Singgasana Magis Arcana

Baron Habearo



Baron Habearo

0Istana milk baron adalah sebuah representatif khas dari gaya arsitektur di akhir periode Perang Fajar. Lobi di lantai satu tampak luas dan indah, dan sebaliknya, jendela-jendela tinggi di atas tampak sempit. Intinya, Lucien merasa bahwa tempat ini terkesan gelap dan misterius.     

"Tuan Habearo sedang menunggu di ruang makan di lantai dua." Kaelyn mengangkat tangan kanannya dan menunjuk ke arah tangga menuju lantai atas. "Lantai pertama kebanyakan digunakan untuk pesta-pesta dan kadang-kadang digunakan untuk pengadilan."     

Ketika Lucien dan Wise sedang berusaha berperilaku sopan, Joanna dan Simon sedang melihat sekeliling karena penasaran, apalagi Betty. Sebelumnya mereka tidak pernah masuk ke istana, dan istana ini bahkan lebih besar dari istana-istana yang mereka bayangkan.     

Setelah menaiki tangga, mereka bergerak menuju koridor yang panjang dan sempit. Di kedua sisi koridor, ada sebaris lilin yang sebagian menerangi ruangan, dan di sebelah lilin-lilin tersebut terdapat beberapa lukisan diri Tuan Habearo.     

"Ini adalah Tuan Habearo I," Kaelyn menjelaskan. "Keluarga Habearo adalah yang pertama diberi perkebunan feodal karena kontribusinya di Perang Fajar. Saya mendengar bahwa kekuatan Berkah yang diterima oleh keluarga sangat kuat … sesuatu yang mengubah dirinya dan musuh-musuhnya menjadi batu. Sesungguhnya saya tak pernah menyaksikan kekuatan tuan secara langsung."     

"Apakah Berkah ini digunakan untuk serangan jarak dekat atau jarak jauh?" Lucien bergumam tanpa dia sadari.     

Setelah mendengar pertanyaan Pak Evans, Simon menjadi semakin yakin bahwa Lucien adalah seorang bangsawan muda yang pernah mendapatkan pelatihan formal kesatria.     

"Maaf, saya tidak yakin, Pak Evans." Kaelyn tersenyum. "Saya tidak tahu cara bertarung."     

Lucien mengangguk dan tetap perjalan menuju ke ruang makan mengikuti Kaelyn.     

Walaupun tak seorang pun pernah menyebutnya, semua, termasuk Lucien, merasa bahwa lukisan-lukisan tersebut tampak hidup dan sedang menatap ke arah mereka dari kedua sisi dinding.     

Kaelyn mendorong pintu untuk membuka ruang makan. Pintu itu terbuat dari kayu merah, bagian belakang pintu ruang makan tersebut didekorasi dengan mewah.     

Di bagian tengah ruang makan, terdapat sebuah meja makan yang panjang, di meja makan tersebut terdapat beberapa set peralatan makan yang terbuat dari porselen yang halus. Beberapa pelayan berbaris di sebelah meja makan, menunggu perintah. Di sisi lain ruang makan, ada sebuah ruangan berisi anggota band yang sedang memainkan musik dengan baik.     

Mereka diminta untuk menyerahkan senjata kepada para pengawal yang sedang berdiri di sebelah pintu. Lucien membuka ikatan pedangnya dan meninggalkan Alert di luar ruang makan. Dia tidak merasa khawatir karena dia masih membawa pisau belati.     

Bangsawan tua yang duduk di bagian ujung meja berdiri dari kursinya untuk menyambut mereka. Walaupun ada beberapa keriput di wajahnya yang tampak kemerahan, rambutnya masih berwarna hitam. Jika Lucien tidak tahu bahwa Baron Habearo sudah berusia tujuh puluh tahunan, dia tidak akan mampu menebak usia aslinya.     

"Selamat datang, selamat datang!" Tuan Habearo mengenakan sebuah jubah berwarna coklat bergaya kuno. "Tamuku! Kedatangan kalian memberikanku, seorang pria tua, banyak energi baru!" Suaranya menggema dan matanya tampak cerah. Cincin giok besar di tangan kanannya tampak sangat indah.     

"Baron Habearo." Lucien selaku pemimpin para hadirin membungkuk hormat kepadanya.     

"Anda pasti Pak Evans." Mata Habearo mengamati Lucien, "Um … muda dan elegan. Lengan dan kaki tampak lumayan kuat." Ketika Habearo sedang berbicara dengan Lucien, dia menatap ke arah wajah, dada, lengan, dan kakinya.     

"..." Lucien merasa tidak nyaman dengan komentar Habearo, dia berpikir bahwa bisa jadi bangsawan tua itu penyuka sesama jenis.     

Lucien baru saja mau mengatakan agar baron itu untuk berhenti menatapinya, tetapi Habearo berbalik dan mulai menyambut orang-orang yang lain.     

Ketika dia sedang menyambut Betty, dia mulai menatap ke arahnya dengan tatapan mesum. Betty hampir memutar matanya. Saat Habearo menyadari kesalahannya, Habearo meminta maaf dengan senyuman yang kaku, "Maaf atas kelakuan saya yang buruk. Saya adalah seorang pria tua, lemah secara fisik dan mental. Setiap kali saya melihat anak muda, saya sering mengapresiasi masa muda mereka. Saya sangat merindukan masa muda saya, saya berharap untuk mendapatkan kembali kulit yang halus, serta tangan dan kaki yang kuat lagi. Kita harus bersulang untuk masa muda nanti."     

"Anda masih terlihat awet muda." Lucien menjawab, walau dia masih menganggap baron itu sangat mencurigakan. Setelah duduk di sebelah meja, Lucien menaruh serbet di atas kakinya dan bertanya, "Tuan Habearo, apakah kepala pelayan Anda tidak adir malam ini?"     

Lucien tidak bisa apa-apa selain bertanya, karena merasa bahwa ada sesuatu yang janggal, dan dia ingin mencari tahu apa kejanggalan itu. Tanpa keraguan, jika sang tuan rumah menyambut para tamunya, ketidakhadiran kepala pelayan bukan merupakan hal yang biasa.     

"Iya, Pak Cork sedang keluar untuk keperluan bisnis lainnya malam ini." Sebagian wajah Habearo tertutup oleh bayangan, "Jika Anda ingin menginap di sini malam ini, Pak Evans, Anda akan dapat bertemu dengannya keesokan pagi."     

Kemudian baron itu memperkenalkan seorang pria tua yang sedang bermain piano di sisi lain, "Ini adalah konsultan musik saya, Pak Mars, seorang musisi terkenal di Korsor."     

Walau Mars masih berusia awal enam puluh tahunan, dia terlihat jelas lebih tua dari sang baron.     

Setelah saling menyapa, Mars komplain kepada sang baron, "Tuanku, alat musik yang baru Anda beli … piano, iya, piano … bahkan tidak menyerupai harpsichord. Kualitas suaranya tidak terlalu bagus."     

Setelah ditemukan sekitar satu tahun yang lalu, kini piano menjadi semakin populer. Bahkan sang baron, seorang bangsawan di tempat terpencil ini, mulai mengikuti tren juga.     

"Pedalnya … Anda tidak menggunakan pedalnya dengan baik," gumam Betty.     

Dia tidak menyukai seseorang yang mengkritik alat musik yang paling disukai oleh musisi favoritnya, Lucien Evans.     

"Anak muda, saya kira Anda hanya bukan seorang profesional." Mars merenggut. "Saya telah menggunakan pedalnya."     

"Saya bukan profesional, tetapi Pak Wise adalah seorang profesional!" bantah Betty. "Dia adalah seorang musisi!"     

Wise tampak agak malu ketika Mars menatapnya.     

"Yah … sebenarnya, saya tidak sepenuhnya memahami musik. Baru-baru ini, kebetulan saya mempelajari cara bermain piano." Wise melambaikan tangannya sedikit, kemudian dia mulai menjelaskan beberapa teori yang benar-benar profesional mengenai alat musik baru tersebut, yang membingungkan semua orang di sini, kecuali Mars dan Lucien.     

Sambil memegang sebuah gelas berisi air, Lucien mendengarkan pemikiran Wise dengan perhatian. Sebelumnya, beberapa kekhawatiran yang diungkapkannya telah dikemukakan oleh beberapa musisi dan kritikus melalui koran, tetapi akhirnya semua kekhawatiran tersebut terbukti tidak diperlukan oleh permainan sukses Lucien.     

"Kini, zaman simfoni tradisional telah berakhir. Zaman yang indah telah berakhir." Habearo menghela napas. "Aku masih ingat tepuk tangan yang menyerupai guntur di Festival Musik Aalto beberapa tahun yang lalu, ketika simfoni tradisional menetapkan statusnya sebagai yang tertinggi. Pak Christopher, Pak Leandrinho, Nona Rania, Pak Ionescu, dan para musisi lain yang hebat menciptakan suatu zaman yang hebat. Kini, zaman tersebut telah berakhir, menyerupai nasib setiap manusia yang pada akhirnya akan mati."     

"Saya tidak mengira bahwa melewati zaman ini adalah sesuatu yang membuat kita merasa menyesal. Kini kita memiliki banyak gaya musik baru, tema, cara mempresentasikan, dan kemungkinan potensi musik yang tak terhingga. Sekarang musik mencurahkan banyak energi daripada sebelumnya! Apapun yang sudah berlalu tidak bisa diulang. Kita harus melihat ke masa depan!" Ketika Betty sedang mengekspresikan idenya mengenai musik, dia benar-benar lupa bahwa orang yang duduk di depannya adalah seorang baron.     

Lalu, mereka semua bergabung pada diskusi musik itu, kecuali Lucien. Akhirnya, seseorang berpaling ke Lucien dan bertanya, "Apakah pendapat Anda mengenai musik, Pak Evans?"     

Lucien mempertimbangkan jawabannya sejenak dan berkata dengan hati-hati, "Saya memahami kedua hal tersebut. Tuan Habearo merindukan zaman musik yang telah lewat karena beliau adalah bagian dari zaman itu, dan beliau mengalami sendiri masa kejayaan musik tersebut. Demikian pula, Pak Wise dan Betty sebagai generasi muda sangatlah masuk akal jika mereka ingin mengikuti tren baru musik."     

Habearo dan Wise mengangguk.     

"Jadi, menurut saya, walaupun revolusi dan perubahan adalah suatu zaman yang tak bisa dihindari, sebagai orang-orang yang menyaksikan perubahan tren masa terkini, kita kesulitan untuk memberikan komentar mengenai bagus atau tidaknya perubahan tersebut. Mungkin … mungkin orang-orang yang hidup beberapa ratus tahun kemudian dapat memberikan tanggapan yang lebih baik mengenai berbagai macam fitur pada zaman musik yang berbeda."     

Komentar Lucien menyimpulkan diskusi mereka tentang musik. Sang baron menghela napas. "Cara pandang Pak Evans sangatlah persuasif."     

Akan tetapi, Mars masih ingin membahas mengenai musik.     

"Pak Wise, bisakah Anda memainkan piano untuk menunjukkan kepada saya bagaimana seharusnya saya menggunakan pedal tersebut?"     

"Iya, tolong, Pak Wise!" Betty menyetujui permintaan Pak Mars tersebut dengan penuh semangat.     

"Saya juga ingin diberi kesempatan untuk meuji permainan musik Pak Wise." Habearo pun juga setuju.     

Wise tak bisa apa-apa selain mengangguk, "Baiklah. Saya akan mencoba memainkan piano itu."     

Lucien langsung mengenali melodi yang dimainkan ketika Wise mulai bermain piano. Itu adalah Pathetique. Performa Wise dalam bermain piano sungguh mengagumkan, dan semua orang di ruang makan itu mendengarkan permainan Wise dengan sungguh-sungguh.     

Lucien melirik ke baron ketika Wise sedang bermain piano, dan dia melihat bahwa wajah sang baron agak berkedut. Sepertinya dia sedang menahan beberapa emosi yang menyiksa hatinya, hal ini membuat Lucien merasa curiga lagi.     

Sang baron sadar akan tatapan Lucien, kemudian dia membuat wajahnya tersenyum secara paksa dan mencondongkan kepalanya ke depan untuk berbicara dengan Lucien. "Pak Evans, apakah Anda tahu nama lengkap Pak Wise?"     

"Burt Wise." Lucien menutupi rasa curiganya.     

"Tak mengherankan … Burt Wise! Musisi bertalenta yang akan mengadakan konser di Korsor!"     

Mars, orang yang berdiri di sebelah mereka pun ikut terkejut. "Saya kira dia hanyalah seorang anak muda biasa yang mencintai musik. Ternyata dialah yang paling profesional di antara kita semua!"     

"Benarkah!? Saya … Saya tak pernah menanyakan nama lengkap Pak Wise!" Mata Betty bersinar penuh dengan kegembiraan. "Dia selalu bilang kalau dia tidak terlalu memahami musik, dan saya tak pernah mengira kalau dia adalah sang musisi terkenal, Burt Wise!"     

Lucien pun ikut terkejut.     

Wise kembali di tempat duduknya ketika orang-orang masih memberikan tepuk tangan hangat. Dia mengangkat bahunya sedikit ketika dia duduk di sebelah Lucien.     

"Ya ampun, sungguh, saya tidak terlalu memahami musik." Wise tersenyum kaku.     

Lucien merasa terhibur. Dia mengangkat gelasnya yang berisi air ke arah Wise, "Saya juga sependapat denganmu."     

…     

Ketika makan malam segera dimulai, firasat tak enak yang menyelimuti pikiran Lucien semakin membuatnya merasa lebih tersiksa. Sehingga Lucien minta izin ke kamar mandi dan meninggalkan ruang makan itu sambil mengikuti pelayan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.