Singgasana Magis Arcana

Lelucon di Malam Hari



Lelucon di Malam Hari

0Cuaca setelah pertengahan Bulan Semangat (Juni) sudah benar-benar panas. Tetesan keringat terus mengucur di muka Joanna dan betty ketika mereka menjaga kedua sisi kereta kuda. Apalagi Simon, kaos di dalam armornya basah semua.     

Meskipun begitu, tidak ada yang yang mengeluh sama sekali. Simon, berjalan di depan kereta kuda, sudah mengusir banyak binatang buas yang turun dari pegunungan. Ini sudah pasti kewajibannya sebagai pengawal, tapi bahwa dia sudah mengalahkan beberapa binatang buas tanpa menakuti kuda mereka sungguh membuat Lucien terkesan.     

Sebaliknya, Chris yang menyombongkan diri bahwa dia adalah 'pria sejati' setiap saat, sekarang menyeret kakinya di tanah dengan tubuhnya membungkuk karena kepanasan.     

Di dalam kereta kuda, karena Lucien selalu menutup mata, dan Lena adalah orang pendiam, jadi Tuan Wise tidak memiliki teman berbincang. Akhirnya, dia mengeluarkan tumpukan lembar musik dari kopernya untuk menghabiskan waktu luang.     

Satu-satunya suara adalah dari bayi yang terkadang menangis. Kemudian Lena akan meminta maaf dan mencoba menenangkan bayinya.     

Pada pukul tujuh malam, langit sudah semakin gelap. Setelah berbicara ke Lucien, Simon mulai mencari tempat berkemah dimana mereka bisa menginap. Karena Simon sangat berpengalaman, tidak lama kemudian, dia sudah menemukan tempat berkemah di sisi bukit kecil.     

Mengelilingi kereta kuda, ketiga pengawal Lucien dengan cepat membuat tiga tenda. Satu tenda untuk ketiga wanita, satu untuk Simon dan kusir, dan satu untuk Tuan Wise. Kereta kudanya, tentu saja, untuk Lucien.     

Melihat pengawalnya sibuk berjalan ke sana-kemari membawa barang-barang, Lucien sangat merasakan pentingnya uang. Jika di kemudian hari, dia berencana untuk berkelana sendirian, Lucien paling tidak harus sudah menjadi penyihir tingkat menengah dan mempelajari mantra tingkat lingkaran ketiga, yaitu Sorcerer's Cabin, terlebih dahulu.     

Api unggunnya dinyalakan, dan bau makanan menguar di udara. Sementara Joanna dan Betty pergi ke sungai kecil di sekitar untuk mandi, Simon dan Tuan Wise duduk di sekitar api unggun dan mulai mengobrol santai.     

"Katanya, pada awal zaman kegelapan, tempat ini dimiliki seorang penyihir kegelapan." Setelah mendengar pembicaraan antara Simon dan Wise tentang kisah vampir dan penyihir kegelapan di negara ini, Lucien bergabung untuk mendengarkan. "Lalu dia dibunuh oleh Gereja."     

Lucien masih mengingat apa yang dia baca di ruang belajar Natasha.     

Simon, secara mengejutkan, sebenarnya banyak bicara. "Orang-orang begitu senang bertukar hal-hal misterius dan menakutkan. Kalian tahu, cerita-cerita itu menarik untuk didengarkan dan mereka bisa digunakan untuk menakuti anak-anak yang tidak mau tidur di malam hari."     

Tuan Wise sebenarnya tidak begitu mempercayai rumor. "Setiap kota dan desa mempunyai gereja, tapi orang tetap saja senang cerita seram."     

Ketika mereka masih berbincang, Joanna dan Betty sudah kembali. Rambut basah mereka masih menetes-netes sedikit dan berantakan. Kedua wanita itu, sambil berjalan kembali ke perkemahan, langsung menarik perhatian dua bard yang sedang berkemah di sekitar, dan Chris juga bersama mereka.     

Orang-orang itu mulai menggoda Joanna dan Betty dengan siulan kencang. Salah satu dari mereka bahkan mengambil harpanya dan mulai memainkan lagu rakyat yang romantis dan menggoda, seraya memperhatikan kedua wanita itu dari atas ke bawah.     

Tentu saja itu bukan kali pertama hal seperti ini terjadi kepada Joanna, dan dia tetap tenang. Akan tetapi, kebalikannya, Betty sangat kesal.     

"Betty, tidak usah hiraukan mereka. Sini." Joanna duduk di sebelah Simon dan perlahan mengaduk sup yang ada di dalam pot yang menggantung di atas api unggun.     

"Tapi mereka tidak berhenti menggoda kita!" Wajah Betty memerah, dan dia melotot ke para bard dengan kesal, namun dia malah ditertawakan.     

"Aku akan ke sana." Simon berdiri dan berjalan menuju kemah satunya.     

Ketika Simon sampai di depan kedua bard, Chris berkata padanya, "Simon, apa teman-temanku salah bernyanyi dan bermain musik di sini?" Chris melirik pada Simon, lalu berkata kepadanya, "Mereka adalah temanku. Lebih baik kau pergi dan jangan ganggu kami."     

Saat berbicara, Chris berpura-pura mengusap pedang besarnya dengan santai.     

Simon adalah pengawal yang baik. Mengerti bahwa dia masih memiliki komisi, Simon tahu bahwa dia harus menghindari masalah tambahan untuk saat ini.     

"Chris, kau harus berhati-hati setelah ini," Simon berkata kepadanya dengan suara pelan.     

Di sisi lain, Joanna mencoba menenangkan adiknya. "Betty, mereka sama saja seperti para bedebah yang kita temui di kedai sebelumnya."     

Akan tetapi, Betty, menaikkan suaranya dan berteriak ke para bard. "Musiknya buruk! Mereka mengaku sebagai bard, tapi aku tidak tahu bagaimana mereka bisa hidup dengan permainan buruk seperti ini!" suara Betty terdengar jelas.     

Lalu dia berhenti sebentar, seolah mencari cara untuk membuat perkataannya lebih meyakinkan. "Tuan Wise, musisi yang ikut bersama rombongan kami ... Dia bisa bermain lebih baik dari mereka!"     

Ketika dia menyadari bahwa dia tidak seharusnya melibatkan kliennya dalam hal ini, Betty melihat ke arah Wise dengan wajah penuh penyesalan.     

Tuan Wise tidak begitu memasalahkan. Dia mengangguk pelan untuk menunjukan pengertiannya.     

"Oh, benarkah? Orang tidak jelas bisa memainkan musik lebih baik dariku?" Kedua bard itu berdiri dan berjalan mendekati mereka.     

Salah satu dari mereka berkata, "Jika yang kau katakan benar, aku akan meminta maaf kepadamu. Tapi jika tidak, kau harus memberikanku barang milikmu ... contohnya ..." Dia melihat langsung ke tubuh Betty dan tertawa.     

Wajah Betty memerah lagi. Dia melihat ke Wise lagi untuk meminta tolong. Akan tetapi, dia masih duduk di sana, tidak menunjukan niat 'bertarung' untuknya sama sekali.     

Betty merasa begitu menyesal karena perkataannya sendiri. Wise mungkin tidak tahu sama sekali bagaimana cara bermain. Bagaimanapun, dia sudah bercerita bahwa dia pergi menuju Korsor untuk belajar musik.     

Lalu, Betty hampir menangis.     

Lucien melihat ke Simon di seberang dan mengangguk, memberikan tanda dengan matanya. Lalu, tangan kanan Simon perlahan menggapai pedang di pinggulnya.     

Saat itu, Wise berdiri dan tersenyum. "Meskipun saya masih belajar musik dan belajar bagaimana cara bermain, saya masih ingin menolong Nona Betty."     

"Aku tidak akan meminjamkan alat musikku padamu." Salah seorang bard berkata kepadanya dengan dingin.     

Wise berjalan menuju ke tenda dan mengeluarkan harpanya sendiri dari koper.     

Ketika dia mulai bermain, melodi yang indah langsung merasuk ke telinga dan hati semuanya. Lagu Wise penuh dengan perasaan, dan setiap detil dimainkan dengan sangat baik.     

Ketika permainannya selesai, Betty adalah orang pertama yang mulai bertepuk tangan. Saat dia bertepuk tangan dengan gembira, matanya memuji-muji Tuan Wise dan menoleh pada kedua penyair.     

Wajah bard yang bertaruh dengan Betty berubah menjadi suram. Dia berharap dia memilih pemuda berambut hitam yang terus diam di sisi lain, daripada orang yang bernama Wise.     

"Kalau begitu, aku minta maaf." Setelah sesaat, bard itu menepati janji dan kembali ke tendanya bersama temannya, di mana Chris masih duduk, terlihat begitu kesal.     

Setelah melihat bakat Tuan Wise, Joanna dan Simon menjadi lebih antusias untuk berbicara pada pemuda tersebut, apalagi Betty.     

"Tuan Wise, bisakah Anda memainkan Canon in D major ciptaan Tuan Evans dengan harpamu?" Wajah Betty bersinar penuh antisipasi.     

Wise mengangguk pelan dan mulai memainkan lagu yang disusun ulang oleh Lucien. Lagu itu mengingatkan Lucien pada teman-temannya di Aalto. Dia memutuskan untuk mengirimkan mereka surat lewat Asosiasi Musisi ketika dia sampai di Korsor.     

Dalam dua bulan, Lucien hanya mengirim mereka satu surat.     

Ketika permainan Wise selesai, makan malam sudah siap. Betty langsung berkata ke Wise, "Tuan Wise, jika saya tidak jatuh cinta kepada musik Lucien Evans, saya pasti sudah menjadi penggemar musikmu!"     

"Kurasa kemampuan Anda lebih baik daripada beberapa musisi di Korsor," Joanna setuju.     

Ada senyuman yang lebih lebar di wajah Wise. Apalagi, Wise menganggap perbandingan antara dia dan musisi terkenal yang berbakat itu sebagai sebuah kehormatan besar.     

Ketika Wise melewati Lucien, dia masih menunjukan senyuman rendah hati.     

"Anda sangat rendah hati, Tuan Wise," Lucien berkata kepadanya, juga dengan senyuman. "Anda bermain dengan sangat baik."     

...     

Di malam yang larut, hampir semua orang tertidur, terkecuali dua orang.     

Api unggun merentangkan bayangan sosok pendek yang mengendap-ngendap mendekat, membuat kegelapan bergetar di belakangnya, dengan irama kerlap-kerlip api di tengah perkemahan. Seketika, bayangan itu berhenti, seperti menunggu sesuatu.     

Ketika Betty menguap, sesosok bayangan itu langsung melompat ke sisi belakang kereta kuda. Diam-diam sosok itu membuka jendela dan dengan cepat masuk ke dalam.     

Itu adalah Chris, yang selalu menyombongkan diri bahwa dia adalah pria sejati.     

Dengan hati-hati dia menutup jendela kereta kuda dan berdiri. Senyuman puas muncul di wajahnya. Semua orang mengira bahwa dia petarung yang menggunakan pedang besar. Tapi kenyataannya Chris hanyalah pencuri yang berpengalaman, dan sosoknya yang pendek sangat membantunya dalam hal seperti itu.     

" ... Simon, Joanna, dan Betty, apa yang akan terjadi jika pedang bagus milik klienmu menghilang?" pikir Chris di kepalanya. "Aku yakin dia akan menjadi sangat, sangat marah."     

Saat dia berbalik dan mencari pedang Lucien, Chris juga bersemangat. Dia tahu bahwa pedang bagus itu pasti sangat mahal jika dijual. Setelah menjualnya, mungkin dia akan mempunyai cukup uang untuk membeli gelar bangsawan.     

Itulah apa yang dibilang orang 'membunuh dua burung dengan satu batu'.     

Akan tetapi, di detik berikutnya, Chris menyadari bahwa Lucien dan pedangnya tidak ada.     

"Apa yang terjadi?!" Dia tidak mengerti.     

Ketika Chris akan meninggalkan kereta kuda, pedang mewah yang dia cari menekan tenggorokannya.     

Chris gemetar dan langsung berlutut.     

"Tuanku! Tolong ampuni saya!" Chris menyadari bahwa Lucien sebenarnya setingkat dengan kesatria sejati, atau dia tidak akan bisa menyadari rencananya.     

"Kanan atau kiri?" tanya Lucien dengan tenang.     

"A.. apa?" Chris berkeringat.     

"Tangan kanan atau kiri? Kau ingin aku memotong yang mana?" Lucien mengulang.     

"Tu ... Tuanku, tolong ampuni saya!" Chris menangis. "Saya punya informasi ... informasi untukmu!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.