Singgasana Magis Arcana

Pembukaan Pesta



Pembukaan Pesta

0Di jalanan utama Korsor, Lucien, bersama dengan Joanna, Betty, dan Simon, berjalan santai menuju gerbang kota. Di langit, seekor elang terbang tinggi di atas mereka sambil membawa paket di punggungnya. Satu keranjang daging segar tergantung di depan dada elang itu.     

"Tuan Evans, apakah Anda benar-benar akan meninggalkan Korsor hari ini?" Betty tampak sedih. Saat dia mendengarkan musisi dari asosiasi itu mencoba memainkan dua gerakan yang diciptakan oleh Tuan Evans setelah notasinya didaftarkan, Betty sangat yakin kalau pemuda tampan dan elegan tersebut adalah musisi favoritnya, Lucien Evans, yang pernah dikencaninya dalam mimpi.     

Variasi-variasi teknik permainan piano yang rumit, melodi yang sangat indah, semangat yang mendebarkan, serta tekad luar biasa, semua itu adalah perwakilan yang paling mencolok dari gaya unik Tuan Lucien Evans. Moonlight Sonata, sudah tidak diragukan lagi, merupakan mahakarya lain yang sangat luar biasa dari Lucien Evans.     

Sebelumnya, ketika Lucien berjalan tanpa arah di jalanan Korsor, dia sangat memerhatikan hal-hal yang bisa menjadi pesan rahasia dari penyelenggara perkumpulan penyihir. Sesuai dugaan Lucien, perkumpulan itu ditunda. Karena kematian Hunt, perkumpulan itu ditunda tiga hari lagi, tapi masih diadakan di tempat yang sama. Namun, Lucien tetap tidak ingin tinggal di Korsor lebih lama, demi menghindari masalah yang tidak penting.     

Sehingga, dia tersenyum pada Betty dan berujar, "Maaf, aku masih punya urusan penting lainnya. Kalau kau terus menjalani latihan kesatriamu, mungkin kita akan bertemu lagi di Aalto saat kau sudah menjadi kesatria sejati. Kalau itu sungguhan terjadi, aku akan membuatkan lagu dan memainkannya khusus untukmu."     

"Sungguh?" Betty sangat terkejut karena idolanya menjanjikan hal seperti itu padanya. Dengan motivasi yang besar, Betty mengangguk yakin. "Saya pasti akan menjadi kesatria sejati."     

"Terima kasih, Tuan Evans, telah menyemangati Betty. Hal itu sangat berarti baginya." Joanna dan Simon sangat menghargai kebaikan Lucien.     

"Itu hanya sebuah hadiah kecil." Lucien berbalik. "Sebenarnya juga karena perjalanan kita sangat mengesankan. Yah, aku harus pergi sekarang."     

"Tunggu, Tuan Evans. Anda tidak perlu dikawal lagi? Ini sudah hampir malam ..." Betty masih tidak ingin berpisah dengannya.     

Lucien sedikit memiringkan kepalanya dan tersenyum. "Kau pikir aku butuh pengawalan, Betty?"     

"Hmm. Lalu, kalau boleh saya tahu, mengapa Anda menyewa kami?" tanya Joannya penasaran.     

"Menurutku itu enak, karena pengawal bisa membereskan semua halangan yang ada selama perjalanan. Tapi sekarang, karena hal yang telah terjadi pada baron, aku punya urusan mendesak dan harus segera kuselesaikan. Dengan jalan sendiri, aku bisa lebih cepat karena bisa memotong jalan, daripada hanya duduk di dalam kereta." Jawaban Lucien tidak jelas, tapi juga beralasan, sehingga para pengawalnya tidak curiga sama sekali.     

"Begitu, ya ..." gumam Betty. "Kalau begitu hati-hati, Tuan Evans."     

"Iya." Lucien melambaikan tangannya. "Kalian bertiga juga. Semoga kita bisa bertemu lagi."     

Melihat sosok Lucien yang mulai menghilang di bawah sinar matahari sore, Betty, Joanna, dan Simon hampir merasa kalau perjalanan itu adalah mimpi.     

Setelah memeriksa dompet mereka yang penuh dengan kepingan thale, mereka tahu kalau pengalaman luar biasa itu bukan mimpi. Apa yang mereka harus lakukan sekarang adalah membayar seorang bangsawan agar mereka bisa menjalani pelatihan kesatria resmi.     

...     

Asosiasi Musisi, Korsor.     

Caspar berdiri di samping konter aula. Dia menatap tempat di mana Lucien menulis suratnya. "Christie, bagaimana kalau kita membangun sebuah patung Lucien Evans yang terbuat besi dan baja di sini? Lalu kita beritahu orang-orang kalau musisi muda jenius Lucien Evans pernah menciptakan salah satu piano sonata yang terkenal di sini. Maksudku, di sini!" Caspar menunjuk konter. "Aku berani taruhan kalau banyak bangsawan besar pasti akan mengunjungi asosiasi karena patung itu."     

Setelah Lucien menolak tawaran untuk mengadakan konser, Caspar kini mencari beberapa ide baru.     

"Bisa ... kurasa ..." Christie bergumam seolah dia masih ada di alam mimpi. Dia rupanya tidak mendengarkan kalimat Caspar.     

Caspar menyentuh dagunya sambil berpikir. Alisnya mengerut dan bicara asal pada Christie. Keduanya kini tenggelam dalam dunia mereka masing-masing yang berhubungan dengan musisi terkenal, Lucien Evans.     

Kali ini, salah satu staff asosiasi kembali. "Tuan Caspar, saya sudah mengantarkan Tuan Wise ke villa untuk istirahat dulu. Apakah ada perintah lainnya?"     

"Tidak ada. Pokoknya jangan ganggu aku." Caspar mengibaskan tangannya tak sabar. "Bagaimana menurutmu kalau kita memajang foto Tuan Evans di aula?"     

....     

Di minggu ketiga bulan Juli, terdapat bulan perak yang bersinar di langit malam. Bulan itu memancarkan sinarnya yang terang dari langit.     

Sambil bermandikan cahaya bulan, Lucien dengan gesit melintasi pegunungan dan hutan. Tak lama kemudian, dia sudah bisa melihat danau cantik seperti kaca yang terletak dekat dengan kastel.     

Kastel itu masih sama seperti yang Lucien lihat terakhir kali. Menara—tajam, tinggi, dan ramping—yang mengelilingi bangunan utama tampak seperti telapak iblis yang mengerikan di langit malam. Menara itu terlihat seolah mencakar dan membelah langit. Tapi kali ini, sudah terdapat banyak orang bertudung hitam yang sedang menunggu di luar kastel. Lucien melirik sekilas dan menyadari kalau setidaknya ada 300 atau 400 orang di sana.     

Di antara kerumunan, terdapat beberapa orang—beberapa laki-laki dan perempuan—yang tampak sangat spesial. Warna jubah mereka berbeda, dan tidak ada tudung yang menyembunyikan wajah mereka, seolah mereka tidak takut dikenali sama sekali. Orang-orang itu membentuk lingkaran yang cukup besar bersama orang-orang lain yang memakai tudung. Mereka mengobrol santai, sementara undangan lainnya menjauhi mereka, seolah mereka takut pada orang-orang yang tak memakai tudung.     

Lucien langsung berpikir dalam hati, kalau orang-orang itu pasti penyihir sejati dan bukannya penyihir tingkat murid. Wujud asli mereka diubah oleh mantra tingkat lingkaran pertama, Disguise Self. Karena mantra itu tidak akan bekerja saat mereka berhadapan dengan orang lain—yang tingkat kekuatan spiritual maupun kekuatan tekadnya lebih tinggi dua level dari mereka, Lucien menebak kalau orang-orang yang tak memakai tudung pasti penyihir level menengah.     

Setelah melakukan penghitungan cepat, Lucien terkejut setelah menyadari hanya ada 23 penyihir sejati di Djibouti, dan dia bertanya-tanya apakah hanya ada 23 orang di seluruh wilayah. Biar bagaimanapun, wilayah kecil—yang mulanya menjadi milik necromancer agung, Wilfred—ini terdiri dari dua duchy dan satu county independen. Luas area itu lebih luas daripada Duchy Orvarit.     

Lucien perlahan berjalan keluar dari bayangan dan bergerak menuju gerbang. Beberapa orang berjubah hitam berbalik badan dan melirik ke arah Lucien. Tapi setelahnya, tak ada yang mau mengajaknya mengobrol lebih dulu. Sehingga Lucien berdiri di samping empat penyihir tingkat murid dan mendengarkan percakapan mereka dengan hati-hati. Percakapan mereka penuh dengan kata-kata semacam, 'tubuh', 'bola mata', 'kebencian', dan 'revenant'.     

"H-hei, aku berasal dari pegunungan bagian selatan Djibouti. Dari mana kau berasal?" Seorang penyihir tingkat murid bertubuh gendut menyapa Lucien. Jubah hitamnya tampak menggembung karena perutnya yang besar.     

"Aku dari Kazan. Senang bertemu denganmu. Kau juga bisa memanggilku dengan nama samaranku, Professor," jawab Lucien sopan.     

Kazan adalah county independen kecil yang dekat dengan kota Dragon Tooth.     

"Oh, Kazan ... Selamat datang di Djibouti. Panggil saja aku Fatty." Rupanya, Fatty tidak pernah mendengar nama Professor sebelumnya. "Mereka adalah Garrupa, Bread, dan Wine."     

Lucien melirik perut Fatty, merasa curiga apakah perut itu sungguhan atau tidak. "Aku pertama kali mengunjungi perkumpulan seperti ini. Tidak kusangka kalau ada banyak orang di sini. Apa masih ada yang akan datang kemari?"     

"Hampir semua penyihir dari negara terdekat dari sini hadir, kecuali orang-orang yang hanya bekerja sebagai penyihir secara independen." Bread, penyihir tingkat murid yang gendut, menjawab pelan. "Aku mendengarnya dari penyihir yang sedang menyamar yang mengantar kami kemari."     

"Penyihir yang menyamar ..." Lucien bergumam.     

"Itu mereka." Fatty menunjuk ke arah 23 penyihir yang sedang berkumpul di sisi lain dengan hati-hati. Dia memperkenalkannya dengan campuran perasaan hormat, takut, dan kagum.     

Bahkan di Aalto sekarang, seorang penyihir tingkat murid nyaris susah mendapat pengakuan sebagai seorang murid, apalagi rasa hormat dalam sebuah perkumpulan. Meskipun mereka dipanggil 'penyihir tingkat murid', ada jarak yang sangat besar antara tingkat penyihir dan penyihir sejati. Sering kali jarak itu tak dapat dicapai oleh banyak orang, walaupun mereka sudah berusaha seumur hidup. Lagipula, untuk beberapa penyihir kuno yang 'gila', penyihir tingkat murid sering dianggap sebagai bahan eksperimen.     

Di perkumpulan ini, hanya ada satu penyihir untuk masing-masing 20 penyihir tingkat murid.     

Saat itu, tiba-tiba, Fatty ketakutan dan suaranya bergetar. "Apa ... apa yang terjadi di sini?"     

Para penyihir itu diam-diam mengepung Lucien dan empat penyihir tingkat murid lainnya.     

"Kau siapa?" Pak tua yang memimpin—dengan tubuh kurus, nyaris serupa mummy—bertanya pada Lucien dengan kasar. "Lebih baik kau mengaku. Kami semua tidak ada yang mengenalimu."     

Pertanyaan itu benar-benar ada di luar dugaan Lucien. Bagaimana caranya para penyihir itu membedakannya dari orang lain?     

Namun, Lucien langsung menyadari kalau itu karena bentuk organisasi di Jamuan Kematian. Setelah viscount menemukan beberapa penyihir yang dirasa tidak dapat dipercaya, para penyihir itu membuat daftar mereka sendiri untuk mengundang penyihir dan penyihir tingkat murid yang lain. Makanya, karena tidak ada yang mengenal Lucien di sini, dia tampak mencurigakan di mata para penyihir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.