Singgasana Magis Arcana

Moonlight di Hati Semua Orang



Moonlight di Hati Semua Orang

0Melihat kerumunan, Glinton sangat kesal. Jelas tidak adil bahwa para bangswan penting dan pastor langsung diundang menghadiri konser tanpa tiket.     

Glinton berbalik dan melihat Aula Pemujaan yang megah. Untuk pertama kalinya, dia merasakan hawa dingin di bawah penampakannya yang luar biasa. Tempat itu tak pernah diperuntukkan bagi penganut yang taat, melainkan untuk para bangsawan dan pastor di atas sana.     

Glinton bergumam pada dirinya sendiri, "Tidak semua domba itu setara..."     

Ketika sebagian besar orang meninggalkan tempat dengan amat kecewa, seekor kuda hitam bergegas ke sana dan perlahan berhenti di depan mereka.     

Kemudian, kesatria di atas kuda berbicara keras,     

"Seluruh warga, Yang Mulia, Putri Natasha, Duchess Violet, yakin bahwa musik bukan hanya milik bangsawan, tapi milik semua orang. Sehingga, Yang Mulia memutuskan untuk membantu dengan biayanya sendiri pada Gereja dan membuka lingkaran suci untuk konser kepulangan Tuan Evans di Alun-Alun Kota, jadi semua orang bisa menikmati musik yang indah di sana, di Kota Musik ini!"     

Kerumunan itu mendadak sunyi, kemudian orang-orang mulai bersorak riuh karena senang.     

"Yang Mulia!"     

"Tuhan memberkati Anda, Yang Mulia!"     

"Hidup Yang Mulia! Hidup Violet!"     

Di antara orang-orang itu, Glinton sangat senang juga, sampai dia pun turut bersorak bersama orang lain. Dia lega dia membuat keputusan tepat untuk kembali ke Aalto.     

...     

Tanggal 1 Juni adalah hari bahagia, setidaknya untuk orang-orang di Aalto.     

Setelah menginformasikan grand duke, tuan putri, Tuan Christopher, Presiden Othello, dan Tuan Victor, Lucien kini bersiap di belakang panggung, dan dikelilingi oleh Franz, Grace, Fabbrini, dan beberapa instrumentalis yang dia kenal.     

Lucien memilih band yang pernah bermain bersama dirinya, tapi instrumentalis utama bukan lagi Rhine.     

Sedikit jauh dari tempat Lucien ada instrumentalis lain yang berdiri, castrati, dan anak-anak dari paduan suara.     

"Tuan Evans, saya sudah bisa membayangkan kejutan luar biasa yang akan diberikan Symphony in D minor pada penonton. Saya tidak sabar untuk berdiri di panggung. Tuhan memberkati kita. Ini adalah musik paling hebat yang pernah saya dengar! Saya khawatir saya akan menangis nanti..." ujar Fabbrini sangat bersemangat sebelum penampilannya.     

Malam ini, Fabbrini mengenakan dasi kupu-kupu merah, dan bibirnya semerah api.     

Simfoni yang sangat dipuji oleh Fabbrini dinamakan Ode to Joy, karya Lucien Evans. Karena beberapa latihan mereka menjadi semakin baik, hati Fabbrini kini dipenuhi oleh kekaguman atas karya tersebut.     

Mendengar komentar Fabbrini, Grace melihat ke arah Lucien dengan penasaran. "Apa semengagumkan itu? Apa kelihatannya Ode to Joy bisa mengalahkan Simfoni Takdir?"     

"Keduanya berbeda. Orang-orang mungkin punya pendapat yang berbeda. Tapi kupikir itu adalah musik yang bagus." Lucien tersenyum, seolah dia mengomentari musik orang lain.     

Franz menghela napas panjang dan berkata, "Sebenarnya, saya cukup khawatir Symphony in E minor tidak akan diterima oleh kebanyakan musisi dan kritikus, meski saya cukup menyukainya, apalagi bagian awal gerakan kedua. Maksud saya ... strukturnya terlalu tinggi untuk dilihat orang-orang. Tapi sekarang karena ada Ode to Joy untuk musik penutup, semuanya pasti baik-baik saja."     

"Musik datang dari hati seseorang, dan struktur hanyalah alat," jelas Lucien. "Ketika alatnya mulai menjadi beban, kita harus berani menyingkirkannya dan mencari yang baru."     

Lucien sebenarnya membicarakan tentang transisi dari musik klasik ke musik romantis.     

Faktanya, dibandingkan dengan karya musik di zaman akhir Romanticism, New World Symphony milik Antonín Dvořák, yang judulnya diganti menjadi New Country Symphony oleh Lucien, sudah mendekati musik klasik tradisional. Biar bagaimanapun, Antonín Dvořák tetap terpengaruh banyak oleh musik klasik.     

Mendengar kalimat Lucien, Franz mengangguk yakin. Mungkin dia membandingkan dengan komposisinya sendiri.     

Pemain violon, Thomas, juga berkomentar, "Saya pikir New Country Symphony adalah karya yang luar biasa. Meski bisa menarik komentar negatif, saya yakin orang-orang yang benar-benar memahami musik dan mengapresiasi kecantikannya bisa melihat nilai yang luar biasa di baliknya. Waktu akan membuktikan bahwa New Country Symphony adalah sebuah masterpiece. Baik Ode to Joy dan New Country Symphony adalah masterpiece, menurut saya. Anda mendapatkan penghormatan yang sangat besar dari saya karena keberanian anda untuk inspirasi dan revolusi, Tuan Evans."     

Thomas sangat tulus, dan dia yakin bahwa konsernya akan sangat sukses. Dia juga bisa melihat seberapa besar keuntungannya dalam konser ini. Setelah bermain bersama Tuan Victor dan Tuan Evans, band tempat Thomas berada sudah menjadi band nomor satu di luar istana, serta menjadi band paling mahal.     

"Terima kasih, semuanya, atas komentar yang bagus. Tapi kita harus tetap melihat hasilnya setelah konser." Lucien tersenyum. "Sudah waktunya. Ayo."     

Setelah mengayunkan kaki beberapa langkah, Lucien menambahkan dengan segenap perasaannya, "Dalam beberapa jam ke depan, mari lupakan segalanya, dan hidup hanya untuk musik!"     

"Hidup untuk musik!" Seluruh instrumentalis, anggota band, dan penyanyi membalas dengan keras.     

Lucien membenarkan dasi kupu-kupunya dan mengambil baton. Tapi kali ini, dia kembali batuk-batuk parah.     

"Tuan Evans?! Anda baik-baik saja?"     

Lucien terengah-engah, kemudian mengayunkan tangannya. "Aku tidak apa. Aku sudah lama seperti ini. Aku tidak apa. Suruh bandnya keluar dulu untuk bersiap."     

"Anda yakin, Tuan Evans?" Thomas tidak langsung pergi bersama bandnya, tapi bertanya lagi karena khawatir.     

Lucien mengeluarkan botol kecil berisi ramuan berwarna pink dan meminumnya sampai habis. Kemudian, wajahnya tidak lagi pucat. Dia berujar pada Thomas, "Aku bawa ramuan. Jangan khawatir."     

Melihat Lucien masih bisa bicara dengan lancar, Thomas merasa lega. Kemudian dia meninggalkan belakang panggung untuk bersiap-siap.     

Setelah Thomas pergi, Fabbrini bertanya pelan, "Tuan Evans ... Ini ... tidak seperti ramuan sederhana untuk meredakan batuk. Ramuan tidak bisa bekerja secepat ini."     

Sebagai penyanyi utama dari paduan suara Gereja, dia sangat tahu hal itu.     

Lucien kini benar-benar merasa segar, dan dia berujar pada Fabbrini sambil tersenyum, "Ramuannya ditambah beberapa bahan lainnya untuk mengeluarkan potensi diriku yang terbaik selama empat jam. Tidak apa. Aku akan istirahat setelah konser."     

Kemudian Lucien mengambil baton dan keluar dari belakang panggung dengan elegan, meninggalkan orang-orang di belakang dengan postur tegap dan gagah.     

Fabbrini tidak mengatakan apapun selama beberapa saat. Senyum yang menunjukkan tekad Tuan Evans masih ada di depan matanya.     

...     

Di alun-alun kota, ketika orang-orang melihat Lucien berjalan ke tengah panggung di Aula Pemujaan, mereka mulai bertepuk tangan, kemudian tepuk tangan itu semakin meriah. Tak peduli apakah Tuan Lucien Evans bisa mendengarnya atau tidak, semua orang di sana mengungkapkan rasa senang dan semangat mereka. Mereka menyambut musisi muda berbakat itu dan juga menunjukkan rasa terima kasih mereka pada kemurahan hati Yang Mulia.     

Dalam sejarah Aalto, tidak pernah ada konser seperti ini yang bisa mendapatkan tepuk tangan hangat, bahkan sebelum konsernya mulai!     

Glinton kini berdiri di sudut alun-alun. Dia melihat ke arah layar kristal sambil merasakan perasaan bahagia dan sangat puas. Akhirnya dia bisa datang dan menikmati pertunjukan Tuan Evans secara langsung dengan telinga dan matanya sendiri.     

Repertoire-nya sudah ada. Konser akan dimulai dengan Simfoni Takdir yang terkenal, disusul oleh piano solo Moonlight dan Pathétique. Kemudian, Tuan Lucien Evans akan menunjukkan skill permainannya dengan melakukan permainan improvisasi. Setelah itu baru dimainkan simfoni berjudul New Country, baru kemudian Ode to Joy, Symphony in D minor, akan menyajikan penutup konser.     

Ketika beberapa nada musik terdengar, melodi yang familiar membuat semua orang terbangun. Mereka menjadi sangat hening, menunggu musiknya.     

Setelah Simfoni takdir, Christopher tersenyum pada Victor dan berujar, "Setelah tiga tahun, cara memimpin band Lucien sekarang jadi lebih baik. Dia biasanya sangat bersemangat ketika melakukannya, tapi sekarang dia tahu kapan untuk mengeluarkan emosi dan kapan menahannya. Ciri khasnya masih ada di sana, dan menjadi penyokong yang baik untuk Simfoni Takdir."     

Cara Lucien memimpin konser tidak lagi seperti orang tak berpengalaman, tapi jadi lebih dewasa. Kini caranya memimpin jadi selaras dengan simfoni yang luar biasa.     

"Dialah yang tak pernah lupa untuk bekerja keras." Victor juga sangat memuji muridnya sendiri. "Selama Simfoni Takdir dimainkan di mana-mana, hanya ketika Lucien yang memimpin, barulah musik itu memiliki kekuatan paling besar."     

Setelah istirahat 10 menit, band meninggalkan panggung. Seluruh panggung kini hanya tersisa dengan satu piano hitam dan Lucien, yang juga memakai pakaian berwarna hitam.     

Lingkaran kekuatan suci terfokus pada Lucien dan menyinarinya dengan cahaya redup.     

Lucien duduk di depan piano dan memejamkan mata. Dia tahu konser ini adalah salam perpisahan pada orang-orang yang menyukainya. Untuk meyakinkan kerabat dan teman-temannya selamat, dan tahu bahwa cepat atau lambat namanya akan dimasukkan ke dalam Daftar Pembersihan, dia harus membunuh musisi muda ini dan mengucapkan selamat tinggal.     

Dia tidak tahu pilihan apa yang akan diambil oleh paman Joel, bibi Alisa, John, dan Iven, dan dia juga tidak yakin apakah suatu hari nanti dia akan bisa bertemu Victor, Elena, dan teman-temannya lagi. Dia tidak tahu apakah suatu hari nanti dia masih bisa kembali ke Aalto tanpa harus menyembunyikan diri...     

Mungkin ... mungkin setelah menjadi penyihir tingkat senior, Lucien baru bisa melihat mereka dari jauh.     

Kesedihan yang hebat memenuhi hati Lucien, dan tangannya menekan tuts piano. Melodi yang damai dan lembut mengalir seperti arus air di Aula Pemujaan, dan melodi itu membawa semua orang kembali ke danau yang bersinar di bawah sinar bulan yang indah bagai mimpi.     

Orang-orang tenggelam dalam kedamaian dan kesunyian. Mereka menikmati setiap detik rasa manis, rasa terima kasih, serta kesedihan dalam hati masing-masing.     

Di balik manisnya melodi, entah mengapa mereka merasa sedih.     

Felicia sadar kalau Elena, yang duduk di sampingnya, mengusap air mata dari sudut mata dan bergumam, "Entah kenapa, tapi ... rasanya aku ingin menangis..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.