahwa mereka harus berusaha keras dan memegang teguh cita-cita mereka hingga bisa berdiri di panggung seperti Franz suatu hari nanti.     

Dalam pikiran mereka, Franz, setelah menunjukkan skill permainan pianonya yang hebat dan mendapatkan komentar tinggi dari Tuan Evans, sudah menjadi musisi yang sukses. Perhatian yang diterima Franz sekarang bisa dibandingkan pada saat ketika Tuan Evans dipuji oleh Tuan Christopher.     

Ketika melihat pemuda di panggung, Lucien juga terharu. Jika dia tidak mengambil risiko besar untuk meningkatkan kekuatan spiritualnya, sehingga memperkuat ingatannya, bahkan jika dia punya perpustakaan jiwa, Lucien tetap kesulitan mempelajari musik saat itu. Tanpa fondasi pengetahuan musik yang benar, bahkan meski Lucien memiliki masterpiece terbaik di perpustakaan, dia tidak akan berani menyajikannya pada orang-orang.     

Air mata timbul di mata Franz. Sambil melihat ke arah Tuan Evans, Tuan Christopher, dan Tuan Victor, dia menambahkan, "Saat saya akan membuang cita-cita musik saya, saya memutuskan untuk pergi ke konser murahan sebagai salam perpisahan terhadap karir yang saya cintai. Tapi saya meremehkan gairah saya terhadap musik. Ketika saya ada di konser, saat hati saya dipenuhi dengan simfoni, sonata, dan concerto, saya sadar kalau arti hidup saya bergantung pada musik. Penderitaan yang luar biasa menyelimuti saya, jadi saya berniat pergi dari sana. Tapi ... saat itu, saya mendengar pembukaan Simfoni Takdir yang sempat membuat napas saya berhenti! Ritme yang intens dan kecepatannya membuat saya tertekan, seperti beban berat dari hidup saya. Tapi dalam simfoni itu, saya mendengar tekad yang luar biasa ... saya mendengar keberanian yang heroik! Saya mendengar Tuan Evans bertanya pada saya—apa kau akan menyerah dan tunduk pada takdir? Apakah takdir yang membuatmu menyerah pada musik atau kau sendiri? Apa kau akan bertarung atau kabur seperti seorang pengecut? Ketika simfoni berakhir, saya keluar dari pekerjaan dan menjadi seorang bard. Sejujurnya, saya selalu dipandang remeh oleh para bard saat itu ... Setiap kali saya merasa ingin menyerah, saya memainkan Simfoni Takdir dan juga Pathétique untuk diri saya sendiri. Akhirnya segalanya mulai bangkit. Saya mulai bisa membantu keluarga dan merasa bebas mengejar mimpi saya."     

Franz meletakkan tangan kanannya di dada dan membungkuk pada Lucien dengan sangat hormat. "Tanpa Anda, tanpa kepercayaan dan keberanian Anda dalam musik, saya tidak akan bisa sampai sejauh ini. Anda adalah mentor saya yang sebenarnya, dan ini merupakan kehormatan terbesar saya saat Anda ada di sini dan mendengarkan konser pertama dalam hidup saya. Sekali lagi, terima kasih, Tuan Evans."     

Tepuk tangan meriah bagai petir menggema di aula.     

"Kaulah orang yang membuat keputusan tepat," ujar Lucien emosional.     

Kemudian, Christopher dan Victor juga memberikan komentar yang sangat baik.     

Tak lama, pemuda pemberani itu menunjukkan gaya musik uniknya dalam bagian simfoni. Meski musiknya belum matang, perasaan dan harapan besar yang terdapat dalam musiknya seperti angin musim semi yang menyejukkan hati semua orang.     

Ketika Lucien mendengarkan simfoni Franz dengan saksama, tiga wanita masuk ke dalam aula. Salah satunya memiliki rambut merah dan bibir yang mengerucut, satunya lagi memiliki mata hijau dan tampak manis, sementara sisanya memiliki rambut hitam tampak dewasa dan elegan.     

Felicia, Elena, dan Grace, setelah mendengar berita bahwa Lucien kembali, mereka buru-buru menuju ke aula disaat bersamaan.     

Setelah melihat musisi muda yang duduk di baris pertama, mereka semua menghela napas lega—itu Lucien.     

Lucien sadar kalau teman-temannya sudah datang. Dia berbalik dan tersenyum. Kemudian dia meletakkan jarinya di bibir, memberitahu para wanita itu untuk diam dan menikmati musiknya dulu.     

Felicia, gadis bangsawan dari tiga tahun yang lalu, kini tampak lebih dewasa. Sepertinya, perjalanannya dengan Tuan Victor mengajarkannya banyak hal. Penampilan Elena juga berubah banyak. Wajahnya yang tampak agak lelah dan riasan elegan itu membuatnya tampak manis dan cantik. Grace kini merasa lebih santai setelah beban berat dalam hatinya telah hilang.     

Tiga tahun telah berlalu. Meski mereka sering melihat nama Lucien di koran, mereka tetap merasa agak aneh ketika menghadapi Lucien.     

Lucien pun merasakan hal yang sama.     

...     

Setelah konser, Lucien membuat janji dengan Franz untuk bicara tentang pengembangan musik berdasarkan syair panjang esok hati. Kemudian, dia mengunjungi alamat yang familiar—Jalan Snehva No. 12—bersama dengan Tuan Victor dan teman-temannya. Victor akan mengajak semuanya makan siang untuk menyambut kedatangan Lucien di kediamannya.     

Setelah Victor pergi untuk bicara pada pelayannya, Tuan Athy, Felicia, dan Elena yang terus diam dalam perjalanan pulang, akhirnya bicara pada Lucien. "Selamat datang kembali, Lucien."     

Waktu sudah berlalu sangat lama, dan mereka tidak tahu dari mana dan bagaimana harus bicara pada Lucien.     

"Tuan Evans, terima kasih untuk suratnya." Grace juga menunjukkan apresiasinya.     

Lucien tersenyum dan mulai membicarakan pengalaman menarik yang dia alami selama perjalanan. Akhirnya, mereka mulai merasa nyaman.     

Saat itu, seorang pelayan membuka pintu ruangan, dan wanita besar yang kuat dan mengenakan gaun panjang ketat berlari masuk. Dia langsung memberikan Lucien sebuah pelukan erat dan terisak. "Akhirnya! Akhirnya kau kembali! Kupikir kau bertemu perampok dan serigala..."     

Setelah mendapatkan pesan dari Victor, dia buru-buru datang bersama Joel dan Iven.     

"Alisa, lepaskan Evans." Joel tersenyum. "Dia tidak takut dengan hal-hal itu ... dan, selamat datang kembali."     

Kehidupan bangsawan tidak memperlambat penuaan Joel. Begitu banyak kerja keras memunculkan beberapa keriput tambahan di wajahnya.     

"Aku sangat merindukan kalian," ujar Lucien emosional.     

Joel berkata pada anaknya, "Iven, ayo ... beri salam pada Lucien."     

Iven telah berubah banyak. lebih spesifiknya, dialah yang paling berubah. Kini dia tumbuh lebih tinggi daripada Lucien. Dia tampak seperti kakak dan ayahnya, wajah remaja Iven mulai terlihat tampan dan mulai tumbuh jenggot.     

Sambil melihat Lucien, Iven tampak malu-malu, seolah dia berhadapan dengan orang asing. Dia menunduk, kemudian berujar pada Lucien, "Selamat datang kembali."     

Tiga tahun adalah waktu yang panjang bagi Iven. Normal kalau seorang pemuda merasa malu-malu.     

...     

Setelah mengobrol singkat, Lucien mulai merasa agak lelah karena menghadapi usaha bibi Alisa untuk mencarikannya seorang istri dan mendesak Lucien agar segera memiliki anak, jadi dia pamit menuju toilet.     

Saa itu, Grace mengikutinya. "Saya punya sesuatu yang harus saya katakan pada Anda, Tuan Evans." Grace sangat memelankan suaranya.     

"Ya?" Lucien agak kaget.     

"Setelah saya datang ke Aalto, sempat ada pria seperti badut yang diam-diam bertanya pada saya tentang Anda." Grace tidak berbasa-basi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.