Singgasana Magis Arcana

Membuka Kunci



Membuka Kunci

0Bulan perak tidak muncul malam ini. Hanya beberapa bintang yang terlihat di langit.     

Lucien berdiri di depan jendela, melihat keluar dan merasa sedikit kecewa, karena Berkahnya tidak bisa dihidupkan secara maksimal tanpa keberadaan bintang perak. Malam ini hanya kecepatan dan kelincahannya saja yang mencapai tingkat kesatria, tapi kekuatan fisiknya tidak akan sebagus ketika bulan terlihat.     

"Setidaknya aku masih bisa melihat beberapa bintang, atau aku tidak akan bisa memperkirakan koordinat dari jalan masuk ke magic lock." Lucien menenangkan dirinya, "Dan lebih aman untuk bersembunyi di kegelapan tanpa cahaya bulan."     

Menurut naskah kuno yang dia baca sebelumnya, jalan masuk menuju magic lock yang disebut Salib Agung selalu berubah lokasi setiap sepuluh menit bersamaan dengan pergerakan bintang, sampai matahari terbit.     

Sekitar jam 11 malam, Lucien memakai jubah bertudung hitamnya.     

Lucien menarik tudung kepalanya. Ketika dia akan menyelinap keluar rumah dari jendela, dia tiba-tiba merasa sedikit ragu: puisi, naskah, dan dua tamu itu semua datang padanya, hampir dalam waktu yang sama. Kebetulan itu membuatnya merasa bahwa ini adalah sebuah perangkap.     

Awalnya Lucien mengira bahwa dua bersaudara itu dikirim oleh gereja untuk mengujinya, tetapi, setelah mengetahui dari Rhine bahwa akhir-akhir ini Gereja terlalu sibuk untuk mengurusi hal sepele seperti itu, dan setelah melihat lebih banyak pendatang misterius yang ada di kota kecil ini, dia merasa cerita tentang reruntuhan sihir itu sedikit meragukan.     

"Haruskah aku mengambil risiko?" Lucien bertanya dalam hati. Apalagi, butuh enam sampai tujuh bulan untuk sampai ke Sturk. Makanya dia masih punya banyak waktu untuk menemukan cara lain demi mendapatkan ramuan Silver Moon dan, tentu saja, reruntuhan sihir bukanlah satu-satunya cara Lucien untuk mengumpulkan bahan yang dia butuhkan.     

Akan tetapi, Lucien mengambil keputusan dengan cepat. Dia mendapatkan firasat dari bintang induknya ketika Rhine berbicara padanya malam lalu. Dia punya perasaan bahwa sesuatu yang penting akan terjadi, dan jika dia tidak cukup kuat untuk melindungi dirinya sendiri pada saat itu terjadi, dia mungkin akan mati.     

Kemudian, Lucien mempunyai banyak pertanyaan di kepalanya: siapa penulis dari puisi itu? Siapakah pemilik asli dari naskah? Apakah mungkin archmage legendaris yang dikenal sebagai 'the Prophet' yang menulis Astrologi dan Elemen Sihir meninggalkan hal penting di magic lock karena dia meramalkan sesuatu yang penting?     

Keingin tahuan Lucien menjadi lebih besar daripada kekhawatirannya. Dia melompat keluar jendela dan mendarat di tanah dengan cekatan.     

...     

Untuk menyimpan tenaganya, Lucien bergerak sedikit pelan. Dia butuh satu jam untuk sampai ke kota kecil dekat Massawa, yang bernama Bonn.     

Bonn adalah kota terpencil yang terletak di sebelah Pegunungan Kegelapan. Terkadang, beberapa musisi dan pelukis berkunjung ke sini, tapi biasanya kota ini tidak memiliki pengunjung.     

Lucien sangat terkejut saat menyadari bahwa, ketika dia masuk ke kota kecil ini secara diam-diam, kedai rumah satu-satunya yang ada disini masih ramai. Dia bisa mendengar banyak orang masih mengobrol dengan aksen yang berbeda-beda.     

...     

Di salah satu kamar di lantai dua dari kedai rumah itu, Sala dan Lilith melihat satu sama lain sambil mengernyitkan alis.     

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Lilith bertanya, "Kupikir hanya Tuan Evans yang mengetahui rahasia dari naskah ini, tapi kenapa ada banyak pengunjung di Bonn?"     

"Sepertinya..." Sala menghela napas, "naskah yang kita punya tidak lengkap, dan mungkin bukanlah satu-satunya. Mereka mungkin punya versi yang lengkap."     

"Masuk akal, apalagi, kita mendapatkan naskah ini dari..." Lilith mengangguk dan mengubah topik, "Bagaimana jika ada penyihir dan kesatria di antara mereka?"     

"Aku juga tidak yakin." Sala menunduk ke bawah, seperti dia ingin melihat orang-orang di lantai bawah melalui lantai. "Setidaknya aku tahu orang-orang berotot besar yang baru saja bersikap sok tidak lebih dari sekumpulan petualang."     

"Jadi, apakah kita masih akan pergi besok?" Lilith terlihat ragu.     

Sala tidak langsung menjawab pertanyaannya. Beberapa saat kemudian dia menghela napas, "Kita lihat saja nanti. Maksudku, kita tidak perlu, dan kita juga tidak bisa bersaing dengan mereka. Aku merasa ada sesuatu yang salah di sini." Meskipun Sala merasakan ada sesuatu yang tidak benar, keinginannya memecahkan teka-teki naskah itu memaksanya untuk tetap tinggal.     

"Baiklah." Lilith mengangguk. "Lagipula jalan masuk reruntuhan itu akan muncul selama 12 jam."     

...     

Pada waktu yang bersamaan, Lucien berdiri di bawah jendela kamar Sala dan Lilith, bersandar di dinding dan memperhitungkan koordinat dari jalan masuknya.     

Karena itu adalah magic lock dengan tingkat legendaris, sangat banyak parameter yang dibutuhkan. Lucien membutuhkan waktu lebih dari setengah jam untuk mengetahui angka-angkanya.     

Perhitungan itu memakan banyak tenaga dan membuatnya pusing. Beruntungnya, masih ada beberapa waktu sebelum magic lock mulai aktif, jadi Lucien duduk di tanah dengan tenang, di tempat gelap, untuk memulihkan tenaganya.     

...     

Sekitar jam tiga pagi, Lucien sudah segar kembali. Dengan sangat berhati-hati, dia bergerak menuju bungalow yang terlihat sederhana.     

Di kegelapan, jubah hitamnya membuatnya hampir tidak terlihat.     

Lucien membuka pintunya dengan mantra sederhana, lalu dia menyelinap ke dalam dan mengunci pintunya lagi dari dalam.     

Di kamar tidur, dua orang sedang tidur dengan nyenyak. Mereka sama sekali tidak menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam rumah mereka.     

Lucien duduk di kursi kayu di ruang tamu. Dia terlihat begitu santai dan tenang. Tetapi, dia sedang menghitung waktu di dalam kepalanya.     

Sekitar 10 menit kemudian, Lucien seketika berdiri dan melompat ke pusaran hitam di pojokan ruang tamu, yang tadinya tidak ada di situ.     

Lucien seperti tersedot ke dalam putaran, sosoknya hilang tanpa bekas dari tempat itu.     

Sepuluh detik kemudian, pusaran hitam itu ikut menghilang.     

...     

Lucien merasakan pusing yang amat sangat ketika dia melompat ke pusaran, seperti kepalanya menghantam tirai tebal yang berat.     

Tetapi, ketika dia membuka matanya, dia masih berdiri di ruang tamu yang sama.     

Lucien kebingungan dan berpikir bahwa mungkin dia melewatkan kesempatan itu. Tetapi, dia langsung menemukan perbedaan: Tempat ini tidak memiliki warna, hanya hitam, putih, dan abu-abu, seperti memasuki dunia hitam putih di film.     

Lucien sekilas melihat ke kamar tidur. Dia melihat pasangan yang sedang tidur di kasur juga tidak ada.     

Dengan hati-hati, dia membuka pintu dan keluar ke jalan – Itu adalah kota yang sama, tapi kosong, hanya hitam dan putih.     

"Ini menyeramkan," Lucien berkata kepada dirinya sendiri, tapi dia tidak bisa mendengar suaranya.     

Oleh sebab itu, dia menemukan satu perbedaan lagi: seluruh dunia ini benar-benar tidak ada suara, seolah dunia ini mati.     

Ini adalah lock. Lucien berada di dalam Magic Lock sekarang.     

Ketika menatap ke langit abu-abu, dia melihat tidak ada bintang, tidak ada bulan perak, maupun matahari.     

Untungnya, dia masih bisa merasakan hubungan antara dirinya dan bintang induknya, yang artinya dia masih bisa menggunakan sihir, dan dia masih terhubung dengan dunia nyata, jadi dia tidak akan benar-benar tersesat di dalam lock.     

Tidak ada orang, tidak ada kucing dan anjing, tidak ada burung, serangga, angin, warna, atau bahkan suara ... Lucien berkeringat selagi dia berjalan melalui jalanan abu-abu.     

Menurut naskah yang dia baca, Lucien menemukan lokasi dari beberapa kebun sihir. Sambil mengingat lokasi-lokasi itu, dia bergerak menuju Danau Elsinore di sisi lain kota abu-abu     

Saat mengambil pedangnya yang bernama Alert, tiba-tiba, sekujur tangan Lucien merinding. Sesuatu menuju ke sini!     

Dia dengan cepat menoleh ke belakang. Lucien melihat pintu dari sebuah rumah kecil di jalan perlahan terbuka.     

Seorang gadis kecil sekitar tujuh atau delapan tahun berdiri di belakang pintu itu. Dia juga tidak memiliki warna, dan matanya yang besar terlihat hampa.     

Lalu dia mulai tersenyum, dengan matanya besarnya yang tidak memandang fokus.     

...     

"Tuanku." Sambil berlutut di tanah, seseorang dengan jubah hitam melapor ke pria yang sedang berdiri di sebuah altar. "Kami telah mengikuti perintah Anda, dan kami menemukan laki-laki dengan Berkah Moonlight tiba di Bonn, tapi kami tiba-tiba kehilangan jejaknya. Dia menghilang."     

Dengan jubah peraknya, Ilia tertawa mengolok, "Akhirnya muncul juga."     

Lalu, dia berbalik dan memerintahkan, "Jangan terburu-buru. Rencana kita selalu menjadi prioritas kita. Tapi kita akan memberikan laki-laki Moonlight ini sambutan yang hangat."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.