Singgasana Magis Arcana

Tuan Evans Kembali!



Tuan Evans Kembali!

0Lucien tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya ingin bercanda, tapi candaannya menyenggol bagian paling lembut dan paling menyakitkan dari hati Natasha. Dia ingin menenangkan Natasha tapi tidak tahu caranya.     

Melihat wajah Lucien yang malu, Natasha menggigit bibirnya pelan dan berkata, "Tidak apa, Lucien. Tak peduli apapun yang terjadi, itu adalah bagian dari diriku. Aku selalu mencoba menghargai dan belajar dari pengalaman. Itu sikapku. Jangan khawatir, Lucien. aku tidak akan menyalahkanmu karena mengatakan sesuatu yang tidak kau sengaja."     

"Yah ... kalau begitu, aku akan berkata jujur, Natasha," ujar Lucien dengan nada pura-pura serius. "Satu-satunya hal yang kupelajari dari ingatan dan sejarah adalah ... kita tidak bisa mempelajari apapun."     

Natasha awalnya terdiam sedetik, kemudian tertawa bersama Lucien. Dia tertawa terbahak-bahak sampai tak bisa menjaga punggungnya tetap tegak seperti kesatria, seperti bunga violet yang subur.     

"Mungkin apa yang kaukatakan itu benar. Lain kali saat aku bertemu dengan kekasihku, aku akan tetap memberikan segala yang kumiliki padanya," kata Natasha dengan suara agak serak setelah tertawa terbahak-bahak. "Aku tidak belajar apapun dari sejarah."     

"Semoga beruntung, Yang Mulia. Kuharap kau bisa bertemu dengan wanita yang hebat dan punya hubungan romantis tak lama lagi," kata Lucien tulus.     

"Tak lama lagi?" Natasha menaikkan alisnya yang indah dan membalas, "Memangnya aku tipe orang yang bisa melupakan kisah cinta dan masa lalunya dengan cepat? Ayolah ... aku tidak begitu!"     

Meski dia tampak marah, Lucien bisa tahu kalau Natasha kini merasa jauh lebih baik dengan mengeluarkan kesedihan yang tak bisa dia bagi dengan orang lain.     

"Umm ... Kau bukan orang seperti itu. Kalau begitu, boleh kukatakan kalau kau tidak punya banyak pengalaman cinta? Kau mengatakan bahwa bisa mengajariku, tapi sekarang aku sangat meragukannya." Lucien nyengir.     

"Lebih baik daripada kau." Natasha membalas cepat. "Selain itu, biar kuingatkan, kalau kau tidak sadar—aku juga seorang wanita, dan setidaknya aku sudah merasakan hubungan kisah cinta. Di depanmu, aku masih memiliki kualifikasi sebagai guru untuk memberitahu padamu caranya mengejar perempuan. Kau bahkan belum pernah memegang tangan perempuan!"     

Lucien mengedikkan bahu. "Jangan mengatakannya terus..."     

"Baiklah, topik lain kalau begitu. Ciuman pertamamu masih belum diberikan ke perempuan lain, 'kan?" Natasha tersenyum jahil. "Sayang sekali ... Bibir perempuan itu..."     

"Hey ... jangan bersikap seperti orang mesum, oke?" Lucien memutar mata.     

Natasha menepuk tangannya dan tertawa. "Akui saja, Lucien, dasar bocah polos. Akui kalau aku punya banyak hal untuk mengajarimu tentang hal-hal itu!"     

"Baiklah, baik. Kau menang." Lucien mengangkat kedua tangannya.     

Tuan putri tersenyum, ekspresinya seperti bunga. Kemudian dia melihat ke arah Lucien dan berkata dengan suara lembut, "Terima kasih, Lucien."     

"Aku temanmu." Lucien mengangguk dan tersenyum.     

"Tawa yang menyenangkan selalu mengingatkanku bahwa kehilangan kekasih bukan berarti akhir dari kehidupanku," ujar Natasha. "Aku masih punya ayahku, saudara, bibi Camil, dan kau, temanku. Aku bisa melewati ini," kata Natasha. "Kemudian aku akan mengenalkanmu pada wanita yang baik."     

"Biarkan aku menangani itu sendiri..." Lucien menggeleng dan tersenyum.     

Natasha kini jadi lebih serius dan mulai menceritakan pada Lucien bagaimana keadaan keluarganya. "Setelah membangkitkan kekuatan Berkahnya, John menjadi seorang kesatria dan diberikan gelar Lord. Seperti gurunya, Venn, John melayani keluargaku, keluarga Violet. Kini dia punya wilayahnya sendiri dan sebuah villa kebun."     

Lucien nyengir. Dia benar-benar merasa senang pada temannya.     

"Pamanmu dan bibi Alisa sudah belajar sikap bangsawan selama beberapa tahun terakhir untuk membantu John dan menciptakan relasi pada bangsawan lain." Natasha melanjutkan, "Meski mereka sering dipandang rendah oleh bangsawan lain, mereka akhirnya berhasil melakukannya, demi anak mereka. Sekarang paman Joel, yang dikenal sebagai 'Pemain Harpa Delapan Jari', memiliki reputasi di antara pada bangsawan. Tapi kurasa, di antara pada bangsawan, pamanmu benar-benar merasa senang saat dia bermain musik..."     

"Syukurlah!" Tidak ada yang lebih baik daripada melihat seluruh kerabat dan teman-temannya juga mengejar kehidupan mereka agar menjadi lebih baik seperti Lucien sendiri.     

"Sementara Iven, dia tumbuh besar, dan dia jadi pemuda sekarang. Iven masih berada dalam latihan kesatria yang keras. Felicia baru saja mengadakan konser pertamanya, dan hasilnya tidak buruk. Dia siap memulai karirnya sebagai seorang musisi. Lalu Elena, setelah berusaha keras belajar musik selama tiga tahun dan melawan perjodohannya, kini dia direkrut oleh band besar. Jadi dia sekarang punya karirnya sendiri dan tidak butuh bergantung pada laki-laki lagi..."     

Natasha tersenyum. "Pierre, setelah mengalami depresi selama dua tahun, akhirnya dia bangkit dan mulai belajar permainan jari yang dikembangkan olehmu. Dengan menggabungkan skill dengan permainan jari Harpsichord, dia menemukan gaya permainannya sendiri. Muridmu, Grace, selalu belajar dengan giat dan dipuji oleh beberapa musisi. Sementara Lott dan Herodotus juga menjadi master instrumentalis yang hebat..."     

Lucien merasa tersentuh, karena dia mendengar berita tentang teman-teman dan keluarganya. Selain itu, karena fakta bahwa, sebagai tuan putri dan calon Grand Duchess , Natasha terus mengumpulkan informasi orang-orang tak bergelar itu hanya untuk Lucien.     

"Omong-omong, John tidak ada di Aalto sekarang. Berdasarkan aturan, kesatria baru harus bergabung dengan Kesatria Violet dan mengawal Benteng Pegunungan Kegelapan atau Benteng Utara selama lima tahun, kemudian dia akan dikirim ke tempat lain tergantung kebutuhan duchy. Dia ada di Pegunungan Kegelapan sekarang. Kalau kau ada di sini lebih lama, mungkin dia akan kembali saat liburan..."     

Setelah bicara begitu, Natasha diam dan melihat senyum lembut di wajah Lucien. Dia merasa agak aneh. "Lucien, kenapa kau melihatku seperti ini?"     

"Aku sangat, sangat menghargai bantuanmu," ujarnya tulus. "Terima kasih telah mengumpulkan semua informasi itu untukku."     

Natasha menyeringai. "Tentu saja. Aku yang terbaik!"     

Obrolan mereka berlangsung hingga fajar. Saat sinar mentari pagi menerangi langit, Natasha berdiri dengan enggan dan berkata, "Kurasa aku harus pergi sekarang."     

Kemudian dia berujar pada Lucien, "Paman dan bibimu harusnya ada di luar kota sekarang, di manor John, jadi mungkin kau mau mengunjungi Tuan Christopher dan Tuan Victor di Asosiasi Musisi dulu. Lalu adakan konsermu secepatnya, jadi kau bisa mengucapkan selamat tinggal pada identitasmu sebagai musisi. Sayangnya kau tidak punya simfoni baru yang levelnya sama dengan Simfoni Takdir. Kalau tidak, konser terakhirmu pasti akan dicatat dalam sejarah, dan kau tidak akan punya penyesalan dalam karirmu sebagai musisi. Maksudku, Moonlight dan Storm juga bagus. Konsernya pasti akan sukses besar. Jangan khawatir."     

"Saat aku melakukan perjalanan, aku memang memikirkan gaya musik yang berbeda-beda, dan aku memang punya beberapa gerakan. Tapi aku tidak yakin apakah aku masih punya cukup waktu untuk menyelesaikannya..." Lucien menghela napas singkat.     

Lucien menggunakan musik untuk menenangkan dirinya. Dengan menggabungkan gaya musik dari seluruh dunia yang berbeda-beda, Lucien mengembangkan beberapa gerakan sendiri berdasarkan New World Symphony oleh Antonín Dvořák. Karena Lucien masih jauh dari menjadi master musisi yang sebenarnya, simfoni yang dia tulis dan New World Symphony sangat mirip.     

"Wow ... aku tak sabar ingin mendengarnya." Natasha tampak bersemangat, dan wajahnya bersinar. "Kau tertarik dengan musik religius tidak? Kurasa musik yang memuja Tuhan cukup baik untukmu ketika Gereja—ah, lupakan, aku bodoh. Kau adalah penyihir yang tak punya keyakinan."     

Lucien nyengir dan mengangguk. Kelihatannya Natasha semakin santai mengenai agama, atau setidaknya mengenai Gereja.     

Obrolan mereka berlangsung agak panjang ketika membicarakan musik. Saat matahari terbit, Natasha akhirnya teringat pada waktu dan pamit pada Lucien.     

Saat terbang di langit pagi, Camil melihat ke arah tangan kanan Natasha agak bingung.     

"Ada apa?" tanya Natasha. Dia tidak melihat perbedaan di tangan kanannya.     

"Tidak ada apa-apa." Camil menggeleng.     

...     

Di depan gedung unik Asosiasi Musisi, Lucien—setelah bercukur dan menghilangkan warna rambutnya—menatap bagunan tersebut.     

Rasanya agak aneh. Gedung itu tampak familiar, tapi juga aneh. Dalam gedung itu, Lucien bahkan masih memiliki ruangan eksklusifnya sendiri.     

Setelah Natasha pulang pagi tadi, Lucien mengatakan pada Leo bahwa misinya sudah selesai. Namun Leo ingin ikut dengan Lucien ke Allyn dan menjadi butler Lucien yang sebenarnya. Setelah mempertimbangkannya, Lucien setuju. Tapi dia meminta Leo untuk menunggunya di Aalto dulu sampai dia kembali dari Pegunungan Kegelapan. Lucien tidak yakin apakah dia bisa melindungi dirinya sendiri dengan baik di gunung, apalagi menjaga Leo.     

Tawa orang-orang di sekitar menyadarkan Lucien dari lamunannya. Mereka adalah turis yang tinggal di Aalto lebih lama setelah festival musik. Mereka berjalan-jalan di sekitar Asosiasi Musisi dengan santai, berharap akan beruntung bisa bertemu dengan musisi yang mereka sukai di sini.     

Setelah membenarkan jaketnya sedikit, Lucien berjalan menaiki tangga. Ada beberapa musisi muda dan instrumentalis berdiri di sana.     

Seorang pengawal melangkah maju. Ketika dia akan menghentikan pemuda itu, si pengawal buru-buru mengusap mata dan mulutnya menganga lebar. "Tuan E ... Evans ... Selamat pagi, Tuan Evans!"     

Suaranya keras. Beberapa turis menoleh, begitu pula musisi muda dan instrumentalis di tangga.     

Setelah melihat wajah pemuda itu dengan jelas, para musisi dan instrumentalis sedikit menunduk dan berujar dengan sikap hormat dan bersemangat, "Selamat pagi, Tuan Evans. Selamat datang kembali!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.