Singgasana Magis Arcana

Persiapan Festival



Persiapan Festival

0Tanggal tiga april, Festival Musik Aalto.     

Musik terdengar di seluruh jalanan. Hari ini, pakaian Lucien tidak terlalu formal. Dia mengenakan mantel coklat sederhana, kaos putih dan celana panjang hitam. Dia berjalan tanpa arah sambil ditemani Iven, yang juga berpakaian seperti pria mapan, karena Joel dan Alisa sedang berkencan untuk menghidupkan kembali gairah dan cinta yang ada semasa mereka muda.     

Victor sangat sibuk dengan pertemuan bersama macam-macam musisi dan bangsawan dari kota dan negara lain, begitu juga Felicia, Lott, dan Herodotus. Natasha kewalahan dengan banyaknya tamu kehormatan yang datang dari seluruh penjuru benua, dan di waktu luangnya dia membantu persiapan konser Silvia. Rhine diundang untuk menjadi pemain violin pertama di beberapa konser, Lucien mendengar bahwa Rhine bahkan tidak sempat makan.     

Bahkan John tidak mempunyai waktu untuk menemani Lucien berjalan-jalan. Dia harus menjaga performa selama festival berlangsung.     

"Hey, John!" Lucien melambai ke temannya, yang sedang patroli di jalan.     

"Hey, Lucien!" John tersenyum. "Apakah semua baik-baik saja?"     

"Um ... Lumayan baik." Lucien mengangkat bahunya. "Apakah ada hal yang lebih menyenangkan daripada menjadi seorang pengasuh saat festival musik?" Lucien menunjuk Iven, yang fokus mengunyah hotdog besar di tangannya.     

John tertawa begitu kencang sampai beberapa orang yang lewat melihat ke arah mereka.     

"Yang benar saja! Aku sedang mengurus adikmu!" Lucien mengeluh bercanda.     

"Aku mendengar kalau beberapa wanita bangsawan mengundangmu ke rumah mereka selama festival." John menepuk bahu Lucien. "Seperti ... Nona Yvette Hill."     

"Aku lebih memilih untuk mengurus adikmu," jawab Lucien dengan jujur.     

Setelah berbicara dengan John, Lucien lanjut berkeliling. Karena dia mungkin akan pergi setelah musik festival selesai, Lucien ingin lebih merasakan seluk beluk Aalto dan ingin menyimpan kenangan yang dia dapatkan ketika masih di sini.     

Ketika Lucien begitu tertarik dengan mendengarkan permainan musik artis jalanan, Iven lebih memperhatikan berbagai truk makanan yang menjual keju panggang, pai buah, kentang goreng, makanan pencuci mulut, dan seterusnya.     

Setelah menghabiskan hotdognya, Iven mulai menatap toko permen di seberang jalan.     

Lucien dan Iven melewati pagi begitu saja dengan berkeliling menikmati suasana festival, dan berjalan ke sembarang aula musik sederhana untuk menghargai musik yang dibawakan band di sana.     

Selama festival musik, selain Aula Pemujaan, tiket untuk pertunjukan musik apapun sangat murah, beberapa bahkan gratis. Karena itu, Festival Musik Aalto menjadi perayaan musik untuk semua orang.     

Sekarang sudah dekat waktu makan siang. Lucien pun mengajak Iven ke sebuah restoran.     

"Lihat!" Iven menunjuk papan yang berdiri di depan restoran. "Mainkan musik dan dapatkan makan gratis!'     

Iven sudah bisa membaca beberapa huruf setelah diajarkan Lucien dan John.     

"Restoran ini terlihat cukup menarik." Lucien tersenyum.     

Restoran itu sangat ramai. Ketika Lucien dan Iven mengantre untuk duduk, mereka melihat seorang pria tua sedang memainkan piano di depan. Permainan pria tua itu tidak begitu bagus, dan setiap tuts yang dia tekan terlihat seperti hal yang sulit baginya.     

Tapi dia bermain dengan penuh dedikasi, seolah itu adalah konsernya sendiri.     

Ketika pria tua itu selesai, seluruh restoran memberikan tepuk tangan hangat untuknya. Para pengunjung bertepuk tangan untuk keberanian dan semangatnya.     

"Gratis makan siang untuk pria ini!" teriak pemilik restoran. "Siapa selanjutnya!?"     

Lucien dan Iven dibimbing ke meja kecil untuk dua orang, dekat dengan jendela. Mereka memesan dua steak untuk makan siang.     

Beberapa pengunjung bermain musik. Suasana di restoran itu sangat menyenangkan. Semua pengunjung menikmatinya.     

Orang-orang mulai berdatangan ke restoran itu. Beberapa tidak mendapatkan tempat duduk, jadi mereka hanya berdiri di dekat meja bar, memegang makanan mereka, termasuk Piola, Sharon, dan yang anggota band lainnya.     

Setelah bermain musik dari pagi, mereka kelaparan. Makan siang gratis tentu saja menjadi hal luar biasa.     

Permainan Piola menangkap perhatian semua orang. Suasana keramaian yang ada di restoran memuncak.     

"Makan siang gratis untuk anak muda ini!" pemilik restoran berteriak. "Dan untuk teman-temannya!"     

Lilith dan Sala juga tertarik dengan restoran ini.     

...     

Lucien meletakkan pisau dan garpunya, lalu tersenyum pada Iven, yang kekenyangan dan tidak bisa berdiri dari bangkunya. "Sudah kukatakan. Jangan makan terlalu banyak."     

"Aku tidak bisa mengendalikan diri..." Iven masih menatapi sisa steak yang ada di piringnya dan meminta kepada pelayan untuk membungkusnya. Lalu dia menghadap Lucien, "Jika kau mau bermain musik, Lucien, kita tidak perlu bayar!"     

Tersentuh dengan suasana ramah dan hangat, Lucien ingin mencobanya. Lucien ingin melihat apakah musiknya, yang tidak dia salin dari karya masterpiece lain, bisa mendapatkan apresiasi dari orang-orang.     

Jadi dia setuju dengan usul Iven, dan berjalan menuju piano.     

"Lagi-lagi seorang anak muda!" ucap pemilik restoran.     

"Tuan Evans!?" Lilith tidak dapat mempercayai apa yang dilihatnya.     

"Benar, itu Tuan Evans." Sala terlihat sedikit bingung namun senang. "Aku pikir dia sedang bersiap untuk konsernya."     

"Kita sangat beruntung!" Wajah Lilith memerah. "Kita bisa mendengarkan permainan Tuan Evans disini, disebuah restoran biasa!"     

Piola juga mengenali Lucien, dia menghadap temannya, "Itu adalah tuan yang mengobrol dengan kita kemarin. Aku ingin tahu seberapa hebat dia bisa bermain musik!"     

Lucien meletakkan tangannya di atas keyboard, lalu dengan cepat mengingat serenade yang ditulisnya di dalam kepala, tanpa melihat satu pun buku musik yang ada di perpustakaan jiwanya.     

Permainan Lucien bagaikan embusan angin menyejukkan yang masuk dari jendela, dengan lembut menyentuh hati yang mendengar. Restoran yang ramai perlahan menjadi tenang. Semuanya berhenti berbicara dan mendengarkan musiknya dengan saksama.     

Lucien menggerakan tangannya dengan gemulai di atas keyboard, kemudian menutup mata dan mulai menikmatinya.     

Berbeda dengan suasana ramai sebelumnya, melodi indah itu menyegarkan pikiran semua orang seperti sungai yang jernih.     

Melodi itu sangat pendek. Ketika Lucien meninggalkan panggung kecil dan kembali menghampiri Iven, seluruh restoran tetap terdiam, sebab para pengunjung masih tenggelam di dalam keindahan melodi.     

Lucien merasa puas. Dia meninggalkan satu koin nar di meja, lantas Lucien dan Iven bergegas pergi.     

Segera setelah Lucien keluar restoran, dia mendengar banyak sorakan dan tepuk tangan dari dalam.     

...     

"Dia pergi!" Piola terlihat kecewa. "Kita tidak menanyakan namanya! Lagi!'     

"Aku heran mengapa kita tidak pernah mendengar melodi itu sebelumnya. Tempat ini penuh dengan kejutan musik, Aalto memang tempat yang menakjubkan!" ucap Sharon. Dia tidak tahu bahwa orang itu sendiri yang menyusun melodi tersebut.     

...     

"Tuan Evans!" Lucien mendengar seseorang memanggilnya dari belakang.     

Lucien berbalik, kemudian dia melihat bahwa itu adalah dua bersaudara yang mengunjungi rumahnya kemarin malam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.