Singgasana Magis Arcana

Sang Pelopor



Sang Pelopor

0Setelah beberapa serangan sebelum ini, kelihatannya Alterna bisa mengendalikan diri sementara. Sehingga, pagi Lucien dan Natasha tidak terlalu repot Mereka sama-sama terluka, jadi itu adalah hal baik bagi mereka.     

Sekarang sudah siang, dan hawanya sangat panas, ketika matahari berada tinggi di langit. Sinar matahari melewati dedaunan dan menciptakan titik cahaya di atas tanah.     

Natasha menyeringai. "Pagi ini cukup tenang daripada yang kupikirkan. Kau menunjukkan koin-koin yang kaupunya di depan para penduduk desa, kupikir akan ada perampok yang mengejar kita."     

"Ini adalah dunia yang tidak memiliki kesatria dan penyihir, ingat? Meski kau terluka, set armor yang kaupakai jelas merupakan ancaman besar bagi orang-orang yang mengincar kita. Di mata mereka, hanya darah-suci dan orang-orang dengan Berkah saja yang bisa membeli satu set armor seperti itu. Mereka tidak sembarangan..." Lucien menyeringai, lalu menambahkan, "selain itu, dibandingkan dengan harta, kecantikanmu jelas lebih memikat mereka. Aku melihat beberapa pria yang diam-diam membuntutimu di kota."     

Natasha melirik Lucien dan berujar, "Bagaimana kau tahu kalau mereka mengincarku? Omong-omong, lihat kastelnya. Tidak terlalu buruk, 'kan? Kira-kira orang bernama Nika sudah menemukan petunjuk untuk mengubah dirinya menjadi penyihir kuno pertama atau belum?"     

Di depan, di mana pohon willow hitam tumbuh paling lebat, ada sebuah kastel berbentuk benteng yang ditutupi dengan sulur hijau serta dedaunan kering. Meski warna konstruksinya tak bisa dilihat, ujung lancipnya sangat mirip dengan menara sihir milik penyihir orthodox. Bagi para penyihir kuno, ujung lancip membawa mereka lebih dekat pada langit, begitu juga kebenaran dunia.     

Saat diberitahu cerita mengenai Nika, Lucien dan Natasha sama-sama menghubungkan mereka dengan asal muasal penyihir kuno.     

Mungkin dalam zaman Mitologi, zaman Uap, ketika naga, elf, dan werewolf masih menguasai daratan, berkat orang-orang gila seperti Nika lah manusia bisa naik ke singgasana kekuasaan. Namun, karena penyihir kuno itu jadi terlalu terobsesi dengan jalan yang gila dan kejam, mereka akhirnya mendapatkan karma.     

Sementara di dunia ini, di mana kekuatan dewa mendominasi, sihir masih baru saja muncul. Nika tidak sendirian di dunia ini. Di tempat lain, ada lebih banyak orang-orang yang belajar dan melakukan penelitian seperti Nika.     

"Nika tak pernah belajar meditasi atau bisa merapal mantra. Tapi lonjakan kekuatan spiritualnya sudah bisa membuat benda bergerak dan membakar benda. Ini berarti kekuatan spiritualnya sudah mencapai lingkaran tiga atau empat, dan dia pasti lebih berbakat daripada aku. Aku khawatir hanya beberapa penyihir di kongres seperti Tuan Brook lah yang bisa mengimbanginya. Dia adalah orang jenius. Dengan kerja keras selama bertahun-tahun, tidak heran kalau dia sudah memiliki pencapaian secemerlang itu," komentar Lucien secara objektif.     

Namun, berbakat tidak berarti bisa sukses. Di antara beberapa orang jenius yang Lucien sebutkan, hanya Brook yang bisa mencapai tingkat legendaris. Dalam sejarah sihir, ada para pelopor yang bahkan mungkin lebih berbakat daripada Nika, tapi salah satu dari mereka naik ke tingkat senior. Namun karena fondasi yang mereka letakkan, generasi selanjutnya bisa naik semakin jauh.     

Sambil mengobrol, Lucien dan natasha tiba di kastel yang sepi.     

Burung aneh berwarna putih mendarat di atas pilar batu di depan kastel.     

"Ini kastel Nika. Tuan Nika, the Wise, tidak menerima tamu," kata burung kecil sembari kepalanya menatap ke atas dengan bangga.     

Lucien tersenyum. "Kami ingin bertemu Tuan Nika, the Wise, karena kami diberitahu kalau beliau adalah orang ahli dalam tanaman dan pola monster. Saya juga mempelajari itu, jadi saya ingin bertukar pikiran dengan Tuan Nika."     

"Umm? Kau bukan orang yang mau mengejekku?" kata burung itu terkejut. "Kau bilang kau mempelajar itu juga, tapi aku tidak tahu kau berbohong atau tidak. Aku harus mengujimu dulu. Kau tahu aku ini apa?"     

"Kau adalah satu-satunya gagak putih di dunia, peliharaan Tuan Nika, dan kau cerdas," kata Lucien sambil tersenyum.     

Burung itu sangat puas. "Bagus. Tapi aku harus bilang pada Nika dulu untuk memastikan apakah dia mau bertemu denganmu, orang gila lainnya!"     

Setelah burung itu terbang masuk ke jendela di atas, Natasha bertanya pada Lucien, "Burung itu putih karena dicat, 'kan? Tidak ada gagak putih menurut Ensiklopedia Makhluk."     

"Berarti dia satu-satunya di dunia. Gagak lain tidak mewarnai diri mereka sendiri." Lucien menyeringai.     

Natasha sadar dan ikut tersenyum. "Baiklah."     

Beberapa menit kemudian, gerbang kastel berderit dan terbuka perlahan. Di belakang gerbang ada bocah pirang yang mengenakan jubah putih pendek, lalu dia berkata sopan pada mereka, "Guruku ingin bertemu denganmu di ruangan eksperimennya."     

"Guru? Kau murid Tuan Nika?" tanya Lucien. Dia sulit memahami kalau orang yang terkenal gila bisa punya murid, seorang bocah yang umurnya sekitar 8 atau 9 tahun! Lucien penasaran apakah bocah itu hanyalah material eksperimen Nika untuk mempelajari tubuh manusia?     

Ekspresi di wajah Lucien tampak sangat familiar bagi si bocah, karena dia sudah melihatnya beberapa kali sebelum ini. "AKU murid Tuan Nika! Tuan Nika tidak gila, tapi dia adalah pria bijak yang sesungguhnya! Dia tahu rahasia para tuhan dan punya kekuatan luar biasa. Orang-orang mengatakan hal buruk tentangnya karena mereka takut padanya!"     

Kemudian bocah lelaki itu berbalik sebelum Natasha dan Lucien sempat mengatakan sesuatu.     

Sebelum mengikuti bocah itu masuk ke dalam kastel, Lucien pertama-tama memeriksa sekitar seperti biasa dan memastikan tidak ada lingkaran sihir pertahanan. Kemudian dia menggandeng tangan kanan Natasha dan berjalan bersama-sama, karena tangan kiri Natasha kini berubah kaku.     

Saat berjalan melewati aula yang bobrok dan menaiki tangga, mereka sampai di sebuah koridor gelap. Bocah kecil itu mendadak bicara pada mereka, "Tuan Nika tidak gila, sungguh. Dia memotong tanaman dan monster karena dia ingin mempelajari mereka. Para pemburu juga membunuh, dan mereka juga sudah terbiasa dengan darah, tapi mereka menuduh Tuan Nika kejam. Mereka hanya tidak senang dengan pemandangan eksperimen saja."     

Dia masih mencoba mengatakan hal baik tentang Tuan Nika, berharap kedua tamunya akan setuju.     

"Aku mengerti." Lucien mengangguk. Sebagai seorang penyihir, dia juga familiar dengan anatomi. Sementara itu, Lucien juga mengapresiasi integritas bocah tersebut.     

Bocah itu merasa terdorong, jadi dia melanjutkan, "Polanya memang punya rahasia tuhan. Itu benar! Tuan Nika sudah tahu bagaimana cara kerja kekuatan itu, jadi dia bisa mengendalikan es dan api. Dia juga bisa menidurkan seseorang dan melambatkan momentum jatuh. Dia bahkan lebih kuat daripada para darah-suci dan pendeta!"     

"Sungguh?" Natasha juga mencoba memberi dukungan.     

Percakapan itu berjalan baik, si bocah jadi lumayan ceria. "Sungguh! Aku tahu sedikit. Aku bisa menunjukkannya padamu!"     

Bocah tersebut menggumamkan silabel aneh dan dia terlihat serius. Beberapa dari gelombang sihir muncul dan membentuk tangan tak kasatmata. Tangan itu lalu mengambil salah satu dari wadah lilin di bagian kiri koridor.     

"Itu adalah versi asli dari Mage's Hand," kata Lucien pada Natasha melalui sambungan telepati.     

Saat itu, mantranya belum disederhanakan. Anak itu meniru suara yang diciptakan para monster.     

"Tidak buruk, 'kan?" Anak itu mengangkat wadah lilin dengan bangga. Melihat kedua tamunya mengangguk setuju, wajahnya bersinar karena semangat. "Tuan Nika sangat sangat kuat dibandingkan aku! Kami tidak punya darah suci maupun kekuatan dari tuhan. ini semua berasal dari kerja keras!     

"Tuan Nika bilang kalau kita, manusia, harus mengandalkan diri sendiri untuk menyingkirkan pengaruh dari tuhan palsu. Orang lain tidak paham, tapi aku paham. Dia adalah orang bijak yang sesungguhnya. Dia bahkan lebih pintar daripada tuhan!" kata si anak kecil penuh kekaguman.     

"Dia adalah pelopor yang hebat," balas Lucien serius.     

Usaha bocah tersebut untuk membujuk para tamu terlihat manis. Setelah diberikan semangat, bocah itu terus bicara, sampai tanpa sadar mengatakan beberapa rahasia guru dan tempat tersebut.     

Tak lama, mereka bertiga sampai ke sebuah pintu yang ditutupi dengan kulit abu-abu hewan buas, di mana di permukaannya memiliki pola sihir rumit.     

Itu adalah kulit stoner. Lucien sedikit mengernyit. Kelihatannya Nika lebih kuat daripada yang dia pikirkan. Meski seekor stoner tidak sekuat kadal batu, karena bisa merapal mantra tingkat lingkaran enam, Petrification, stoner tetap makhluk yang kekuatannya setingkat senior.     

Bocah itu mengetuk pintu di bagian tertentu dan berkata, "Tuan Nika menemukannya di lembah. Tapi polanya terlalu rumit, jadi dia masih mencoba menelitinya. Tuan Nika menggunakan kulit untuk melindungi ruangan eksperimen."     

Pintunya pun terbuka. Aroma darah yang menguar sangat kuat. Seluruh ruangan bagaikan tempat untuk memamerkan organ.     

Di dunia ini, kaca belum ditemukan. Jantung berbentuk aneh, bola mata, isi perut, dan onggokan daging tercecer di mana-mana. Jendela di ruangan itu kecil, jadi seluruh ruangan cukup gelap.     

Pria paruh baya yang rambutnya berantakan sedang konsentrasi menggambar sesuatu. Di atas meja operasi di depannya tergeletak sebuah monster yang sangat mengerikan.     

Tubuh bagian atas monster tersebut adalah wanita telanjang, sementara bagian bawahnya memiliki delapan kaki laba-laba raksasa.     

Tubuh wanita telanjang itu ditutupi dengan pola misterius, mulutnya menonjol.     

Lucien mengangguk singkat. Itu adalah Woman-Spider.     

Bocah itu merasa bersalah karena gurunya benar-benar mengabaikan para tamu. "Tuan Nika selalu seserius itu saat memelajari pola. Tidak akan lama."     

Lucien dan Natasha bertukar pandang. Mereka tahu kalau mereka sedang buru-buru. Kemudian Lucien melihat lembar perkamen di depan Nika.     

Ada pola yang sangat rumit di sana serta sistem koordinat kasar. Alis Nika mengernyit dalam. Kelihatannya dia menghadapi masalah serius.     

"(25, 78, 39)," kata Lucien.     

Nika tanpa sadar mengikuti petunjuk Lucien dan menemukan titik di sana. Mata Nika lalu membuka lebar dan berbalik.     

"Kau tahu ini?"     

Si anak lelaki sangat bingung. Apakah dia mengajari Tuan Nika?     

"Anda harus membaginya. Salah satu dari koordinatnya adalah..." kata Lucien.     

Mengikuti arahan Lucien, Nika selesai menganalisis bagian dari pola. Dia menatap angka-angka itu selama beberapa detik, lantas melangkah menghampiri Lucien.     

"Bagaimana kau bisa mengetahui jawabannya?" Suara Nika kering dan serak.     

Lucien tidak langsung menjawab.     

"Saat Anda mempelajari pola, Anda harus melihat pada dunia. Polanya memang misterius dan penuh rahasia, tapi bagaimana dengan dunia? Matahari dan bulan terbit dan terbenam; air mengalir dari tempat tinggi ke rendah. Apa rahasia di balik mereka? Kenapa saat kita melompat ke atas, kita selalu kembali ke tanah? Kenapa kita tidak bisa melayang?"     

"Memangnya kenapa? Itu, 'kan, normal," tukas si anak lelaki.     

Namun Nika terkejut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.