Singgasana Magis Arcana

Kejayaan



Kejayaan

0Di alun-alun kota, di sekitar dinding kristal, ketika beberapa penyanyi terkenal berjalan keluar dari belakang panggung bersama dengan anggota paduan suara dewasa dan anak-anak dan berdiri di belakang band dengan formasi separuh lingkaran, orang-orang sangat terkejut.     

"Apa ini? kenapa Tuan Fabbrini juga di sana? Ini paduan suara?"     

Karena diberitahu bahwa musik terakhir adalah Symphony in D minor, orang-orang tidak tahu apa yang terjadi di sana.     

Betty bertanya pada Joanna, "Apakah Tuan Evans akan menambahkan bagian paduan suara?"     

"Tidak mungkin. Aku tak pernah melihat hal seperti ini." Seorang pria yang merupakan penggemar simfoni menyela.     

Joanna menjawab, "Tuan Evans dikenal sebagai seorang pegiat reformasi. Simfoni Takir dan New Country Symphony tidak mengikuti struktur tipikal simfoni juga."     

Orang-orang saling mengobrol, dan mereka menjadi semakin serius.     

Di Aula Pemujaan, ketika Christopher melihat Tuan Fabbrini dan paduan suara muncul di panggung, dia berujar sambil tersenyum, "Dia akan menambahkan bagian nyanyian di akhir simfoni ... Sungguh inovasi yang berani."     

Meski Lucien mencoba merahasiakannya, mustahil menyembunyikan itu dari begitu banyaknya musisi di asosiasi. Banyak musisi dan instrumentalis sudah punya gambaran kasar tentang apa yang akan Lucien lakukan.     

Karena terbiasa pada fakta bahwa Lucien senang mencari tantangan, kebanyakan musisi mengambil sudut pandang netral. Di dasar hati mereka, mereka menanti simfoni dalam bentuk baru, apalagi orang-orang dengan berpikiran terbuka seperti Christopher.     

"Kudengar itu adalah simfoni yang luar biasa!" kata Natasha percaya diri, yang selalu ada di sisi Lucien. Dalam hatinya, dia sedikit menyalahkan Lucien karena tak pernah memberitahunya sedikit pun tentang simfoni baru dalam surat. Biar bagaimanapun, tidak mungkin Lucien bisa menyelesaikan penulisan New Country Symphony dan Ode to Joy dalam beberapa bulan saja setelah dia kembali ke Aalto.     

Othello menggeleng. "Tidak ada yang pernah mencoba ini sebelumnya. Kita lihat saja."     

Kali ini, Lucien, yang tampak begitu tampan dengan tuksedo hitamnya, berjalan keluar dari balik panggung dan membungkuk pada penonton.     

Seluruh alun-alun dan Aula Pemujaan langsung berubah amat hening.     

Itu adalah kekuatan seorang musisi hebat.     

Lucien berbalik dan berdiri di bagian tengah panggung setengah lingkaran. Dia mengangkat tangannya dan bersiap.     

Sekali lagi, dia sedikit memejamkan mata, dan Lucien langsung menenggelamkan dirinya dalam kenangan. Dia mengingat hari-hari di mana dia duduk di dalam peti dan melihat Lazar yang mengenakan mantel double-breasted hitam menyambutnya, hari di mana dia tiba di Holm. Hari itu bagaikan sinar matahari yang amat cerah yang akhirnya menyingkirkan awan hitam di langit!     

Tanpa pengalaman hidup yang cukup, seorang musisi akan sangat kesulitan menyajikan musik seperti yang dia inginkan.     

Baton dan tangan kiri Lucien naik-turun dengan lembut di udara, seolah mereka mencoba menangkap emosi dan perasaan yang sesungguhnya dari kejauhan. Kemudian, melodi yang dalam dan luas mengikuti setelahnya. Lantas, bagian menegangkan membawa gambar buram dari kejauhan pada penonton.     

Victor merasa berdebar-debar bersama dengan getaran yang dia rasakan dalam jiwanya, baik dari perasaan semangat ketika dia mendengar melodi, atau dari rasa hormatnya pada emosi mendalam di notasi musik.     

Victor tidak sendirian. Termasuk para kardinal, seluruh penonton merasakan perasaan yang mendalam dari benak mereka terhadap musik. Musiknya megah dan serius, seolah ada kekuatan yang tumbuh dari sana. Selain itu, bagaikan ada sedikit kemurungan yang tersembunyi di dalamnya. Itu adalah kesulitan hidup yang harus dirasakan semua orang sejak lahir hingga mati!     

Kemudian, kekuatannya semakin intens. Ritme kuat mengguncang hati penonton seperti ombak. Tema sekunder membuat mereka merasa tertahan, seolah terdapat perasaan jika tidak ada orang yang mau menghadapi kesulitan serta takdirnya sendiri. Dua tema itu menjanjikan jiwa bertarung dalam gerakan pertama, yang mana juga merupakan ide utama dari Takdir dan Pathétique.     

Terkadang, beberapa melodi yang damai dan lembut digunakan bergantian, memberikan signifikasi terhadap keyakinan bahwa kegelapan pasti akan terlewati!     

Gerakan pertama berlangsung selama 16 menit, dan para penonton benar-benar hanyut dalam musik. Tepuk tangan hangat meledak. Orang-orang bertepuk tangan dengan semangat untuk menunjukkan apresiasi mereka terhadap gerakan itu.     

"Pembukaan yang megah! Penuh dengan imaji! Sangat luar biasa!" Othello akhirnya memuji musik itu tinggi-tinggi.     

Natasha menyetujuinya dengan bangga. "Kalau tiga gerakan selanjutnya bisa ada di level yang sama, pasti Ode to Joy bisa dibandingkan dengan masterpiece klasik lainnya seperti Takdir dan War of Dawn. Sungguh konser yang luar biasa!"     

Namun, grand duka agak ragu. "Meski gerakan pertama memang luar biasa, aku merasa ada sesuatu yang kurang ... katakanlah, klimaksnya."     

"Benar. Struktur, teknik, melodi ... semuanya sempurna. Tapi tidak mengesankan dan memunculkan perasaan membuncah seperti Takdir, juga tidak menyentuh seperti Moonlight dan Pathétique," ujar Christopher. "Musiknya tetap butuh poin yang bisa diingat orang-orang. Saat ini, gerakan pertama seperti gunung api yang mati dengan magma mendidih di bawah. Emosinya harus dikeluarkan."     

"Aku juga setuju." Victor mengangguk, karena dia juga merasakan tekanan di sana. "Aku berharap Lucien bisa mendorongnya dalam gerakan selanjutnya."     

Count Hayne, Count Rafati, dan Kardinal Gosett kesulitan memberi komentar di sana, tapi mereka juga merasakan hal yang sama.     

Perasaan itu sebenarnya dirasakan oleh semua orang.     

Tak lama kemudian, gerakan kedua mulai. Tidak biasanya, gerakan kedua tidak mengikuti tradisi menggunakan lento, tapi mengambil kecepatan yang riang dan semangat, seolah ada pasukan mengejar musuhnya sambil membawa perasaan kemenangan di bawah langit biru serta sinar matahari.     

"Lagi-lagi dia tidak mengikuti apa yang kita harapkan." Christopher memasang senyum maklum di wajahnya.     

Othello awalnya tidak merasa nyaman, tapi tak lama kemudian menerima perubahan di sana, karena berdasarkan tema gerakan kedua, dia tidak punya cara yang lebih baik menyajikan musik selain dengan menggunakan Allegro, dan juga cara transisi gerakan Lucien cukup bisa diterima olehnya.     

Orang-orang di alun-alun yang bahkan memiliki sedikit pemahaman terhadap simfoni menyadari perbedaan di sana, tapi mereka lebih fokus pada musiknya sendiri daripada strukturnya. Bagi mereka, gerakan kedua sendiri sudah indah, jadi perubahan pada strukturnya tidak dianggap penting di mata mereka.     

Kemenangannya berlanjut, tapi kegelapan datang lagi. Musuh kembali lagi dari seluruh penjuru. Orang-orang kembali merasa gugup dengan kecepatan musiknya.     

Gerakan kedua berakhir dengan perasaan gugup. Para penonton memberikan tepuk tangan hangat lagi untuk memberikan semangat pada Lucien serta diri mereka sendiri, seolah bila tepuk tangannya semakin keras, maka mereka jadi semakin kuat untuk bertarung melawan kegelapan dan kejahatan.     

Tidak ada satu pun yang bicara di sana. Mereka menikmati perasaan tertekan dan kecemasan dalam diam, di mana gunung api yang ada di dalam masih mengumpulkan kekuatan mengerikan...     

Setelah istirahat singkat, Lucien mengayunkan batonnya lagi, dan gerakan ketiga dimulai.     

Melodi yang manis dan lembut membuat orang-orang berpikir. Tidak ada yang mencoba berdebat apakah gerakan itu harusnya lento atau allegro. Sebagai gantinya, mereka berpikir. Mereka butuh waktu setelah dua gerakan awal. Mereka butuh waktu untuk berpikir—kenapa mereka bertarung? Apa artinya pertarungan? Apa artinya kemenangan? Bagaimana mereka bisa datang sampai sejauh ini?     

Apa mereka pernah menemukan kesulitan?     

Apa mereka pernah merasakan kebahagiaan setelah melewati kesulitan?     

Apa mereka pernah merasa kesulitan dalam hidup terasa tiada akhir?     

Apa mereka pernah merasa ingin menyerah ketika menghadapi cobaan hidup?     

Victor mengingat-ingat masa-masa sulit yang pernah dia alami. Tidak mudah baginya menjadi seorang musisi. Dia harus melupakan segalanya dan mengunci diri di dalam ruangan untuk mengerjakan musiknya, dan dia harus memaksa dirinya bersosialisasi dengan musisi serta bangsawan lain untuk mendapatkan kesempatan mengadakan konser. Namun, konser pertamanya gagal, sehingga banyak orang langsung meninggalkan kursi mereka ... Saat itu, dia dikelilingi dengan celaan pahit dan tekanan yang luar biasa. Untung saja, dia mendapatkan dorongan semangat dari Winnie, kemudian dia bekerja 10 kali lebih keras. Pada akhirnya, mimpi Victor tercapai, tapi dia tak bisa bertemu dengan Winnie lagi.     

Natasha mengingat masa lalunya. Meski dia berasal dari keluarga bangsawan nomor satu dan punya Berkah paling kuat, seolah dia diberkati secara khusus oleh God of Truth, hidupnya sebagai putri juga tidak bebas dari penderitaan. Dalam waktu singkat, kakak laki-lakinya meninggal dalam perang, dan ibunya pun menyusul tak lama kemudian. Karena itu, dia menutup hatinya dan membaktikan dirinya pada pelatihan kesatria yang keras untuk melarikan diri dari penderitaan. Ketika dia akhirnya menemukan semangat kesatria dan memutuskan untuk menjadi pemberani demi cintanya, orang yang dia cintai berkhianat, dan Natasha harus membunuh orang itu dengan tangannya sendiri. Sepupunya mencoba membunuhnya demi kekuatan, tapi untungnya, dia diselamatkan oleh temannya, Lucien...     

Sembari memimpin band, Lucien juga berpikir cobaan berat yang dia alami sebelum ini, begitu pula bagaimana kekuatannya semakin berkembang selama proses. Dalam kegelapan, dia tak pernah berhenti berlari menuju sinar matahari dan berhasil mencapainya dengan harapan dan kepercayaan.     

Apa mereka pernah merasa depresi menghadapi kegelapan tak berujung dalam hidup?     

Apa mereka mendapatkan kekuatan dan pelajaran dari sana, lalu berjalan maju dengan tekad yang lebih kuat, atau membiarkan diri mereka tenggelam?     

Apa mereka merindukan cahaya dan kesuksesan?     

Apa mereka bersiap menghadapi tantangan dan penderitaan dalam perjalanan menggapai kesuksesan?     

Dalam melodi yang manis dan lembut, orang-orang berpikir dan bertanya pada diri mereka sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Mereka masih menunggu, meski emosi mereka yang membuncah siap untuk meledak. Mereka menunggu saat-saat dalam gerakan selanjutnya untuk membantu mengeluarkan emosi itu.     

Gerakan ketiga berakhir. Orang-orang tak bisa menunggu lebih lama lagi.     

Gerakan ayunan baton Lucien mendadak menjadi sangat keras. Bagian awal gerakan keempat dimulai bagaikan letusan gunung api, memberikan kekuatan pada semua bayangan dan emosi untuk meledak dan mengalahkan kegelapan serta seluruh musuh!     

Para pendengar di alun-alun dan Aula Pemujaan langsung merasa mendapatkan semangat dan jadi menggebu-gebu, seolah mereka bisa melihat kemenangan dan cahaya di depan mereka!     

Namun, kegelapan masih ada di sana, dan cobaan berat tidak menghilang begitu saja. Gerakan keempat mengulang potongan-potongan tiga gerakan awal. Kemudian memberikan tekanan yang luar biasa pada orang-orang.     

Kemenangan masih belum dicapai. Mereka masih harus melangkah maju! Mereka masih harus berlari menuju cahaya!     

Melodi major Ode to Joy dimainkan dengan dua bass—menenangkan dan memberikan harapan pada orang-orang.     

Tapi itu belum cukup! Belum cukup!     

Orang-orang berusaha, dan mereka sudah berada di ujung kegelapan dan cahaya, tapi mereka belum sampai!     

Melodi Ode to Joy mulai menjadi tema major dari gerakan itu. Bagian-bagian yang berbeda dari band bergabung bersama dan memainkan lagu yang sama, bagaikan aliran air menyatu menjadi arus kencang.     

Tapi masih belum cukup! Belum cukup!     

Saat itu bagaikan ketika Lucien pertama kali tiba di pelabuhan Holm, tapi penutup peti belum terbuka. Segalanya tetap menjadi misteri dan masih ada dalam kegelapan.     

Semua penonton, termasuk Natasha, mengeratkan kepalan tangan mereka, menunggu saat-saat terakhir kemenangan.     

Saat itu, sebuah suara bariton menyanyi dengan suaranya yang berat dan dalam, "Oh kawan, tidak ada lagi suara ini! Mari kita bernyanyi lagu ceria lebih banyak. Lebih banyak lagu yang penuh suka cita!"     

"Gembira!"     

"Gembira!"     

Bagaikan disambar petir, bagaikan melihat malaikat yang jatuh, ketegangan yang ada jauh di dalam jiwa orang-orang menjalar dan menutupi seluruh tubuh mereka.     

Seluruh ruangan dipenuhi dengan pujian penuh semangat, suka cita, dan melodi yang suci. Kemudian musiknya mulai menyelimuti dan menguasai segalanya!     

"Gembira! Gembira!"     

"Gembira, percikan cahaya suci, Daughter of Elysium,     

"Kita melangkah dengan semangat bagai api,     

"Di dalam tempat suci."     

...     

Orang-orang akhirnya bisa menumpahkan segala emosi kuat dari dalam hati, sehingga jiwa semua orang menjadi ringan dan rileks, penuh dengan suka cita yang suci dan luar biasa.     

Rasanya seperti melewati kegelapan tanpa batas dan akhirnya melihat sinar matahari pertama yang menembus awan, kemudian menerangi bumi.     

Rasanya seperti Victor, setelah merasakan banyak cobaan dan kemunduran, akhirnya mendapatkan tepuk tangan hangat dan mendapatkan kemenangan untuk dirinya sendiri. Saat itu, matanya dipenuhi air mata.     

Rasa seperti ketika penutup peti dibuka, dan Lucien melihat langit biru serta senyum lebar Lazar. Hatinya penuh dengan bermacam-macam emosi, dan dia sadar dia akhirnya bisa bebas dari segala kekhawatiran yang dia miliki di Aalto. Semua kerja keras dan risiko yang dia ambil akhirnya terbayar.     

Jika tidak ada rasa pahit, maka tidak akan ada rasa manis.     

Jika tidak ada penderitaan, maka tidak akan ada yang bisa dicapai.     

Jika tidak ada kerja keras, maka tidak akan ada yang namanya keberhasilan.     

Jika tidak ada penderitaan hebat, maka tidak akan ada suka cita yang murni dan luar biasa seperti ini!     

Saat ini, orang-orang merasa sangat terkejut, dan mereka hanyut dalam melodi yang dinyanyikan dalam bagian keempat. Mereka menemukan suka cita yang luar biasa sambil menangis, memuji berkat dari God of Truth!     

"Semua makhluk meminum rasa suka cita,     

"Di dada alam.     

"Adil dan tidak adil,     

"Sama seperti rasa pemberiannya."     

...     

Orang-orang percaya kalau Ode to Joy adalah pujian pada God of Truth. Fabbrini juga merasa tersentuh oleh kemegahan dan kesucian simfoni itu. Sambil bernyanyi, air mata mengalir di wajahnya.     

Sejak dia lahir, dia menderita karena operasi yang tidak manusiawi, dan memaksa dirinya untuk berlatih tanpa henti. Untuk pertama kalinya, dia merasakan suka cita yang suci dan luar biasa dari God of Truth. Air matanya adalah air mata suka cita.     

Saat dia bisa beristirahat sejenak ketika paduan suara bernyanyi, Fabbrini melihat ke arah dirijen yang berdiri di depan band, melihat bagaimana musisi muda itu mengabdikan diri saat mempersembahkan masterpiece ini pada semua orang.     

Sungguh musisi yang hebat!     

Saat tiba gilirannya lagi, Fabbrini bernyanyi dengan lebih tulus dan berdedikasi:     

"Ikhlas, bagaikan tubuh surgawi,     

"Yang Dia kirim pada perjalanan mereka,     

"Melalui cakrawala yang megah,     

"Maka, kawan, kau harus lari,     

"Seperti seorang pahlawan menggapai kemenangan!"     

Ketika mendengarkan liriknya, semua kardinal dan pastor yang hadir, termasuk Gosset, mulai membentuk salib di dada mereka.     

Lagi dan lagi, kombinasi suara manusia dan band itu sangat sempurna!     

Ketika paduan suara anak-anak mulai bernyanyi, "Gembira! Gembira! Gembira, percikan cahaya suci, Daughter of Elysium," lagi, para penonton sangat menggebu-gebu begitu mereka melepaskan segala kekangan dan kesedihan secara menyeluruh.     

Mereka merasa bebas. Itu adalah kebebasan yang luar biasa!     

Sinar mentari mencium seluruh dunia, dan dunia dipenuhi dengan suka cita. Baton Lucien melakukan gerakan terakhir, dan simfoni berakhir dengan sempurna.     

Setelah beberapa detik keheningan, orang-orang mulai menggila. Tepuk tangan yang sangat meriah bagaikan letusan gunung api, membuat seluruh ruangan itu bergetar.     

Mereka tidak bisa mengendalikan diri mereka sendiri, tapi mencoba untuk maju dan mendekat pada sang musisi hebat. Mereka menangis. Mereka ingin mencium musisi hebat itu untuk menunjukkan kekaguman dan hormat mereka yang amat besar.     

Banyak bangsawan di Aula Pemujaan buru-buru berdiri dan berlari menuju panggung.     

Orang-orang di alun-alun berhenti di depan dinding kristal dan berteriak kencang:     

"Lucien Evans!"     

"Lucien Evans!"     

"Lucien Evans!"     

Mereka percaya teriakan mereka bisa didengar musisi muda itu, jadi dia akan tahu seberapa besar cinta mereka padanya!     

Tidak ada konser yang pernah segila ini.     

Untuk sedetik, Fabbrini merasa ini adalah mimpi. Tapi kemudian, dia menyadari kesuksesan besar mereka!     

"Tuan Evans ... sudah saatnya memberikan salam pada para penonton..." Fabbrini mengingatkan Lucien, karena dia melihat Tuan Evans masih berdiri di sana sambil menunduk.     

Lucien perlahan mengangkat kepala, tapi wajahnya sangat pucat.     

Setelah tersenyum lebar, Lucien berbalik. Tangan kanannya diletakkan di dada, dan dia mulai membungkuk.     

Hal yang sangat mengejutkan Fabbrini dan penonton adalah, mereka melihat Lucien jatuh ke lantai bagai seekor angsa yang kehilangan semua kekuatan yang ada pada sayapnya.     

Pemandangannya tiba-tiba berubah menjadi hitam putih di mata Fabbrini. Di satu sisi, ada orang-orang yang bersorak sangat kencang untuk kesuksesan besar konser bagai air mendidih; di sisi lain, tubuh musisi muda itu perlahan jatuh ke lantai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.