Singgasana Magis Arcana

Tekanan



Tekanan

0Kubah kristal di udara yang dibuat oleh kekuatan suci sudah menghilang, tapi orang-orang masih belum meninggalkan alun-alun. Mereka masih terbayang dengan simfoni yang terakhir dimainkan, berjudul Perang Senja.     

Mengikuti ciri khas dari tema musik yang diciptakan oleh Simfoni Takdir, lagu terbaru ciptaan Tuan Christopher sangat bagus.     

"Kalau dibandingkan..." Sala masih sedikit ragu, "meskipun Perang Senja sangat menakjubkan, tapi untukku, Simfoni Takdir, masih lebih mengesankan."     

Lilith mengangguk. "Ya, Aku merasa perjuangan yang ada di Simfoni Takdir lebih terasa." Lalu dia mengerutkan alis dan terlihat cemas. "Tapi konser Tuan Christopher masih sukses besar. Konser malam ini pasti memberikan tekanan lebih kepada Tuan Evans."     

"Tuan Evans pasti akan baik-baik saja..." Sala bingung harus berkata apa. "Dia tidak akan mengecewakan kita."     

"Terus bagaimana jika kamu salah?" Lilith mendongak. "Bagaimanapun, Tuan Evans bersaing dengan ketua dari Asosiasi Musisi."     

Sala melihat adiknya dan menghela napas.     

Pada saat yang bersamaan, di lantai atas balai kota, Felicia menghela napas panjang, seperti ingin mengusir segala kecemasan dan kegelisahan yang ada di pikirannya.     

Akan tetapi, tidak semua orang merasa khawatir tentang konser Lucien. Mekanzi adalah salah satunya. Dia sangat bersemangat setelah konser malam ini, bukan karena pencapaian besar yang diciptakan Tuan Christopher pada usia tuanya, tapi karena Mekanzi yakin bahwa konser yang menakjubkan dari Tuan Christopher akan membuat pertunjukan Lucien besok tidak ada apa-apanya jika dibandingkan.     

...     

Grand Duke, putri Natasha dan bangsawan tingkat tinggi lainnya menetap di Aula Pemujaan setelah konser berakhir, dan sekarang mereka sedang mengobrol dengan Tuan Christopher di area khusus. Mereka memberikan selamat kepadanya untuk pencapaian musiknya yang hebat dan menyayangkan Tuan Christopher tidak akan mengadakan konser lagi di masa depan.     

Bangsawan dan musisi lain tetap di tempat duduk mereka, sambil bertukar pendapat tentang konser.     

"Kau sekarang hampir menjadi ahli di bidang musik bertema, Lucien." Victor sangat terkesan dengan penafsiran Lucien akan gerakan pertama Perang Senja, "Aku bisa melihat kau membentuk gaya musik dan idemu sendiri."     

"Terima kasih, Pak Victor. Sayangnya, saya khawatir kalau masih butuh waktu lama sampai bisa mencapai tingkat tersebut," jawab Lucien dengan rendah hati. "Apa yang kukatakan sebenarnya berasal dari Kritik Musik dan Berita Simfoni. Mereka mencetak beberapa ulasan musik yang menambahkan wawasan di bidang musik bertema dua bulan silam."     

Pada kenyataannya, semua pengetahuan musik yang Lucien obrolkan dengan Victor dan Marcus ada di perpustakaan jiwanya.     

"Oh ... Aku juga membaca artikel-artikel itu. Ya, mereka sangat membantu dalam memberikan petunjuk." Marcus setuju, tapi kemudian dia mengubah topik. "Apakah kau merasa tertekan kalau konsermu besok akan dibandingkan dengan konser sempurna malam ini, Lucien?"     

Ketika Lucien akan menjawab, Victor menepuk tangan Marcus untuk menghentikannya. Lalu, Victor berkata ke Lucien, "Jangan pernah membandingkan dirimu dengan yang lain. Lakukan apa yang ingin kau lakukan."     

Pada kenyataannya, Victor sendiri sedikit gelisah bahwa piano solo saja mungkin tidak dapat memberikan kepuasan musik kepada para penonton, tapi dia memutuskan untuk mempercayai muridnya.     

Lucien tidak begitu tertekan seperti apa yang dipikirkan orang lain. Meskipun dia paham aransemen dan repertoar konsernya tidak seperti repertoar pada umumnya, dan beberapa lagu piano solo mungkin sangat beresiko, Lucien percaya bahwa hanya dirinya yang tahu apa yang dia inginkan.     

"Saya hanya akan mencoba yang terbaik." Dia mengangguk.     

Beberapa menit kemudian, para bangsawan mulai meninggalkan aula konser, diikuti dengan para musisi. Beberapa bangsawan dan musisi menyapa Lucien dengan cara yang agak aneh. Jelas mereka mencoba untuk tidak menyinggung konsernya besok.     

...     

Tanggal lima April, hari terakhir Festival Musik Aalto.     

Pada pukul 7:30 malam hari, hampir semua orang di Aalto berkumpul di sekitar alun-alun dan di jalanan terdekat, menunggu konser penutup.     

Piola, Sharon dan anggota band lainnya sampai di alun-alun saat sore hari untuk mendapatkan tempat menonton yang bagus. Sekarang mereka dikelilingi orang yang terus bertambah dan juga perdebatan yang makin memanas.     

Piola menatap kubah kristal, lantas bergumam seperti sedang melamun, "Kuharap aku bisa mengadakan sebuah konser di sini. Aku rela mati untuk itu."     

"Kurasa mustahil, sayangnya." Green, si pemain biola, menggelengkan kepalanya dan menghela napas, meskipun dia memiliki mimpi yang sama dibenaknya.     

"Kita baru berusia dua puluhan. Kita masih muda. Jangan begitu pesimis, Green," ujar Sharon. "Tuan Christopher masih mencari terobosan musik baru di umurnya yang sudah tujuh puluh lebih, dan kita harus membawa mimpi-mimpi kita sampai kita menggapainya."     

"Bicara soal masih muda..." Grace lalu berkata kepada mereka, "Upacara kedewasaan Tuan Evans masih dua bulan lagi."     

Sharon, yang terlahir dari keluarga pemusik, menjawab, "Musisi termuda mengadakan konsernya di Aula Pemujaan ketika dia masih lima belas tahun, tapi disaat dia menyelenggarakan konser di sini, dia telah mengadakan beberapa konser di berbagai tempat. Tuan Evans sekarang melakukan konser pertamanya di sini, saat Festival Musik Alto, dan itu adalah sesuatu yang akan ditulis dalam sejarah musik."     

Christopher menyelenggarakan konser pertamanya di Aula Pemujaan pada Festival Musik Aalto ketika dia masih berumur 26 tahun. Musisi tertua yang mengadakan konsernya di umur 112 tahun di Aula Pemujaan juga seorang Kesatria Agung, yang dianggap sebagai rekor tak terkalahkan.     

"Semuanya sangat menantikan pertunjukan Tuan Evans malam ini," ucap Grace. "Aku rasa ... selama konsernya bisa sampai separuh mengesankan dari konser Tuan Christopher, kita bisa mengatakan itu sebagai sukses."     

"Aku setuju..." Piola mengangguk. "Bagaimanapun, Tuan Evans baru belajar musik kurang dari setahun. Dia sudah menjadi seorang jenius ketika sampai sejauh ini, dan dia masih sangat muda."     

"Aku rasa orang lain tidak akan sependapat dengan kita, sayangnya." Sharon menghela napas. "Pasti ada orang-orang yang mengharapkan kegagalan Tuan Evans."     

...     

Di luar Aula Pemujaan, Lucien, memakai tailcoat hitam, menyambut para tamu terhormat bersama Rhine dan beberapa anggota orkestra.     

Banyak bangsawan dan musisi masuk ke dalam aula. Sebagian dari mereka adalah Count Hayne, Count Rafati, Count Hill, Tuan Othello, dan banyak bangsawan dan musisi dari luar yang Lucien tidak kenal.     

Lalu, Christopher datang dengan muridnya, Silvia. Dia mengangguk ke Lucien dengan senyum ramah dan menyuruhnya untuk santai. Silvia tersenyum ke Lucien untuk menunjukan dorongan semangat darinya.     

Lucien juga secara khusus mengundang 'keluarga'nya di Aalto untuk hadir. John, Joel, Alisa, Iven, serta Elena diundang. Mereka datang bersama Victor dan Felicia, dan beberapa dari mereka terlihat lebih gugup dari Lucien. Dia menyeringai pada mereka, memberitahu mereka bahwa dia baik-baik saja.     

Akhirnya, kereta kuda grand duke datang. Grand Duke dan putri Natasha dikelilingi banyak bangsawan, begitupun Michelle, pangeran dari Kerajaan Syracuse, serta Sard, sang Saint Kardinal Gereja.     

Natasha mengangkat alis ungunya sedikit ke arah Lucien dan tersenyum, "Aku mempercayaimu, konsultan musikku."     

...     

Di kursi penonton, Grand Duke Orvarit berkata pada anaknya, "Natasha, Aku berpikir kau sedikit gegabah ketika mengatur konser pertama Lucien untuk diadakan setelah konser Tuan Christopher, dan juga sebagai konser penutup dari Festival Musik Aalto. Kau tidak ingin dia untuk mengacaukannya, 'kan?"     

"Tentu saja tidak, Ayah." Natasha tertawa. "Aku hanya yakin kepadanya. Aku tau dia bisa melakukannya."     

Tetap saja ... kepercayaanmu tidak membuatnya menjadi musisi yang pantas untuk tampil dalam kesempatan seperti ini." Verdi berkata pada natasha, "Yang dia miliki hanyalah Simfoni Takdr, dan ... mungkin 'Untuk Silvia'."     

"Saya pikir ini adalah kesempatan yang baik untuk seorang musisi muda berbakat untuk berkembang." Christopher setuju dengan Natasha. "Konser yang paling berharga bagi seorang musisi adalah yang dapat membantunya melewati batasan dirinya."     

Sard juga setuju, "Saya bisa melihat dari simfoni itu bahwa pemuda ini sangat teguh. Dia mempunya hati yang tidak akan menyerah pada kesulitan. Tuhan akan memberkatinya."     

Memiliki dukungan dari Christopher dan Sard, Natasha tersenyum pada Verdi, "Sekarang, bagaimana menurutmu?"     

"Kita akan lihat." Verdi tidak membalas perkataan Natasha terlalu banyak malam ini. Sepertinya dia memiliki terlalu banyak pikiran sekarang.     

...     

Ketika Lucien muncul di panggung, Piola menunjuk ke kubah kristal dan berseru, "Dia ... dia tuan Evans?!"     

Mulut Piola menganga. Dia tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya.     

Sharon membutuhkan beberapa detik untuk menata kalimatnya. "Benar, Kelihatannya begitu. Pemuda yang mengobrol dengan kita sebelumnya ... adalah Lucien Evans."     

"Pantas saja..." gumam Grace.     

Lucien berdiri di depan orkestra, kemudian tersenyum pada Rhine dan mengangguk.     

Lalu, Lucien melambaikan batonnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.