Singgasana Magis Arcana

Keberangkatan



Keberangkatan

0Kapal bertiang tiga di atas laut seperti monster yang bersembunyi di kegelapan.     

Begitu dua perahu berujung lancip berhenti di sampingnya, dua tangga tali diam-diam diturunkan dari dek.     

"Jangan berisik." Tom berbisik pada murid yang lain.     

Mereka masih remaja. Kini, tiba-tiba mereka merasa sangat gugup. Mereka tahu benar pada fakta bahwa apa yang menunggu mereka adalah dunia impian atau tiang pembakaran.     

Tom lantas berbalik pada Lucien. "Aku harus naik duluan untuk memeriksa. Setelah aku memastikan kapalnya aman, kau atur mereka untuk naik lewat tali. Bagaimana?"     

"Tak masalah." Lucien mengangguk. "Hati-hati."     

Tom, seorang kesatria level dua, menepuk bahu Lucien. Dia kemudian mencengkeram tangganya dan naik ke kapal dengan cepat seperti bayangan.     

Orang-orang yang ada di perahu kecil itu tak bicara apa-apa. Mereka menunggu sinyal dari Tom dalam diam.     

Setelah beberapa saat, Tom menjatuhkan saputangan putih di pegangan besi di perahu tempat Lucien berada. Itu adalah tanda yang sudah mereka sepakati—tandanya aman.     

"Spring, Katrina, kalian naik duluan," perintah Lucien dengan tenang.     

Keberadaan seorang penyihir membuat para murid tenang dan juga menyemangati mereka. Satu per satu dari mereka mulai memanjat.     

"Lalu Oimos dan Heidi." Lucien berbalik dan bicara pada mereka. Dia dengar kalau remaja berambut coklat—Oimos—adalah anak yang berbakat dalam kekuatan spiritual. Tapi Lucien tak pernah benar-benar memperhatikannya karena anak itu selalu diam.     

Sementara Oimos berjalan ke depan perahu dan mulai memanjat dengan cepat, Heidi agak kesulitan.     

Angin laut yang kencang mengguncang tangganya. Dia tidak berani melihat ke atas atau ke bawah. Dia merasa kalau laut di bawah kakinya sedang meraung dan akan melahapnya. Dia ingin berteriak tapi tak bisa.     

Lucien hanya melihat. Dia ingin Heidi melakukan dan menyelesaikan tugasnya sendiri.     

Mengikuti arahan Tom, para murid yang sudah naik cepat-cepat menyembunyikan diri.     

Heidi sangat lelah setelah dia berhasil naik ke dek. Tapi ketika dia memikirkan apa yang baru saja terjadi, hatinya penuh dengan rasa bangga dan percaya diri.     

Saat semua murid sudah naik ke kapal, Lucien membawa koper hitamnya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya digunakan untuk memegangi tangga. Dia memanjat dengan cepat dan naik ke dek.     

"Bagus, Evans." Tom dan seorang awak kapal berkulit hitam berjalan ke arah Lucien.     

Lucien mengangguk dan mengikuti mereka ke dalam kabin di bawah dek.     

Saat menuruni tangga, bau campuran keringat dan bau lain yang sangat menyengat menyerang indera penciuman Lucien. Di bawah sangat gelap, dan satu-satunya cahaya di sana berasal dari lilin yang dipegang si awak kapal.     

Saat ini, dua pelaut lain mendatangi mereka dari sudut.     

Seluruh murid dan bahkan Lucien tiba-tiba merasa takut.     

Begitu Lucien akan merapal Charm Person tanpa mempedulikan lingkaran kekuatan suci di kapal yang digunakan untuk mendeteksi sihir, dua pelaut itu menghampiri mereka dan mengangguk pada Tom.     

"Semuanya baik-baik saja?" tanya Tom.     

"Ya, seperti biasa." Dua pelaut itu minggir supaya yang lain bisa terus berjalan.     

Melihat Lucien dan murid lain tampak bingung, Tom tersenyum dan bicara dengan suara pelan, "Aku mandor kapal di sini."     

Para remaja itu kini jadi semakin terkejut.     

"Di sini ada beberapa lingkaran kekuatan suci, bahkan pastor," jelas Tom. "Kalau aku asing terhadap kapal ini, bagaimana mungkin aku bisa menyuruh kalian naik dan memberi makanan serta minuman? Ini adalah perjalanan yang memakan waktu hampir satu bulan."     

Seperti namanya, Selat Storm yang akan mereka seberangi tidak terlalu jauh. Tapi kilat dan petir, juga angin kencang serta ombak sering membuat kapal tak bisa melaju dengan kecepatan penuh. Terkadang, kapal harus berhenti untuk menunggu kondisi alam reda.     

Meskipun banyak penyihir mencoba mencari tahu kenapa selat itu penuh oleh kilat, petir, dan angin kencang, jawabannya belum ketemu.     

Mendengarnya, Lucien bisa membayangkan seburuk apa kapal pedagang Viscount Wright sampai bisa disusupi oleh Granneuve, yang merupakan penanggung jawab tenaga buruh di Sturk. Lucien berpikir apakah sang viscount, sebagai kesatria agung, tahu masalah ini atau tidak.     

Kemudian, sambil mengikuti Tom, Lucien dan para murid masuk ke bagian kargo, yang merupakan lantai dua dari paling dasar kapal dan penuh dengan bau menyengat.     

Di sudut tersembunyi, terdapat kabin yang sangat kecil dan sempit. Kelihatannya tempat itu sejak awal bukan dibuat untuk ditempati manusia, tapi sekarang tempat itu tampak bersih. Bahkan ada hammock di kabin.     

"Setiap kabin ditempati dua murid. Tuan Evans akan tinggal di kabin sendiri," ujar Tom. "Kau tidak boleh meninggalkan lantai ini selama perjalanan. Tidak boleh pakai sihir, hanya boleh meditasi. Saat kalian berjalan-jalan di lantai ini, hati-hati, karena kadang-kadang beberapa awak kapal akan turun dan memeriksa kargo. Saat kita sampai di Holm, penderitaan itu akan terbayar."     

Setelah Tom pergi, para murid masuk ke dalam kabin mereka sambil membawa lilin.     

Layria dan Heidi ada di dalam satu kabin yang sama. Begitu mereka membuka pintu kabin, dua gadis itu bertukar pandangan senang. Kemudian mereka menyadari Annick berjalan melewati mereka. "Hei, Annick! Kau dengar kita tak boleh menggunakan sihir di dalam kapal, 'kan?" tanya Heidi bersemangat.     

"Ya, tentu saja." Annick mengangguk. "Kita harus mengingatnya baik-baik, atau kita akan dapat masalah besar."     

"Maksudku ... kita akhirnya bisa istirahat dari latihan merapal tanpa henti!" Heidi mengangkat salah satu alisnya dengan senang.     

"Dan tidur larut!" Layria juga senang.     

"Kita ... kita juga harus tetap belajar..." Meski berkata demikian, Annick juga tersenyum senang.     

"Apa yang kalian bertiga bicarakan?" Kemudian terdengar suara familiar yang lembut.     

"Bukan apa-apa, Tuan Evans." Para murid itu buru-buru membungkuk pada Lucien, tapi senyumnya masih tertinggal di wajah mereka.     

Lucien mengangguk. "Karena kita tidak bisa belajar merapal, berarti kita harus latihan soal. Besok sore, arcana dan dasar sihir."     

"Hah?" Senyum di wajah ketiganya menghilang dalam sekejap.     

...     

Walaupun Lucien berencana mengajari para murid di kapal, jadwalnya benar-benar berantakan karena kenyataan. Setelah perahu layar itu kembali ke dermaga dan berlayar menuju selat Storm bersama dengan kapal lain, Layria dan Heidi mengalami mabuk laut parah, dan situasi semakin memburuk ketika mereka memasuki selat.     

Layria dan Heidi bukan satu-satunya orang yang mabuk laut. Bahkan Sprint dan Katrina juga merasakan hal yang sama. Sebagian besar penyihir murid mabuk laut dan sering muntah di kabin.     

Namun secara mengejutkan, pemuda kurus yang selalu diam, Oimos, tampak baik-baik saja.     

Untungnya, beberapa budak tuli dan bodoh dari Tom yang bertugas membawakan mereka makanan, minuman, serta buah juga membersihkan muntahan itu.     

Hari ini, Lucien dan Annick bersembunyi di antara kotak kayu sambil membicarakan tentang membentuk model sihir.     

Sepanjang istirahat, Annick bertanya khawatir, "Menurut Anda kapan Layria dan Heidi baikan, Tuan Evans?"     

"Mungkin dua hari lagi." Lucien bersandar pada salah satu kotak kayu untuk menjaga kesimbangan, karena kapalnya lagi-lagi terguncang hebat akibat badai. "Kekuatan spiritual bisa membantu mereka lebih baik, begitu juga minyak herbal yang dikirim oleh Tom. Aku merasa mereka sudah mulai membaik, bukan begitu?"     

Saat Annick akan menjawab, mulutnya ditutup oleh Lucien.     

Lilin mereka dimatikan.     

"Ssh, ada orang," bisik Lucien.     

Annick mengangguk.     

Melalui celah di antara dua kotak kayu, terdengar suara pemuda. "Chely sayangku, kau adalah matahariku! Tanpamu, aku ada di dalam kegelapan tanpa batas. Bahkan berdoa saja tak bisa menyelamatkanku!"     

"Jacques, aku juga!" Kemudian terdengar suara wanita yang lembut. "Tapi akhir-akhir ini ayahku selalu muncul. Para pelayan juga mengawasiku."     

Lucien sedikit lega. Ternyata itu adalah sepasang kekasih.     

"Aku tidak mengerti, Chely." Pemuda itu terdengar menderita. "Kenapa viscount ingin anaknya pergi ke Holm untuk belajar di biara? Padahal di Sturk banyak biara!"     

'Viscount ... Viscount Wright?' Lucien cukup terkejut. 'Viscount ada di kapal ini?'     

Kemudian petir yang mengerikan kembali menggelegar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.