Singgasana Magis Arcana

Orang Asing sebagai Teman



Orang Asing sebagai Teman

0"Burung bulbul berkicau. Di udara, suaranya mengalun ..."     

Nyanyian seorang bard, meskipun di kota kecil di perbatasan, terdengar cukup indah dan mempesona. Karena itu, saat Lucien duduk di sisi lain meja mereka, perempuan setengah elf dengan rambut coklat cerah menjadi sedikit terkejut dan tubuhnya langsung menegak.     

Ketika Lucien menjelaskan niatnya, wanita elf yang lebih tua terlihat senang. "Anda ingin menyewa kami?"     

Tangannya yang mulus mengetuk pelan meja kayu dengan irama yang berulang.     

Melihat ke Lucien duduk di hadapannya, wanita cerdas ini juga menganggapnya sebagai bangsawan muda yang terlalu banyak membaca buku dongeng tentang petualangan, dan melakukan hal berdasarkan impuls untuk menjelajahi benua.     

"Ya," Lucien mengangguk pelan. "Aku ingin pergi ke Korsor. Apakah kalian bertiga bersedia menjadi pengawalku?."     

Wanita itu tidak langsung menjawab Lucien. Malah, dia mulai perkenalan dirinya, "Saya Joanna, petarung pengguna Greatsword. Ini adalah suamiku, Simon, petarung pengguna pedang dan tameng. Kami berdua memiliki kekuatan yang setara dengan pengawal kesatria level tinggi. Ini adalah adik perempuanku, Betty, pemanah yang cukup terlatih. Tingkatannya sedikit lebih rendah dari kami, tapi tidak terlalu jauh. Jadi, seperti yang Anda bisa lihat, Pak klien terhormat, kami sedikit mahal, tapi reputasi kami cukup bagus."     

"Aku sudah mendengarnya dari pemilik kedai," ucap Lucien. "Itulah kenapa aku langsung ke sini."     

"Haha, Hansen mempromosikan kami dengan baik." Joanna tertawa kencang.     

Lucien bisa melihat bahwa kumpulan petualang dan tentara bayaran yang duduk di sekitar mereka terlihat sedikit kesal ketika Joanna berbicara. Akan tetapi, mereka tidak bisa mengelak bahwa tim Joanna adalah pengawal yang sangat handal dan komposisi timnya sangat masuk akal — dua petarung jarak dekat, dan satu petarung jarak jauh.     

"Joanna ... Ayo terima pekerjaan ini! Lagipula aku berencana untuk pergi ke Korsor juga." Betty terlihat cukup semangat. "Aku dengar musisi berbakat bernama Burt dari duchy akan mengadakan konser di Konsor dalam waktu dekat!"     

Joanna menggulirkan matanya ke arah adiknya. Betty benar-benar tidak tahu kapan dia seharusnya berbicara, dan kapan untuk diam. Betty menjulurkan lidahnya ke arah Joanna sedetik, lalu menutup mulut rapat-rapat. Akan tetapi, matanya melihat ke Lucien, dan kupingnya yang lancip sedikit bergetar.     

"Berapa yang kaumau, Joanna?" tanya Lucien langsung. Dia tidak begitu peduli tentang harga karena dia masih memiliki 85 thale setelah dua bulan perjalanan.     

"Umm ..." Joanna menyipitkan matanya sedikit ketika dia memikirkan harganya.     

"Masing-masing satu nar per hari." Tersenyum, Simon mewakili istrinya dan menetapkan harga ke Lucien.     

Menatap suaminya, Joanna sedikit tersedak.     

"Simon!" Dia protes. Harga ini terlalu rendah dibanding apa yang ada dipikirannya.     

"Kita tidak boleh memberikan harga lebih mahal hanya karena klien kita kaya." Simon tersenyum ke Joanna. "Ini tentang reputasi kita."     

"Dan juga, klienku." Simon berbalik ke Lucien. "Saya memiliki beberapa permintaan."     

"Ya?" Lucien mengangguk.     

"Anda harus membayar kami untuk keperluan sehari-hari." Simon berhenti sebentar, melirik ke Betty, dan melanjutkan, "Lalu berikan upah Betty pada saya. Dia tidak tahu bagaimana cara menabung, dan kami menabung untuk latihan kesatrianya di masa depan atas namanya."     

Di beberapa negara di bagian selatan tengah benua, pelatihan kesatria tidak gratis, seperti di Aalto. Banyak bangsawan yang kesulitan dengan masalah finansial mereka malah mendapatkan keuntungan dari hal itu. Mereka memberikan pelatihan pada kesatria, yang tidak bisa dibilang buruk, karena lebih banyak rakyat biasa yang bisa mendapatkan kesempatan untuk menjadi pengawal kesatria atau bahkan mencapai status sosial lebih tinggi.     

Betty cemberut karena merasa tidak puas, tapi dia tidak bisa mengelak apa yang Simon baru saja katakan.     

"Tidak masalah," Lucien setuju. "Mari selesaikan kontraknya kalau begitu."     

Semua petualang dan tentara bayaran yang terdaftar dengan Asosiasi Petualang harus menandatangani kontrak dengan kliennya.     

Setelah memberikan Hansen kartu identitas dan dokumen, Lucien melirik isi kontrak dan menandatangani kontrak yang diberikan pemilik kedai.     

"Terima kasih, Pak." Lucien dengan sopan mengangguk ke arah Hansen.     

Disaat Hansen melihat ke kartu identitas Lucien, dia sangat terkejut, tapi dia langsung menyembunyikan ekspresinya.     

"Sebuah kehormatan bagi saya, Tuan Evans." Hansen kemudian mengecek dokumen Lucien dengan teliti. Kenyataan bahwa kedainya dikunjungi oleh musisi hebat, merupakan sesuatu yang dia bisa banggakan ke semua tamu dan keturunannya.     

Joanna menerima upah tiga nar yang dibayar di muka, kemudian memberikan sidik jarinya di kertas.     

"Anda sangat baik, Tuan." Joanna tersenyum manis. "Bolehkah saya memanggilmu Tuan Evans?"     

Sebaliknya, tiga pengawal Lucien tidak begitu bersemangat akan identitas Lucien, karena mereka semua tidak bisa membaca.     

"Tentu." Lucien mengangguk sedikit.     

"Tuan Evans yang lain lagi!" Betty tersenyum. "Anda tahu bahwa ada musisi muda yang tampan dan berbakat di Aalto yang nama belakangnya juga Evans! Saya mendengar dia bepergian melintasi benua untuk mengembangkan musiknya sekarang. Saya penasaran apakah dia akan datang ke Djibouti!"     

"Mimpi saja! Musisi hebat mengunjungi negara terpencil dan miskin?" Joanna menyergah Betty, "Berhentilah berkhayal dan bangkitkan Berkahmu. Ketika kau bergabung dalam Kesatria Violet, kita semua bisa pindah ke Aalto."     

Lucien tertawa. "Bagaimana Anda bisa tahu Tuan Evans itu tampan, Nona Betty?"     

"Semua bard mengatakan itu!" jawab Betty dengan riang.     

...     

Di luar kedai, ketika Lucien akan naik ke kereta kudanya, seorang pemuda berjalan mendekatinya.     

"Tunggu! Tolong tunggu!" Pemuda itu melambaikan tangannya.     

Pemuda itu memakai jubah putih dan terlihat seperti umur dua puluhan. Dia memiliki rambut pirang, dan sepasang mata biru di wajahnya yang tajam.     

"Hai, Tuan Evans! Bolehkah saya ikut rombongan kalian?" Dia tersenyum. "Saya juga menuju ke Korsor , dan saya bersedia membayar sepertiga dari bayaran pengawal."     

Ini bukan kali pertama seseorang ingin ikut dengan Lucien, dan dia selalu sangat berhati-hati tentang hal seperti ini.     

"Anda tidak terlihat kehabisan uang. Kenapa Anda ingin ikut?" tanya Lucien tanpa basa-basi.     

Joanna, Simmon, dan Betty tidak peduli. Mereka tidak mendapatkan bayaran lebih bagaimanapun juga.     

"Hansen memberitahuku bahwa kau baru saja mendapatkan pengawal terbaik di kedai itu." Pemuda itu mengangkat bahunya. "Sisa petualang dan tentara bayaran yang ada di sana ... Mereka lebih terlihat seperti maling di mataku."     

"Benar sekali." Betty tertawa.     

Pemuda itu mengeluarkan kartu identitas serta dokumennya, dan memberikannya ke Lucien.     

"Asosiasi Musisi ... Burt Wise ..." Sambil membaca dokumen tanpa bersuara, Lucien menyadari bahwa pemuda ini juga seorang musisi, karena itu dia sedikit lebih percaya.     

"Kalau begitu, apa alasanmu pergi ke Korsor?" Lucien, sayangnya, paham bahwa seseorang tidak bisa terlalu waspada di benua ini.     

"Saya akan mengunjungi Asosiasi Musisi disana," Burt menjawab. "Untuk, um, untuk belajar."     

"Baiklah." Lucien memberikan dokumen itu kembali. "Tuan Wise. Selamat datang. Kita adalah rekan sekarang. Satu hal yang saya harus kuingatkan padamu, bahwa aku agak tidak nyaman karena psychastenia, jadi tolong sebisa mungkin tenang. Aku butuh tidur."     

"Tentu saja." Wise mengangguk.     

"Apakah kau seorang musisi, Tuan Wise?" Betty, di lain sisi, menjadi bersemangat.     

"Saya masih belajar." Wise tetap sopan.     

"Hebat sekali! Apakah anda tahu 'Untuk Silvia'? Apa perasaan Anda tentang itu?" Mata betty bersinar penuh semangat. Dia terus berbicara sampai kereta kuda mulai berjalan.     

Wise menaiki kereta kuda dan tersenyum ke Lucien. "Lagu itu seperti perempuan yang penuh semangat. Meski sebenarnya saya tidak terlalu mengerti musik ."     

"Saya juga." Lucien tersenyum, dan kemudian menutup matanya, siap untuk mulai menganalisa struktur sihirnya.     

Akan tetapi, saat ini, pengembara lain meminta untuk ikut dengan mereka. Kali ini merupakan wanita biasa yang membawa bayi di gendongan tangannya.     

"Senang bertemu denganmu, Tuan Evans. Namaku adalah Lena, dan saya menuju ke kota bernama Fog yang lokasinya di antara Dragon Tooth dan Korsor." Wanita itu berkata ke Lucien dengan lembut. "Bolehkah saya ikut dengan kalian? Saya bisa membayar biaya keperluan saya sendiri."     

Melihat wanita itu membawa seorang bayi, Lucien setuju. Lagipula kereta kudanya cukup luas.     

Lalu, kereta kuda itu akhirnya mulai jalan. Simon ada di depan, dan kereta kudanya diikuti oleh Joanna dan Betty di masing-masing sisi.     

Segera setelah mereka meninggalkan kota, pria pendek namun gemuk menyusul mereka.     

"Chris, kenapa kau di sini?" tanya Joanna, penuh waspada.     

"Aku juga ingin kembali ke Korsor! Itu saja!" jawab Chris dengan suara kencang. "Ketika kalian sudah menabung cukup uang, kalian bisa mengirim Betty untuk melakukan latihan kesatria denganku. Kalian tahu, aku pernah melatih kesatria sebelumnya!"     

Saat Chris menyombongkan diri, matanya melirik ke kereta kuda. Akan tetapi, orang-orang di kereta kuda tetap diam.     

Di bawah terik matahari, kereta kuda dengan lancar menuju Korsor, meninggalkan debu di belakangnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.