Singgasana Magis Arcana

Perubahan



Perubahan

0Lucien memasang wajah sangat serius. Dia tetap diam, tapi mengangkat tangan kirinya. Jari-jarinya lurus, tangan dan lengan kirinya bagaikan pedang.     

Mendadak, keadaan di sekitarnya mulai terdistorsi juga. Kegelapan lenyap dan sinar bulan mulai berkilauan. Namun bulan perak di langit hilang.     

"Kau sudah pulih sampai ke tingkat tertentu setelah mengambil sifat ketuhanan kematian milik Asin, tapi itu belum cukup." Suara serak Antanas terdengar bagaikan cakar tajam yang menggaruk kepingan baja berkarat. Dia mengangkat palunya, yang mana diselimuti dengan api jiwa abu-abu, lalu mengayunkan palu tersebut dengan kasar ke arah Lucien.     

Palu tersebut hanya butuh kurang dari satu detik untuk sampai di depan Lucien. Dunia hitam, putih, dan abu-abu mengikuti jalur palunya dan meluas. Bagaikan kuas lukis, alih-alih memberikan warna, dunia itu mengambil warna dan suara seluruh objek yang dilewatinya, lalu mengubur segalanya dalam keheningan abadi.     

Lucien menatap Antanas yang menerjang ke arahnya dengan sangat tenang. Semua gerakan terjadi tanpa suara, tanpa warna. Mendadak, bulan perak raksasa terbit di belakangnya. Bulan tersebut sangat besar dan terang, seolah-olah mereka ada dalam tata surya. Di tangan Lucien, api hitam mendadak menyala dan membentuk pedang api hitam.     

Lucien mengayunkan pedangnya dengan sepenuh kekuatan ke arah Antanas. Jubah yang Lucien gunakan berkibar karena angin. Sementara itu, bulan peraknya mengeluarkan cahaya menyilaukan. Kekuatan bulan bertabrakan dengan kekuatan hitam, putih, dan abu-abu.     

Seluruh dunia mulai berubah samar. Tidak ada warna, tidak ada suara, tidak ada ruang, tidak ada waktu.     

Tapi kondisi itu hanya berlangsung selama kurang dari satu detik. Natasha dan yang lainnya melihat warna hitam, putih, dan abu-abu retak, disusul retakan-retakan lain. Seiring retakannya melebar, warna dan suara pun kembali.     

Dunia hitam, putih, dan abu-abu pun mendadak runtuh. Dunia kembali pada kondisi seharusnya. Namun Natasha dan yang lain masih terpaku dan tidak bisa bergerak sesuai keinginan mereka.     

Tapi mereka sudah melihat hasil akhir pertarungan.     

Antanas melayang di udara. Kuil tebing di bawahnya lenyap. Ada lubang raksasa di tanah, lalu pusaran raksasa juga melesak ke dalam lubang.     

Serpihan daging busuk jatuh dari wajah dan tubuh Antanas. Tulang-tulang yang tampak diselimuti dengan darah. Bola cahaya berwarna hitam, putih, dan abu-abu kini tampak lebih transparan dan samar.     

Jelas, Antanas terluka parah.     

Namun dibandingkan dengan Lucien Evans, yang terpental ke seberang Sungai Solna, situasi Antanas masih lebih baik. Ketika Lucien terkena serangan, dia menghempas pepohonan dan akhirnya mengenai batu kali besar. Lucien kini tergeletak di atas tanah dan tak bisa bergerak sama sekali. Tangan kirinya kini terlihat pucat dan abu-abu.     

"Kubilang, 'kan? Tidak cukup!" Antanas tertawa, suaranya bisa membuat siapapun menggila.     

Ketika sosok misterius dari Dunia Arwah masih memulihkan diri, Alterna mengganggunya. Sehingga, sekarang kubu Lord of War lah yang masih mendominasi. Tapi di bawah pengaruh sosok misterius, Antanas menjadi lebih gila lagi.     

Antanas mengambil satu langkah maju. Ketika melihat musuhnya tergeletak di atas tanah dan berusaha keras bertahan hidup, benak Antanas dipenuhi dengan suka cita dan kebanggaan. "Kekuatanmu akan membantuku pulih. Meski aku tidak bisa membunuhmu sekarang, aku bisa mengirimmu pada tidur yang sangat panjang. Alterna, jangan buru-buru kembali..."     

Antanas mengangkat palu, kemudian kekuatan hitam, putih, dan abu-abu menyebar lagi.     

Lonceng kematian untuk Lucien sudah berdentang.     

Mendadak, dunia hitam, putih, abu-abu berkobar dengan api hijau, lantas runtuh dalam sekejap.     

Antanas muncul lagi, lantas cahaya putih dan abu-abu yang mengelilinginya kini tampak sangat berbeda. Itu bukan kekuatannya, namun sesuatu yang baru. Itu adalah kekuatan dari pembusukan. Di sekitarnya juga ada suara lolongan arwah.     

Kemudian Asin menangis pilu. Dalam penderitaan luar biasa, kehidupan Asin diambil oleh kekuatan di udara. Dalam beberapa detik, wajah Asin berubah sangat pucat, dan dua mata hijau Asin kini menjadi dua kobaran api merah. Hawa kematian melayang.     

Hal yang sama terjadi pada Ell. Kepalanya pecah bagaikan semangka yang dihancurkan. Ell lantas mengeluarkan erangan pilu, kemudian darahnya yang mengalir berhenti. Apa yang keluar dari tubuhnya kini adalah cairan tubuh berwarna kuning muda. Tapi mungkin karena ketuhanannya, proses kehidupan yang meninggalkan tubuhnya terjadi lebih lambat. Dia belum berubah menjadi mayat hidup.     

Di sekeliling Temple of War, dalam radius 200 meter, pohon Husum yang tak terhingga membusuk. Kekuatan di udara menyerap kehidupan mereka. Tanah yang subur dan lembab juga bukan pengecualian. Dalam sekejap, tanah telah kehilangan seluruh kelembabannya dan penuh retakan. Begitu Sungai Solna meluap di area itu, aromanya busuk dan warnanya sangat pucat.     

Salah satu dari pendeta tingkat senior berteriak, "Life Ritual? Demigod-lich?!"     

Begitu selesai bicara, cahaya suci di sekitarnya menyebabkan kekuatan kematian menyerang. Seolah di sana ada reaksi kimia sangat buruk antara kekuatan kematian dan cahaya suci, ledakan mengerikan terjadi. Ledakan itu bisa menyebabkan, paling tidak, kardinal berjubah merah level delapan meledak, nyawanya juga diambil.     

Daniel sang Fire of Purification juga mendadak lemas. Api putih di sekelilingnya sebagai tameng kini tampak lebih redup. Dia harus menggunakan pedangnya untuk tetap berdiri, dan nyawanya juga meninggalkan tubuhnya dengan cepat.     

Natasha akhirnya sadar apa yang sedang terjadi. Dia berlari ke arah Camil dan mengangkat duplikat Shield of Truth di depan mereka berdua. Sudah ada retakan kecil pada tameng tersebut.     

Tapi bahkan tameng hitam itu pun kehilangan warnanya, seolah kehilangan hawa kehidupan juga. Natasha tahu kalau tamengnya akan membusuk dalam satu atau dua menit, tapi dia tak punya pilihan lain.     

Bero, sang God of Sun, tampak sangat bingung. Hawa kehidupannya diambil. Sekujur tubuh Bero sedikit berkedut.     

Tangan kiri Lucien kini terlihat abu-abu sepenuhnya. Dia kesulitan bernapas, apalagi berdiri.     

Sementara Francis, dia tergeletak di atas tanah dan berusaha keras untuk menengok. Saat melihat ke area yang kini mirip dengan Pulau Tengkorak, dia merasa beruntung karena si kesatria misterius melemparnya sangat jauh dari Antanas, jadi dia bisa lolos dari kekuatan mengerikan itu.     

Dalam jangkauan, di langit, 50 awan hitam berkumpul. Sebuah kilat hitam menyambar, lalu mulai hujan. Bau busuk yang dahsyat membuat Ell, yang sudah terluka parah, langsung pingsan.     

Tetes hujan yang kotor jatuh ke tanah, lantas tanahnya langsung berubah pucat. Tengkorak-tengkorak dan mayat yang dikubur jauh di dalam tanah mulai keluar dan berdiri perlahan. Karena bermandikan hujan, kekuatan kematian mereka semakin besar.     

Apapun yang disentuh oleh hujan tersebut mulai membusuk. Tapi untungnya, mereka bukan target utamanya, sehingga hujan yang jatuh tidak deras. Namun hujan yang kotor itu menghujani Antanas, memakan dunia hitam, putih, dan abu-abunya.     

Antanas mengangkat palunya lagi, tapi kekuatannya sudah berkurang.     

Namun, sebagai sosok misterius di Dunia Arwah, palu Antanas masih bisa membuat arwah, spectre, dan mayat hidup patuh padanya.     

Ketika Antanas nyaris lepas dari belenggu, suara dingin terdengar di langit.     

"Spirit Confinement."     

Jiwa dan arwah yang rusak dan mengelilingi Antanas mulai berubah menjadi kilatan cahaya dan menyelinap masuk ke dalam tubuh Antanas dengan cepat. Sekujur tubuh Antanas membengkak semakin besar. Cairan abu-abu dan putih mengalir keluar dari sudut matanya. Bagaikan patung yang terbuat dari batu, Antanas hanya bisa berdiri di sana.     

"Life Ritual," kata suara dingin itu lagi.     

Awan kotor runtuh, menjatuhi Antanas. Sementara itu, kumpulan mayat hidup yang tak terhingga bergegas menghampiri Antanas dan menjadi bagian dari awan-awan.     

Hawa kehidupan Antanas didorong keluar dari tubuhnya secara paksa. Karena kehilangan sokongan dari dalam, sosok tinggi dan kuat milik Antanas jadi lemas. Palunya sudah jatuh ke atas tanah.     

Dhuaar! Kepala Antanas meledak hingga berkeping-keping.     

Bola cahaya hitam, putih, abu-abu yang memadat keluar dari rongga matanya, lalu jatuh ke atas tanah, dan pecah menjadi serpihan kecil.     

Serpihan itu masih memiliki kekuatan keabadian dan dominasi, tapi rasanya bagaikan kehilangan jiwa dan pikiran. Warna hitam, putih, dan abu-abu perlahan menyebar dari serpihan-serpihan itu, mewarnai benda-benda di sekitarnya. Tapi kini prosesnya sangat tidak berarti dan tidak ada tujuannya.     

Mage's Hand yang tampak bagai ilusi muncul di udara, mencoba mengambil serpihan bola cahaya. Namun tangan itu menembus mereka, seolah serpihan-serpihan itu tidak ada dalam dimensi ini.     

"Um?" Suara tersebut terdengar bingung.     

Sesosok lich yang mengenakan mantel hitam muncul di langit. Tidak ada daging di kepalanya, tapi hanya ada tengkorak putih. Di masing-masing rongga matanya yang kosong ada titik cahaya merah kecil yang sedang berkelip.     

Itu dia. Congus, sang Demigod-lich. Lucien menghela napas dalam hati.     

Congus tidak buru-buru mengambil serpihan milik sosok misterius dari Dunia Arwah. Alih-alih, Congus menatap Lucien. Congus tidak akan memberikan kesempatan Alterna untuk memulihkan diri. Alterna adalah satu-satunya ancaman di sana.     

"Life Depri..." Congus mengatakan dua kata aneh. Itu adalah kata sihir paling kuno.     

Congus tidak akan meremehkan Alterna. Dia akan langsung menggunakan sihir legendarisnya untuk memusnahkan Lucien dan tangan kirinya.     

Namun, sebelum Congus menyelesaikan kata kedua, kilatan cahaya menyambarnya dari belakang. Cahaya itu memiliki kekuatan yang sangat positif, sampai membuat Lucien mengingat segala sifat baik termasuk, kejujuran, kebaikan, dan semacamnya.     

Cahaya tersebut tidak melukai Congus, dan mantra sihir pertahanan langsung terpicu secara otomatis. Tapi kini Congus berpindah ke titik lain dengan sigap.     

Dua titik merah kecil menatap si penyerang. Itu adalah Bero, sang God of Sun, yang telah kehilangan kekuatannya untuk bertarung di bawah Life Ritual.     

Namun, kini Bero berdiri tegak di udara dan berujar dalam nada peringatan,     

"Ini hanya peringatan."     

"Siapa kau?" tanya Congus. Dia merasakan kekuatan yang keluar dari sosok Bero terasa familiar, tapi itu bukan kekuatan Bero. Congus tidak ingat kekuatan siapa itu.     

Bero tidak menjawab pertanyaannya. Ada sayap putih yang merekah di belakangnya. Bero berujar pada Congus dengan nada serius, "Apapun yang mati harus tidur selamanya. Ini adalah siklus kehidupan. Kau, makhluk kotor dan jahat, rasakan hukuman ini!"     

Kemudian sebuah neraca, satu sisi putih dan satu sisi hitam, muncul di depan Bero. Setelah beberapa kali ayunan, neraca tersebut akhirnya seimbang. Awan pucat yang mengerikan langsung menghilang, dan beberapa hawa kehidupan kembali ke wilayah itu, meski pepohonan yang mati serta pulau yang terkena polusi masih tidak berubah.     

"Scale of Justice! Kau Rudolf II!"     

Congus tidak tahu bagaimana Rudolf II bisa sampai ke tempat ini, tapi dia langsung merapal mantra.     

"Life Deprivation!"     

Congus yakin itu hanya proyeksi Rudolf II. Meski Rudolf membawa neraca bersamanya, proyeksi itu tetap bukan tandingan Congus.     

Diam-diam wajah Bero menua dengan cepat, seolah waktunya berlalu dengan sangat cepat. Sayap di belakang punggungnya menutup, lalu sebuah seberkas cahaya terbentuk.     

"Penuhi perintahnya, Congus!"     

"Light of Order!"     

Kemudian seberkas cahaya tersebut meluas dengan cepat, memenuhi setiap sudut dunia, membawa kekuatan untuk mencerai-berai apapun yang tidak alami dalam ruang tersebut.     

Sementara itu, Congus membuka mulutnya lebar-lebar, lalu mengeluarkan lolongan mengerikan—Demigod-lich's Howling!     

Mata Natasha kehilangan fokus lagi, dan dia juga kehilangan kemampuan untuk mendengar maupun mencium bau. Shield of Truth di depannya mulai retak.     

Kali ini, di bawah sinar bulan yang dingin dan cerah, Lucien melayang ke udara di seberang sungai. Sambil mengenakan jubah hitam panjang, dia mengangkat tangan kirinya tinggi, yang mana sedang diselimuti oleh api penghancur.     

Francis dan Camil berpikir Lucien dan Alterna telah menggunakan seluruh kekuatan mereka.     

Namun, bukan itu masalahnya. Sebelum mengambil ketuhanan Lord of Underworld, Alterna sudah bisa mengerahkan serangan sebanyak satu putaran penuh. Kini, setelah menyerap satu ketuhanan lagi, ditambah tidur selama dua minggu, Alterna masih bisa bertarung setelah serangan sebelumnya.     

Lucien datang ke Temple of War dengan sengaja. Untuk bisa keluar dari masalah, dia mencoba membuat archmage legendaris, yang sudah mengawasinya sepanjang waktu, dan Antanas untuk bertarung satu sama lain. Sebelum pertarungan ini, Lucien sudah mempertimbangkan kedatangan Congus. Sehingga dia tidak menggunakan kekuatan penuh Alterna.     

Menghadapi Alterna yang terluka parah, dan sosok misterius dari Dunia Arwah yang masih bisa bertarung, Congus pasti menangani sosok misterius dulu.     

Lucien akan membiarkan mereka bertarung dulu.     

Selain itu, karena Lucien kebetulan melihat Sophia, dan dia tahu kalau kaisar sudah menyentuh rahasia di balik tujuh iblis kuno, Lucien juga menduga Rudolf II terlibat dalam hal ini.     

Kekuatan bulan perak memulihkan tubuh Lucien dengan cepat. Saat bulan raksasa muncul lagi, bulan perak asli di langit terhalang.     

Karena terkejut, Congus dan Rudolf II melihat Lucien membungkuk samar, kemudian Lucien menurunkan tangan kirinya.     

Sinar bulan mendadak meluas dan memenuhi jarak pandang mereka.     

Apakah karena Lucien lebih pintar dan lebih cerdas daripada mereka?     

Bukan, itu cuma karena Lucien tahu lebih banyak informasi daripada Antanas. Lucien tahu kalau ada seorang penyihir legendaris yang bersembunyi di sekitar sana, dan Rudolf II bisa datang kapan saja. Sehingga, dia bisa memikirkan rencana terbaik.     

Itu adalah keuntungan Lucien ketika ada celah informasi!     

Bulan perak malam ini sangat cerah, sampai-sampai Congus dan Rudolf II tidak akan melupakannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.