Singgasana Magis Arcana

Di Belakang Mereka



Di Belakang Mereka

0"Mungkin iblis itu tahu kita jadi lengah setelah menghancurkan kompor arang, dan karena kau masih tidak bisa menghubungi Tuan Gaston, kita akan segera tahu kalau dia tidak benar-benar mati. Jadi, mengontrol salah satu dari kita dan melancarkan serangan dadakan mungkin jadi pilihan terbaik baginya saat itu." Charlie mencoba menganalisis apa yang baru saja terjadi. "Selain itu, berdasarkan kata-kata Bill, iblis macam ini datang dari emosi negatif, dan seringnya mereka tak bisa mengendalikan diri sendiri, apalagi mencari taktik yang bagus."     

Karena tubuhnya terus menyerap kekuatan ramuan sihir, Lucien merasa jauh lebih baik, meski dia belum bisa lari atau menggunakan sihir. Setelah mendengarkan kalimat Charlie, dia mengangguk singkat. "Aku tahu maksudmu,Charlie. Tapi aku tetap merasa segalanya agak mencurigakan..."     

Dua perempuan lainnya berjalan di depan. Mendengar apa yang dikatakan Lucien, Sandra langsung melihat sekitar dengan sangat waspada, sementara Susan tampak ketakutan dan suaranya gemetar. "Tuan Evans ... Apa maksud Anda iblisnya masih hidup?!"     

Dalam mimpi buruk ini, Susan tak bisa bertahan lebih lama lagi.     

"Aku setuju. Perilaku kontradiksi iblis itu memang di luar pemahaman kita." Charlie mengangguk.     

Mendengarnya, Susan hampir jatuh ke lantai.     

Setelah diam beberapa saat, Charlie melanjutkan, "Tapi dari banyak catatan dan legenda kuno, kita tahu kalau iblis memang perilakunya tidak beraturan. Soalnya mereka datang dari tempat kekacauan."     

"Tuan Charlie ... Anda membuat saya takut." Susan protes sedikit.     

"Itu benar." Lucien benar-benar tidak mempermasalahkan Charlie yang mengemukakan pendapat. "Iblis dalam jurang itu bermacam-macam. Apalagi di Pulau Tengkorak, spesies iblis baru diciptakan setiap hari, dan tentu saja kita tidak bisa mengenali semuanya."     

Susan menghela napas panjang lega. Dia percaya dengan kalimat Tuan Evans.     

Namun, Lucien mengubah nada suaranya, "Tapi tak peduli betapa tak beraturannya iblis itu, dia tidak akan membuang kesempatan untuk membunuh kita. Dia punya cukup kekuatan untuk membunuhku, entah menggunakan Baleful Polymorph atau Shadow Well, karena aku tak punya benda untuk melindungi diriku sendiri saat itu. Tapi, apa yang dia rapal padaku adalah mantra yang mengincar jiwa atau kekuatan spiritual, meski dia tahu aku dilindungi dengan Death Ward, jadi mantranya tidak bisa langsung membunuhku."     

Setelah bicara demikian, Lucien menyimpulkan bahwa pembelajarannya dalam arcana sangat tidak imbang. Biarpun dia sangat berdedikasi terhadap perguruan Elemen dan Astrologi, dia mengabaikan perguruan lain. Jadi dia tidak punya banyak variasi mantra untuk melawan iblis itu. Ketika dia kembali ke Allyn, dia harus melebarkan pembelajarannya dengan bijak.     

"Mungkin, saat dia mencoba menyerang kita menggunakan refleksi cermin, iblis itu tak bisa menggunakan mantra lain selain yang mengincar jiwa atau kekuatan spiritual seseorang." Sandra memiliki pemahaman berbeda, dan komentarnya jelas masuk akal. Saat iblis itu merapal mantra lain, dia tidak ada di dalam cermin.     

"Diskusi sangat membantu." Lucien tersenyum. "Terima kasih sudah menjawab pertanyaanku, tapi aku masih punya beberapa pertanyaan. Pertama, kenapa ruang pemanggilan tampak mirip dengan yang dideskripsikan dalam instruksi ritual, kalau Tuan Bertren tak pernah mencoba melakukan ritual konyol itu? Bill tidak punya hak memasuki ruangan pemanggilan Tuan Bertren. Kedua, kenapa perkamen yang setengah terbakar ada di sana? Kenapa kita menemukannya? Kenapa Cuma setengah terbakar?"     

"Yah..." Charlie merasa pertanyaan itu sulit dijelaskan. "Untuk pertanyaan pertama, mungkin Bill kembali ke ruangan pemanggilan setelah Tuan Bertren mati, untuk membuat gurunya jadi kambing hitam. Kemudian fakta bahwa ruangan pemanggilan tampak mirip juga mendistraksi kita ke arah yang salah. Lalu untuk pertanyaan kedua ... kurasa Bill ingin membakar instruksinya. Saat mereka bertengkar, perkamen itu tidak sengaja terbakar."     

"Yep, dan kita kebetulan menemukannya." Sandra mengangguk. Kemudian mereka sampai di koridor yang mengarah pada ruangan kendali.     

"Kalau begitu aku tak punya pertanyaan lain." Lucien mengeluarkan jam sakunya dan berujar, "Sekarang jam 5:25 sore ... Dalam 15 menit, penyihir tingkat senior harusnya sudah datang. Kita harus sabar."     

"Baiklah." Ketiganya mengangguk.     

Meski mereka menemukan jawaban dari seluruh pertanyaan Lucien, pertanyaan itu masih membuat mereka takut. Makanya, mereka tidak ada yang berani lengah. Bola energi warna-warni masih berputar di atas kepala Susan dan Sandra, sementara dinding penghisap kekuatan melindungi Lucien dan Charlie.     

Ketika mereka melewati koridor, Susan melihat salah satu ruangan yang terbuka. Dia tampak bingung.     

Lucien, Sandra, dan Charlie juga melihat ke dalam. Di sana kosong, tidak ada apa-apanya.     

"Susan?" tanya Sandra. "Ada masalah?"     

Susan sedikit mengernyit dan menjawab, "Itu adalah ruangan penyimpanan Tuan Bertren. Dia menyimpan seluruh hartanya seperti emas, perak, dan material berharga di sini. Tapi semuanya hilang..."     

Tahu kalau iblis jelas tak tertarik dengan hal-hal semacam itu, mereka langsung kembali takut lagi!     

"Lebih baik jangan panik karena hal tidak jelas." Sandra agak ragu. "Mungkin ... mungkin dia butuh emas, permata, dan material berharga untuk menjaga keberadaannya..."     

Namun, meski dia berkata begitu, Sandra sendiri juga lumayan ketakutan. Dia terus memeriksa sekitarnya dengan menoleh ke sana-kemari.     

"Kurasa tidak ... Bill tidak memanggil naga. Iblis itu tidak butuh harta untuk dipanggil." Charlie tidak setuju dengan Sandra. "Lebih baik jangan lanjut lagi dan tinggal di sini saja. Tempat ini memang aneh, tapi kurasa ini karena hal lain, bukan makhluk itu. Tidak mungkin dia kembali lagi."     

Kemudian Charlie dan Sandra mulai merapal mantra pertahanan di sekitar mereka. Susan juga mencoba membantu, sementara Lucien masih bersandar di dinding karena merasa lemah. Saat ini kekuatan spiritualnya hanya cukup untuk mengaktifkan item sihir.     

Tak lama kemudian, lingkaran sihir sudah siap semuanya. Mereka akhirnya bisa beristirahat di sana. Siapapun atau apapun yang berada di bawah tingkat lingkaran kelima harus menghabiskan waktu, setidaknya, selama 10 menit untuk memecah pertahanan mereka. Sementara dua penyihir tingkat lingkaran kedua di belakang lingkaran sihir percaya diri bisa bertahan sampai penyihir tingkat senior tiba.     

Charlie dan Sandra berdiri di masing-masing sisi pintu, Lucien bersandar di dinding, dan Susan sembunyi di pojokan. Mereka bisa melihat sosok buram mereka dalam permukaan dinding batu yang halus di depan mereka, termasuk kerah sobek Sandra, rompi sobek Charlie, dan monocle Lucien.     

Lucien berujar serius pada mereka, "Iblisnya mungkin sudah mati. Tapi seseorang, atau sesuatu ada di balik semua ini."     

Ketika mengatakan itu, tiba-tiba dia melihat sosok pantulannya di dinding—yang memakai monocle—menyeringai. Senyum itu tidak mengerikan, tapi lebih seperti senyum kemenangan.     

Lucien langsung mengaktifkan Sun's Corona meski sakit kepalanya masih terasa begitu parah. Tembakan cahaya suci kemudian mengenai dinding.     

"Apa?!" Sandra dan Charlie langsung bersiap untuk pertarungan lain, tapi tak ada apapun di sana. Hanya cahaya dari Holy Strike milik Lucien yang bersinar di dinding.     

Lucien memeriksa sekelilingnya dengan hati-hati. Tidak ada apapun yang terjadi.     

Dia memberitahu apa yang dia lihat, kemudian berkata, "Mungkin aku terlalu gugup ... entahlah. Bisa jadi cuma ilusi..."     

"Jika iblisnya benar-benar ada di sana, dia mungkin sudah langsung menyerangmu, Tuan Evans, daripada menampakkan diri di depanmu tapi tak ada apapun yang terjadi," kata Sandra. Mereka berdua percaya kalau itu hanyalah halusinasi Lucien.     

Lucien membenarkan letak monocle-nya sedikit dan berujar, "Entahlah. Yah pokoknya, penyihir tingkat senior harusnya akan datang dalam beberapa menit lagi. Kita harus tetap waspada."     

...     

Di aula murid, bekas korosi hitam mulai menggeliat dan tiba-tiba melesat ke atas. Makhluk raksasa dengan badan kuat dan leher panjang muncul di aula. Kepala makhluk itu tampak seperti kadal, dan di punggungnya ada sepasang sayap transparan seperti sayap kelelawar. Tubuh makhluk itu dipenuhi dengan lapisan sisik besar. Kalau terkena sinar matahari terbenam, sisiknya bersinar seperti mimpi. Begitu makhluk itu muncul, seluruh tempat di sana dipenuhi dengan aura yang kuat dan menekan.     

Makhluk itu adalah naga raksasa!     

Di sudut aula, udara tiba-tiba beriak, dan sebuah sosok perlahan muncul.     

Sosok itu adalah pria paruh baya tampan yang mengenakan mantel sihir mewah. Ada buku catatan dan pena bulu di tangannya.     

Begitu naganya melihat sang pria, dia melompat maju dan mengarahkan cakar depan raksasanya ke tameng yang melingkupi si penyihir sambil menunjukkan lidah merahnya. Tameng pria itu retak. Tapi dia tidak takut sama sekali. Malah, dia menulis sesuatu di buku catatannya dan tersenyum. "Kau adalah aktor yang hebat."     

Hidung naga itu membuat suara 'uh huh'. Jelas, naga itu cukup riang dan bangga. Dia terus menjilat tameng si penyihir.     

Penyihir itu berhenti menulis dan membaca catatannya dengan suara pelan, "Waspada, gesit, tegas, kalem ... Saat menghadapi bahaya, penyihir itu unggul dari kebanyakan sebayanya. Tapi pemilihan mantra dan kombinasi sihir bisa cukup bermasalah. Pengetahuan umumnya tidak imbang ... Akan sangat repot untuk membenarkan masalah ini..."     

Setelah menutup buku catatan, penyihir paruh baya itu menatap naga di sana dengan serius. "Alferris, kau harus tahu kalau harta karunnya milik Kongres. Kau tidak boleh mengambilnya."     

Naga raksasa itu masih menjilati tameng dengan senang dan mengabaikan kata-katanya.     

Setelah melihat jumlah retakan di tamengnya, penyihir itu menggeleng pelan. "Baiklah, baiklah ... kau bisa mengambil sebagian sebagai hadiah."     

"Huh!" Hidung naga raksasa itu mengeluarkan suara girang lagi. Kemudian, untuk menunjukkan rasa senangnya, si naga menjilat tameng itu lagi. Kali ini, lidah merah panjangnya menjilat tameng itu sampai pecah jadi serpihan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.