Singgasana Magis Arcana

Ayah Silvia



Ayah Silvia

0Meskipun Lucien sudah menyelesaikan serenade yang berjudul 'Untuk Silvia' dan sudah memberikan partiturnya pada sang putri, dia masih diizinkan masuk ke ruang belajar Natasha untuk membaca buku di sana. Dia berharap karya sastra klasik dapat menginspirasinya untuk menciptakan lebih banyak potongan musik yang menarik.     

Maka dari itu, setiap Selasa dan Kamis, Lucien datang dua jam lebih cepat dari biasanya, untuk membaca beberapa buku baru kemudian menemui sang putri.     

...     

"Apa yang Anda lakukan di sini?" Bake sedang berjalan mengelilingi ruang penelitian setelah menerjemahkan untuk waktu yang lama, dan dia bertanya pada Lucien dengan penasaran.     

"Saya mencatat," jawab Lucien singkat. "Untuk referensi ke depan."     

Sebenarnya, tidak ada alasan untuk Lucien mencatat, tapi ingatan Lucien yang sangat luar biasa sering mengejutkan Bake dalam dua bulan belakangan ini.. Lucien agak khawatir Bake mungkin akan melaporkan hal itu kepada sang putri atau orang lain. Untuk mengurangi kecurigaan, Lucien butuh melakukan sesuatu untuk memberikan alasan akan ingatannya yang kuat.     

"Boleh saya melihat catatan Anda?" Bake bertanya.     

"Tentu saja." Lucien memberikan kumpulan catatan kearah Bake.     

Bake mengambil beberapa halaman dan melihat sekilas. "Menarik, Saya tidak pernah melihat orang mencatat seperti ini. Sepertinya Anda mengikuti alur waktu, dari Era Kegelapan sampai Kalender Saint, tapi Anda juga menulis banyak cerita secara biografis."     

"Benar, kupikir ini akan berguna." Lucien mengangguk. "Bagiku, cerita-cerita itu lebih berharga sebagai bahan inspirasi dan bukan hanya sebagai peninggalan masa lalu, walaupun waktu masih begitu penting."     

"Aku mengerti," Bake berkata kepada Lucien. "Pantas saja Anda memiliki ingatan yang baik. Saya sangat terkejut seberapa cepat Anda dapat mengingat semuanya. Sebetulnya, cara ini mungkin menjadi cara baru untuk mencatat sejarah."     

"Oh, terima kasih, Tuan Bake." Lucien tersenyum, mengetahui bahwa ini bukanlah sesuatu yang dapat dia banggakan. Dia hanya meminjam metode ini dari dunia asalnya.     

"Sepertinya sekarang kau menjadi seorang sejarawan, Lucien." Ketika mereka berbicara, Natasha memasuki ruang belajar.     

"Tuan Putri," Lucien dan Bake memberi hormat secara bersamaan.     

Natasha menarik Lucien keluar dari ruang belajar dengan senyuman lebar di wajahnya.     

"Sepertinya Silvia menyukai serenade itu, bukankah begitu?" Lucien juga tersenyum.     

"Astaga! Dia menyukai itu? Dia mencintai serenade itu!" Natasha sangat gembira. "Silvia tidak mengadakan perayaan ulang tahun kemarin malam, tapi dia bilang serenade itu adalah hadiah yang terbaik."     

"Saya sangat senang bahwa kalian berdua menyukainya," ujar Lucien.     

"Lalu aku tidak berbohong kepada Silvia. Aku memberitahunya bahwa serenade Untuk Silvia adalah karyamu." Mata Natasha berbinar senang. "Silvia sangat menghargai usahamu, dan dia ingin mengundangmu untuk makan malam hari ini, di rumahnya."     

"Saya sangat menghargai kebaikan Silvia, tapi itu sama sekali tidak perlu ..." Lucien agak ragu.     

"Ayolah, Lucien." Natasha memaksa, "Aku tidak ingin mengecewakan Silvia. Lagipula ini hanyalah sebuah makan malam keluarga kecil-kecilan yang bersifat pribadi. Hanya Silvia, ayahnya, nona Camil, dan juga aku yang akan ada di sana."     

"Um, sebenarnya..." Lucien menggaruk kepalanya, "Saya pikir Silvia akan marah pada saya. Anda tahu, bagaimanapun, saya menjadi ghostwriter Anda."     

"Tidak usah khawatir. Silvia baik dan perhatian. Itulah kenapa aku sangat mencintainya." Natasha tidak menyerah. "Dia tahu kalau aku tidak begitu hebat dalam musik bertema cinta, namun dia masih menghargai usahaku untuk berlatih serenade dan memainkannya pada hari ulang tahunnya."     

"Baiklah." Akhirnya, Lucien mengangguk.     

...     

Pada jam tujuh malam. No. 78, Daerah Gesu.     

Silvia tinggal di rumah berwarna kuning, berlantai dua. Ada beberapa bunga yang tahan cuaca dingin masih bermekaran di kebunnya.     

"Selamat datang, Lucien." Silvia bersama ayahnya telah menunggu dia.     

"Sang putri beserta nona Camil ada di ruang keluarga," ucap Silvia, yang mengenakan gaun panjang berwarna putih, dengan rambut panjangnya yang mencapai bahu. Silvia terlihat seperti wanita idaman kebanyakan pria.     

Lucien menyerahkan hadiah kecil ke Silvia dan mengucapkan, "Selamat Ulang Tahun," kepadanya, lalu dia menyapa ayah Silvia, Tuan Deroni.     

Tuan Deroni mengenakan jas hitam. Meskipun kumis hitamnya membuatnya terlihat agak tua dan suram, Lucien bisa mengatakan bahwa Tuan Deroni pasti merupakan pria yang tampan pada masa mudanya. Tetapi, Lucien merasa sedikit aneh ketika dia melihat ayah Silvia untuk pertama kalinya, dan dia tidak tahu kenapa.     

"Selamat malam, Lucien." Deroni menyapa dengan sedikit menundukan kepalanya. "Meskipun kita berdua sama-sama tinggal di Gesu, kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Kau lebih muda dari apa yang kukira," ucap Deroni sambil membawa Lucien ke ruang keluarga.     

Sebelum makan malam, kelima orang itu mengobrol dengan santai. Tuan Deroni mulai menanyakan Lucien tentang serenade in D. "Kami sangat menantikan versi lengkapnya," ucap Deroni.     

"Sebenarnya, saya sudah menyelesaikannya," jawab Lucien. "Itu adalah string quartet."     

"Luar biasa." Natasha berkedip ke arah Lucien, "Aku harap kau bisa memainkan quartet itu dan serenade 'Untuk Silvia' di pesta dansa tahun baru. Jadi aku bisa ... kau tahu, itu."     

Lucien mengerti apa yang dia bicarakan. Natasha masih menunggu kesempatan untuk menghadiahkannya sebuah rumah. Sangat disayangkan, Lucien lebih memilih pedang ksatria dibandingkan sebuah rumah.     

"Karena 'Untuk Silvia' adalah sebuah karya musik yang bersifat pribadi, saya tidak yakin dapat memainkannya di pesta dansa tahun baru itu," ucap Lucien.     

"Kenapa tidak?" ujar Silvia dengan suara halus. "Itu adalah karya musikmu juga, dan itu sangat indah. Setiap orang harus memiliki kesempatan untuk menghargai itu. Satu-satunya hal yang perlu kau ganti hanyalah nama serenade itu, atau orang akan menganggap kau sedang mengejarku."     

"Aku tidak keberatan." Natasha mengedikkan bahunya dan tersenyum. "Lagipula, kebanyakan musisi dari asosiasi yang masih bujangan sedang mengejarmu. Ngomong-ngomong, Lucien, sebelum kau ke sini kita membicarakan tentang puisi dan kisah dari berbagai tempat di duchy. Aku tahu kau adalah seorang ahli, dan mungkin kau bisa membantu kami di sini."     

"Ahli?" Tuan Deroni terlihat terkejut.     

"Tuan putri hanya bercanda." Lucien melambaikan tangannya. "Saya memang telah membaca beberapa buku terkait akhir-akhir ini, tapi saya sama sekali tak bisa disebut seorang ahli."     

"Jangan terlalu merendahkan diri, Lucien." Natasha tertawa, "Tuan Deroni adalah pengusaha yang sangat sukses dan juga direktur dari asosiasi di bidang aksesoris. Dia sering berjalan-jalan ke seluruh penjuru benua, dan kami membicarakan tentang salah satu puisi rakyat yang dia dengar sebelumnya."     

"Tentang apa?" tanya Lucien dengan sedikit rasa penasaran.     

"Ya ... tidak begitu banyak orang yang tahu tentang puisi ini." Deroni menopang dagu. "Tapi kejadian yang digambarkan puisi ini sangat unik. Aku ingin tahu darimana dan kapan puisi ini dibuat dan apa yang terjadi waktu itu."     

Lalu Deroni mulai membacakan puisi itu dengan perlahan:     

"Ketika matahari memasuki Istana Thanos     

Bola api yang besar terjatuh dari langit.     

Daratan terguncang,     

Dan dalam sekejap, seisi kota, serta menara yang agung, berubah menjadi abu.     

...     

Abu itu menyelimuti semuanya,     

Dari tanah ke langit.     

Di dalam lubang yang gelap tinggallah sang iblis.     

...     

Lihat, lihat! Air berwarna merah itu sekarang menuju bibir.     

..."     

"Seperti yang kau dengar, Lucien," Natasha berbicara, "puisinya tidak retoris, tapi apa yang digambarkan sangatlah aneh. Sepengetahuanku, Istana Thanos adalah nama dari posisi matahari, yang akan memperlihatkan pemandangan yang unik."     

Selain interpretasi Natasha, Lucien juga ingat, menurut tulisan yang dia baca, Thanos adalah nama dari hakim kepala kekaisaran sihir yang sebelumnya, dia juga dikenal sebagai 'Raja Matahari'.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.