Singgasana Magis Arcana

Warren, Si Tuan Muda



Warren, Si Tuan Muda

0Melihat tebakannya benar, Lucien tersenyum percaya diri. "Hanya ada 30 atau 40 orang di East Haven ini yang memiliki kualifikasi dipanggil 'orang besar', jadi tidak sulit menebak. Lagipula tidak mungkin kau bekerja untuk satu dari sembilan lord di kota. Kalau tidak, kau tidak akan menyembunyikan namanya."     

Armor besi saling bertabrakan satu sama lain dari bagian belakang bar. Kelihatannya kamar itu ada di bawah tanah, karena lantai bar sedikit bergetar.     

Melihatnya para tamu mulai meninggalkan bar. Bukan karena mereka takut atau gugup, tapi karena mereka sangat terbiasa akan hal tersebut, dan mereka tidak ingin terlibat.     

Lucien, dengan kedua tangan di dalam saku, juga menuju pintu bar. Di East Haven, banyak orang berasal dari Kekaisaran Schachran, dan Leo jelas bukan pilihan satu-satunya. Selain itu, Lucien juga tidak ingin dapat masalah saat ini.     

Melihat Lucien pergi, pria tanpa mata kiri itu tampak bingung. Tapi dia cukup cerdas untuk membiarkan Lucien sendirian, karena dia telah memperlihatkan kekuatannya. Alih-alih dia berbalik dan berlari ke konter bar untuk menghentikan pemilik bar agar tidak kabur, kemudian bergegas menuju kamar rahasia.     

Jika seseorang yang tak memiliki latar belakang yang kuat ingin bertahan hidup di East Haven, orang itu harus tahu caranya sabar dan toleran. Karena orang-orang yang tidak bisa sabar dan toleran akan berakhir menjadi makanan hewan liar di hutan atau material para necromancer...     

Di sini, hanya kekuatan dari pedang dan sihir yang berlaku.     

Lucien berjalan menuju pintu dengan santai, kemudian melihat pada pertarungan antara pemilik bar dan pria tanpa mata kiri. Cara mereka menggunakan pedang itu tampak simpel dan tak berbelit-belit, yang mana merupakan tipikal gaya Schachran.     

"Berani-beraninya kalian bertengkar di Taran! Beberapa lord di kota akan membuat kalian membayar perbuatan kalian!" teriak si pemilik. Pemilik bar itu memiliki kekuatan yang hampir setara dengan kesatria sejati dari Berkah yang dia dapatkan dari ramuan beberapa tahun lalu. Jika dia lebih muda, dia pasti bisa mengalahkan pria itu dengan cepat. Namun sekarang dia sudah tua, dan pertarungan antara mereka berdua terjadi dengan sengit.     

Di East Haven, jika seseorang ingin membuka bar seperti Taran, dia harus mendapatkan dukungan dari orang-orang besar itu.     

Pria yang kehilangan mata kiri menebas tubuh pemilik bar, tapi momentum pedang besarnya dihentikan oleh tameng si pemilik bar. Dengan cepat, dia menukar posisi pedang besarnya untuk menepis pedang pemilik bar. Setelah suara keras terdengar, keduanya melangkah mundur. Melihat kesempatan di depannya, pria tanpa mata kiri itu mendengus. "Tuan muda tidak suka dengan Leo, dan kau menyembunyikan Leo di kamar bawah tanah bar! Leo membuat marah tuan muda kami, bahkan Lord yang ada di kota tak bisa berbuat apa-apa!"     

Saat sebagian besar tamu di bar sudah pergi, kali ini, dengan sebuah ledakan besar, pintu bar hancur menjadi berkeping-keping, dan serpihannya terpental ke belakang. Beberapa orang mabuk terluka dan kepalanya mulai berdarah.     

Lucien sedikit memiringkan kepalanya dan berhasil menghindari serpihan kayu dari pintu yang rusak. Lewat pintu yang rusak, sekumpulan orang masuk ke dalam dengan menggunakan armor hitam bergaya sama dengan milik pria tanpa mata kiri. Pemuda dengan rokok abu-abu di mulutnya tampak seperti pimpinan mereka, karena dia tidak memakai armor, namun seperti Lucien, dia memakai kemeja gaya Holm, rompi coklat, jaket panjang, dan sebuah top hat. Wajahnya khas dan hidungnya mancung. Secara garis besar, dia tampan, tapi dia tampak sangat murung dan sinis dengan alis hitam yang berantakan.     

Ada dua pria yang berdiri di masing-masing sisinya. Orang di sebelah kirinya pendek, dan dia juga memakai pakaian khas Holm, sementara orang satunya berbadan besar dan kekar.     

Pemuda itu melihat ke sekitar dan mengambil kursi yang dekat dari pintu dengan santai, lantas duduk di sana. Begitu dia mengulurkan tangan kanan, seorang perempuan pirang yang cantik berlutut dan membuka kancing lengannya. Ketika perempuan itu melakukan pekerjaannya, ekspresinya datar, dan dadanya yang menggoda setengah terlihat dalam gaun biru khas Tria.     

"Tuan Jarolim, tolong tangkap Leo," ujar si pemuda pada pria pendek yang berdiri di sampingnya sambil tersenyum. Akhirnya, mereka menemukan Leo, orang yang mengacaukan rencana besar mereka. Saat ini, kemarahan pemuda itu sedang berkobar.     

"Baik, Tuan Muda," jawab Jarolim datar.     

Sepatu kulit Jarolim berkilau. Setelah melangkah maju, sosoknya berubah menjadi bayangan dan bergegas menuju bagian belakang bar. Jelas bahwa dia memiliki kekuatan setara dengan kesatria. Kekuatan itu membuat takut orang-orang di bar, dan mereka merasa terlalu gugup untuk bergerak cepat. Mereka juga menghalangi jalan Lucien.     

Ketika Lucien akhirnya berhasil mencapai sebelah pintu, Jarolim sudah kembali sambil mencengkeram kerah Leo. Jelas, kekuatan Leo bahkan tidak mendekati kekuatan Jarolim, apalagi fakta bahwa dia dikepung oleh banyak orang.     

Melihat bahwa mereka telah menangkap Leo, pemilik bar dan bartender berhenti bertarung melawan prajurit berpedang dan mulai berpikir apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.     

Lucien melirik ke arah Leo, yang masih mencoba melepaskan diri dari tangan Jarolim, karena penasaran. Meski dia merupakan paruh baya, rambut Leo merupakan campuran warna hitam dan putih. Wajahnya terlihat tirus, dan matanya, yang kini terpejam erat, dikelilingi dengan keriput.     

Jarolim melempar Leo ke lantai di depan si pemuda, Warren.     

Tubuh Leo diselimuti oleh lapisan api hitam, yang mana menghisap seluruh kekuatannya hingga dia bahkan tak bisa berdiri dengan kakinya sendiri.     

"Sangat senang bertemu denganmu, Tuan Leo." Warren mencondongkan tubuhnya ke depan dan menampar wajah Leo dengan tangan kanan. "Kau ingin mengatakan sesuatu padaku?"     

Mata biru Warren dipenuhi dengan kekejian.     

Leo berusaha keras membuka matanya, dan terlihat rasa sakit yang besar dalam mata hijaunya, tapi di sana tidak ada sorot penyesalan. "Warren, aku hanya mengingatkan wanita bangsawan itu ... Aku mengingatkannya kalau kau adalah pedagang manusia! Apa kau berani mengatakan berapa banyak manusia, elf, kurcaci, dan orc yang sudah kau jual ke Schachran? Aku tak bisa membiarkanmu melakukan hal yang sama padanya!"     

Warren duduk kembali dan tersenyum. "Betapa baiknya kau, Tuan Leo."     

Kemudian dia menendang perut Leo keras-keras. Leo mengerang kesakitan dan kini sedang merintih di lantai.     

Warren lantas menaikkan kaki kanannya ke depan wanita pirang cantik dan menyuruhnya membersihkan sepatunya dengan hati-hati. Dia mengusap dagunya sejenak dan berujar, "Aku bingung, Leo. Kenapa kau selalu ingin cari gara-gara denganku? Kau bahkan kenal dengannya. Kau suka dengannya?"     

Leo terbatuk-batuk dan mencoba sebisa mungkin untuk menjawab, "Itu adalah ... prinsipku ... Kau tidak boleh melakukan ... itu pada orang-orang."     

"Wow, wow ... Tuan Leo, bukankah kau pria dengan jiwa kesatria yang besar?" Warren tiba-tiba menarik kaki kanannya dan menginjak kepala Leo, kemudian digesekkan ke lantai. "Kasihan ... Kau bukan kesatria sejati. Kau hanya berhak mendapatkan ini ... Kepalamu diinjak oleh kaki orang jahat, ha.     

"Oh, aku lupa hal lain yang layak kau dapatkan." Warren menambahkan, "Pasti ada alasan kenapa seluruh keluargamu dibunuh, 'kan?"     

Hal itu sangat membuat Leo kesakitan. Tenggorokannya mengeluarkan suara serak seperti hewan liar yang menendang-nendang saat sekarat. Melihat hal itu, beberapa orang di sana merasa simpati, untuk Leo, dan juga diri mereka sendiri.     

Warren melihat ke arah pemilik bar. "Kau jangan bicara apapun. Orang ini sudah cari gara-gara denganku, dan aku harus menunjukkan pada orang-orang bagaimana caraku berurusan dengan orang sepertinya. Kalau tidak, mereka akan lupa siapa mereka sebenarnya."     

Pemilik bar itu tidak bisa mengatakan apapun.     

Kemudian, Warren berujar pada bawahannya, "Hajar dia, lalu potong kaki dan tangannya. Gantung sisa tubuhnya di kerangka kayu di luar gerbang kota dan biarkan para coyote memakannya sampai habis saat malam."     

Setelah berujar demikian, dia menendang Leo ke arah pria bermata satu.     

Begitu dia menangkap Leo, dia dan bawahannya mulai memukuli Leo dengan barbar.     

Kali ini, seseorang sedang menginjakkan kakinya di lantai, membuat suara seperti ketukan di pintu. Ketika orang-orang di sana berhenti melakukan kegiatan dan menoleh ke belakang, seorang pemuda berdiri dan tersenyum pada mereka. "Selamat siang, semuanya."     

Semua orang yang hadir sangat bingung sekarang.     

Meski Warren juga bingung, dia bertanya waspada, "Apa aku kenal denganmu?"     

Warren tidak bodoh, meski sebenarnya ayahnya yang punya kekuasaan bisa membereskan segalanya untuk dia, dia tahu kalau harus hati-hati dengan orang yang memutuskan untuk muncul dalam situasi semacam ini.     

Lucien menunjuk pada Leo dengan santai, dan tiba-tiba, Leo melayang di udara lalu melayang ke sebelah Lucien.     

"Tuan Warren, aku harus menyewa Leo untuk misiku. Kalian berdua bisa menyelesaikan urusan kalian setelah misiku selesai," ujar Lucien dengan nada datar, seolah dia memberikan perintah.     

Apa yang Leo lakukan telah menunjukkan bahwa dia adalah orang yang memiliki prinsip, orang baik, dan orang seperti itu yang lucien butuhkan dalam perjalanannya melewati Schachran, tak peduli apa yang akan dia rasakan jika Lucien menyelamatkan nyawanya.     

Kadang, orang-orang merasa kalau sikap terhormat dan kualitas seseorang itu tidak ada gunanya. Tapi faktanya, suatu hari, mereka mungkin saja akan menyelamatkan nyawamu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.