Singgasana Magis Arcana

Terakhir dan Pertama



Terakhir dan Pertama

0Lucien mengulurkan tangan, "Senang bertemu denganmu, Tuan Marcus."     

Marcus menjabat tangan Lucien, lalu memasang senyum arogan. "Aku juga, Lucien. Aku mendengar namamu ketika berada di Shaq. Ketika aku baru sampai di Aalto, dua hari yang lalu, aku akan mengunjungimu, tapi Tuan Victor memintaku untuk tidak mengganggumu dalam persiapan untuk konser pertamamu."     

Marcus menekankan kata 'pertama'. Di pikirannya, Lucien tidak perlu dihormati sebagai musisi sebelum menjalankan konser pertamanya dengan sukses.     

"Tuan Victor sering menyebut namamu. Dia berkata bahwa kau adalah muridnya yang paling menonjol." Lucien tetap sopan. "Untuk masalah pengalaman konser, aku belum sehebat dirimu."     

"Ya ... Itu adalah suatu kehormatan bagiku karena diundang oleh banyak negara." Marcus memasang senyuman lebar ketika mereka membicarakan tentang hal yang paling dia banggakan. Dia duduk disamping Lucien dan mulai membicarakan tentang pengalaman konsernya di berbagai macam negara: Kerajaan Syracuse yang penuh semangat, sifat kaku dan kuno dari Kekaisaran Suci Heilz, serta keberanian dari Kerajaan Shaq...     

Lucien tidak keberatan mengetahui lebih banyak tentang negara-negara ini. Jadi dia hanya mengangguk dan menanyakan beberapa pertanyaan sesekali ketika Marcus berbicara.     

Marcus tidak berhenti bicara sampai konsernya akan dimulai. Di dalam pikirannya, Marcus merasa Lucien sangat mudah diajak bicara, tidak arogan seperti yang dia kira.     

Sikap Marcus yang tidak ramah bukannya tanpa alasan. Tadinya dia merasa sangat senang karena gurunya, Tuan Victor, melihat pemuda berbakat ini, dan dia sangat bangga penerusnya bisa mendapatkan pencapaian seperti Tuan Victor. Kemudian berita tentang Lucien terus bermunculan di Shaq seperti salju. Bahkan para bangsawan di Shaq membicarakan tentang Lucien dan mulai membandingkannya dengan Marcus. Seketika, Marcus merasa pencapaiannya tidak ada apa-apanya dibandingkan kesuksesan Lucien, Lucien bahkan belum mengadakan konsernya sendiri!     

Para penonton memberikan Christopher tepuk tangan yang hangat ketika dia muncul di panggung. Christopher mengenakan pakaian hitam. Dia terlihat bugar dan berwibawa malam ini.     

Ini mungkin adalah konser terakhir Christopher untuk karir musiknya, konser terakhir dari ketua Asosiasi Musisi Aalto, musisi yang paling berwibawa dan terhebat di seluruh penjuru benua, sang 'legenda musik yang masih hidup'.     

"Tuan tuan dan Nyonya-nyonya," Christopher menghadap para penonton, "terima kasih telah hadir."     

Menegakkan punggung, Lucien mendengarkan dengan saksama.     

"Saya telah mengabdikan diri kepada musik selama 59 tahun, dan sekarang umur saya sudah tujuh puluh tahun," ucap Christopher bersungguh-sungguh. "Saya masih berdiri disini karena dukungan kalian semua, dan karena sebuah dorongan yang saya dapatkan dari seorang anak muda. Kita, sebagai manusia, akan menjadi tua dan mati, tapi musik tidak!"     

Lalu Christopher berbalik dan dia mengangkat batonnya.     

Tiga simfoni pertama adalah karya musik Christopher yang paling dikenal. Yang satu melodinya rumit dan meluapkan semangat, yang satu elegan dan indah, yang ketiga sangat bergairah dan anggun. Melodi-melodi yang memukau dan familiar merengkuh setiap benak para pendengar, tidak peduli apakah mereka berada di dalam atau di luar Aula Pemujaan.      

Pencapaian Christopher dalam musik adalah tonggak dari sejarah musik. Bersama dengan musiknya, ingatan para pendengar yang sudah lama dilupakan mulai kembali.     

Pada setiap jeda, para pendengar bertepuk tangan sangat meriah, seolah seluruh penjuru benua bertepuk tangan kepada musisi senior yang terhormat ini.     

Setelah simfoni ketiga, Christopher terlihat sedikit lelah. "Sekarang, selamat menikmati piano sonata dari muridku, Silvia, sementara saya mempersiapkan simfoni selanjutnya."     

Di konser terakhirnya, Christopher ingin membantu muridnya, dan dia mengerti bahwa dia membutuhkan istirahat sebelum simfoni selanjutnya.     

"Ini adalah 'Legenda musik yang masih hidup'! Konser miliknya sangat luar biasa!" ucap Piola dengan penuh semangat di alun-alun.     

"Aku tahu..." Sharon mengangguk dengan sungguh-sungguh, "Aku sangat senang bisa berada di sini sekarang dan mendengarkan konser Tuan Christopher."     

Silvia memakai gaun putih, kemudian berjalan ke panggung seperti malaikat.     

Lucien menutup matanya dan mendengarkan permainan Silvia dengan saksama. Bisa dibilang, permainannya cukup baik, dan kemajuan Silvia sudah sangat mengesankan bagi Lucien. Tapi dia tahu Silvia masih bisa melakukan beberapa perbaikan dengan teknik jari-jemarinya dan pemahamannya terhadap alat musik baru ini.     

Sonata yang berlangsung 10 menit itu mendapatkan tepuk tangan hangat. Silvia sedikit mengangkat gaunnya dan menekuk lututnya untuk berterima kasih kepada para pendengar. Dia merasa begitu senang.     

Ketika Lucien memberikan tepuk tangan kepada Silvia, dia merasa seseorang melihat ke arahnya. Itu adalah Natasha. Mata ungu cantiknya bersinar seraya dia tersenyum.     

Dia mengangguk ke Lucien. Lucien paham kalau dia berterima kasih karena memberikan Silvia beberapa tips untuk bermain piano dan menyusun kembali sonatanya.     

Kemudian Christopher yang muncul kembali lagi-lagi menarik perhatian semua orang. Mereka semua menantikan simfoni terakhirnya.     

Saat Christopher mengangkat baton dan mengayunkannya, dua nada musik pertama terngiang di kepala para pendengar.     

Christopher membawa mereka ke sebuah medan pertempuran yang hebat.     

Terompet bertiup, bendera berkibar, dan para prajurit pemberani berteriak lantas menyerbu seperti singa ke arah musuh, dengan darah mereka yang membara karena tekad yang kuat, serta hasrat bertarung. Di bawah pimpinan para pahlawan, para pastor dan kesatria bertarung bersama-sama dan membasmi musuh mereka seperti banjir bandang. Mereka memenggal kepala para raksasa dan menghancurkan menara tinggi para penyihir jahat. Untuk melindungi tanah air mereka, mereka membunuh semua iblis yang mencoba untuk menghancurkan dunia mereka.     

Gerakan selanjutnya memiliki gaya yang lebih ditahan, seolah pasukan sedang bersedih karena kehilangan para pahlawan, tapi harapan datang dengan kesedihan, dan tekad yang kuat diikuti dengan duka. Lalu gerakan yang penuh semangat mengubah nada musiknya. Dengan nama keadilan dan cahaya, para prajurit menghapus air mata mereka dan maju kembali dengan momentum yang tak terhentikan.     

Seluruh Aula Pemujaan terdiam sejenak setelah simfoni itu selesai, lalu para pendengar memberikan tepuk tangan yang sangat meriah.     

Tepuk tangan ini bukan hanya untuk simfoni yang barusan dimainkan, tapi juga untuk semangat besar Christopher dengan inovasi dan ketekunan di usianya yang ke 70 tahun! Kelihatannya, simfoni ini terinspirasi dari Simfoni Takdir Lucien. Sangat menakjubkan bahwa seorang musisi terhebat mau belajar dari generasi muda dan selalu mencoba untuk menggapai level yang lebih tinggi di umur 70 akhir!     

"Master. Tuan Christopher, Master!" Piola terlalu semangat untuk bisa membuat kalimat lengkap.     

"Ya ... Ya!" jawab teman-teman Piola. Suara mereka gemetar.     

Grand Duke, putri Natasha, pangeran dari kerajaan Syracuse, Count Verdi, dan semua orang di Aula Pemujaan berdiri seraya bertepuk tangan untuk menunjukan rasa hormat mereka kepada musisi hebat ini.     

"Tuan-tuan dan nyonya-nyonya, konser terakhirku selesai malam ini." Christopher membungkuk ke penonton dan berbicara dengan pembawaan yang emosional, "Besok, musisi muda berbakat kita, Lucien Evans, akan membawakan konser pertamanya disini, di Aula Pemujaan. Konser terakhir dan konser pertama... Apa yang Tuhan ingin beritahu kita adalah ... musik tidak pernah mati!"     

"Musik tidak pernah mati!" Para penonton mengikuti Christopher dan mengulangi kata-katanya. Lalu, mereka berbalik untuk melihat ke arah Lucien.     

Lucien membungkuk dalam-dalam kepada musisi hebat ini, dengan penuh rasa hormat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.