Singgasana Magis Arcana

Violin



Violin

0Setelah wawancara, Lowi dan peserta lain meninggalkan ruang rapat dengan ekspresi aneh. Pengetahuan dalam bidang atom dan trik pengendalian lingkaran sihir yang mereka siapkan ternyata tidak berguna sama sekali. Pertanyaan Tuan Evans sangat aneh. Apakah mereka harus menceritakan rencana hidup? Bukankah tentang naik dari level satu ke level dua, dari level dua ke level tiga, dan seterusnya?     

Namun, pertanyaan sesederhana itu jelas tak akan membuat Tuan Evans puas. Sehingga, setiap peserta wawancara menambahkan bagian tertentu yang mereka yakini akan berguna. Contohnya, Alfalia menceritakan tentang tujuannya dalam sistem pengetahuannya, sementara Blake bercerita kalau dia berencana kembali dari Pulau Solar ke Allyn. Banyak orang juga memasukkan Institusi Atom ke dalam rencana hidup mereka.     

Ketika mengingat bagaimana dia mengenalkan diri, dan entah mengapa menambahkan mencari pacar ke dalam rencana hidupnya, Lowi merasa wajahnya memanas dan tidak berani melihat pada rekan-rekannya, takut akan diejek. Baginya, itu adalah wawancara paling memalukan.     

Orang lain kurang lebih juga sama. Baru saja, banyak peserta wawancara menceritakan masa lalu menyedihkan secara spontan, berharap akan mendapatkan simpati. Tapi setelah wawancara selesai, mereka hanya bisa menyesal karena tak bisa melepas baju lalu menutupi kepala.     

Rock berkata sambil tersenyum cerah, "Tunggu 10 menit di sini. Lucien akan membuat keputusan secepatnya."     

Wawancara seperti menyenangkan baginya, apalagi saat para peserta menceritakan diri dengan tidak luwes.     

Mendengar kalimat Rock, Lowi tak lagi merasa malu. Begitu Rock masuk ke dalam ruang rapat dan menutup pintu, jantung mereka berdetak semakin kencang.     

Deg. Deg. Deg. Lowi merasa dia harus mengatakan sesuatu, kalau tidak dia bisa pingsan karena kecemasannya. Dia membuka mulut dan bertanya, "Erica, menurutmu siapa yang akan dipilih Tuan Evans?"     

Lowi takut pada dirinya sendiri setelah bicara. Dia tak berpikir kalau suaranya jadi kering dan serak.     

Erica menjawab dengan suara pelan, hidungnya mengatup, "Segalanya tak ada gunanya sekarang. kita sudah menunjukkan apa yang kita punya."     

Tak jauh dari sana, sementara Blake merasa gugup, sebagai seseorang yang sudah menjadi penyihir resmi di pulau dengan lingkungan keras, tapi dia masih bisa menunjukkan sikap tenang. Dia berujar pada Alfalia dengan senyum kaku, "Kurasa kau punya kesempatan bagus. Penampilanmu baik."     

Alfalia membalas setelah tersenyum tipis, "Berhentilah bicara begitu. Kau akan membuatku semakin berharap. Semakin tinggi harapan seseorang, biasanya mereka semakin kecewa."     

Nadanya santai, tapi Alfalia mengeratkan genggaman tangannya.     

Di tengah suasana yang menyesakkan, pintunya dibuka lagi. Mereka mengangkat kepala dan menatap pada Tuan Evans dengan pandangan penuh harap serta cemas.     

Lucien tersenyum. "Kalian semua sangat hebat dan penuh potensial. Sayangnya Institusi Atom hanya butuh 10 asisten sekarang, sehingga aku harus melakukan pemilihan ketat untuk menentukan siapa yang cocok dengan kebutuhan kami. Kandidat pertama, Tuan Balterley."     

Pria paruh baya, yang merupakan guru Lowi di sekolah, mengayunkan kepalan tangannya dengan senang, tapi sebagai penyihir tingkat lingkaran dua, dia berhasil menjaga sikap.     

"Kandidat kedua, Alfalia." Suara hangat Lucien masuk ke telinga Alfalia.     

Tak sadar apa yang sedang terjadi, Alfalia mendongak dan menatap Lucien dengan tatapan tak percaya, hanya untuk melihat Lucien mengangguk padanya sembari tersenyum.     

Sampai akhirnya dia sadar telah terpilih menjadi anggota Institusi Atom. Mata birunya mendadak berkaca-kaca.     

Keberhasilan semacam itu didapatkannya secara adil, tanpa suap uang dan material, tanpa menukar tubuh dan perasaannya, namun hanya dengan kemampuan sihir serta arcananya!     

Bagi Alfalia yang harus meninggalkan Allyn karena alasan tertentu, itu adalah pencapaian yang didapatkan dengan susah payah. Alfalia menutup wajahnya dengan tangan, tak menunjukkan kelemahan sesaatnya pada semua orang.     

Mendengar pengumuman Tuan Evans, Lowi jadi semakin bersemangat. Tanpa sadar dia menahan napas. Tuan Blake lulus, Erica lulus, lalu dua murid yang dia kenal barusan juga lulus, tapi kenapa dia tidak terpilih?     

"Kandidat kesepuluh, Lowi."     

Lowi merasa bintang melayang di depan matanya, dan dia nyaris terjatuh. Rasa senang dan semangat meluap-luap bagaikan gunung api, menyisakan kepalanya yang pusing serta mata yang basah.     

"Jangan pingsan. Kalau kau tidak enak badan, aku akan membatalkan keputusannya," kata Lucien bercanda, namun semua orang tak memahami candaan itu.     

Tapi di mata Lowi, itu adalah kalimat yang indah bagaikan nyanyian elf. Dia buru-buru menukas, "Tidak, tidak, Tuan Evans. Saya sangat sehat!"     

Segalanya yang Lowi lihat mendadak jadi indah.     

Setelah meminta Jerome untuk mengatur 10 asisten baru, Lucien pergi ke Komite Umum, berniat memeriksa interogasi Thompson.     

"Mereka sudah mengaku. Dua orang adalah mata-mata dari Gereja Selatan, satu orang berhubungan dengan Gereja Utara, dan satu lagi dipancing oleh pekerja intel dari Kekaisaran Holy Heilz. Mereka dijanjikan akan diberikan hadiah besar jika berhasil menyusup ke Institusi Atom, dan mereka akan dibayar untuk setiap informasi yang mereka berikan tentang institusi dan dirimu." Thompson menyerahkan data pada Lucien dan bertanya bingung, "Kenapa Kekaisaran Holy Heilz mengincarmu? Bukankah Gereja yang selalu berurusan dengan penyihir?"     

Lucien mengusap alis. Dia menyabotase rencana Rudolf II di dimensi lain, dan jelas dia punya hubungan dengan Silver Moon. Bagaimana mungkin orang itu tidak mengawasinya? Tapi tentu saja, rahasia besar dari Dewan Tinggi tidak untuk diketahui Thompson.     

Sembari membaca sekilas datanya, mata Lucien berhenti bergerak. Bayangan penjaga malam yang menyewa Issac sangat familiar.     

"Minsk ... Juliana..." Lucien menyebut dua nama tersebut.     

Lucien tahu ada yang aneh dengan Amelton saat Rhine memproyeksikan diri ke dalam mimpi Joker. Dia juga mengetahui identitas dan wajah beberapa penjaga malam yang sering bersama Joker.     

Harusnya itu jadi masalah. Lucien pernah bertemu Lend sebelumnya, dan sangat normal bagi mereka jika diposisikan di tempat yang sama dengan Amelton. Namun menurut Issac, dua penjaga malam menemuinya bergantian sejak tiga tahun lalu, berharap dia bisa mendekati Lucien. Kalau begitu, Sard sudah menyiapkan ini selama tiga tahun sebelum dia menjadi kardinal agung di paroki Holm.     

"Pantas dia merahasiakan hubunganku dengan Natasha. Tapi itu adalah rencana jangka panjang. Apakah dia sangat percaya diri akan dikirimkan kemari?" Lucien bingung. Kemudian dia berkata pada Thompson, "Ikuti dua penjaga malam itu tapi jangan membunuh mereka dulu.     

"Selain itu, minta magi untuk melindungi keluarga John diam-diam. Jangan biarkan mereka tahu dan jangan menciptakan konflik dengan para kesatria yang dibawa Natasha."     

Dua penjaga malam itu membencinya. Lucien khawatir mereka akan di luar kendali di suatu titik.     

"Baiklah." Thompson semakin sopan pada Lucien. Tak hanya posisinya berubah berkat 'alkimia baru', tapi perkembangan kemampuan sihirnya sendiri sudah meramalkan akan menjadi penyihir legendaris selanjutnya.     

...     

Pada tanggal 30 Juli, Ratu Istana Nekso, setelah mengalami percobaan pembunuhan yang didalangi oleh bangsawan konservatif, tiba di menara sihir royal Holm dan mengumumkan kalau dia akan makan malam dan merayakan ulang tahunnya dengan para senior dari keluarga kerajaan di sana, sehingga dia tak akan kembali ke Istana Nekso sampai besok.     

Jika memikirkan Duke James dan Duke Russell yang marah setelah insiden pembunuhan, para konservatif tidak melawan rencananya.     

Saat malam tiba, Natasha, yang sedang merayakan ulang tahun dengan anggota keluarga kerajaan di menara sihir, pergi dengan alasan akan bertemu dengan Hathaway.     

Sembari mengangkat gaunnya, dia bergegas menuju ruangan Lucien bagaikan kesatria.     

Dia baru akan mengetuk pintu, tapi pintunya terbuka sendiri. Sementara itu, suara merdu dari piano bergema di dalam, terdengar indah dan menyegarkan. Seluruh ruangan langsung dipenuhi dengan atmosfer romantis.     

Natasha menutup pintu perlahan dan menatap Lucien yang jarinya sedang menari di atas piano. Dia mengenakan pakaian formal hitam yang biasanya dipakai di Aalto, sementara wajahnya terlihat lembut serta serius. Matanya menatap Natasha. Pandangannya sangat dalam sampai nyaris bisa menarik jiwa.     

Di sisi lain, Lucien mendadak merasa kagum. Natasha tidak mengenakan gaun berwarna gelap hari ini seperti biasanya maupun setelan kesatria serta armor. Sebagai gantinya, dia memakai gaun putih panjang dengan renda sederhana, begitu juga sarung tangan dan stocking sutera yang senada. Rambutnya yang diikat dan topi lebar membuatnya terlihat seperti pengantin wanita yang baru saja menerobos masuk. Ada tambahan kesan polos dan segar dalam sosoknya yang elegan.     

Ruangannya ditata persis seperti sebelumnya. hanya saja kali ini ada flute, oboe, cello, brass, violin, dan instrumen musik lain di sekitar piano, seolah sebuah orkestra ada di sana, namun mendadak hilang, meninggalkan alat musiknya saja.     

Sembari memandang mata Lucien dan mendengarkan musik yang merdu, Natasha merasa ketegangannya hilang. Dia mendekati Lucien seraya tersenyum dan berhenti di sebelah meja.     

Dia tahu itu adalah 'A Poem for Natasha', musik piano yang disiapkan Lucien terakhir kali. Namun mereka terlalu bergairah mencari tahu apa yang ada di dalam hati masing-masing sebelum ini sampai benar-benar melupakannya. Saat mereka membicarakannya, Lucien menunda sampai ulang tahun Natasha.     

Nadanya memenuhi ruangan bagaikan aliran air, naik dan turun dengan lembut, menenangkan pikirannya. Nada romantis serta ritmenya menggema di mata mereka.     

Setelah Lucien selesai bermain, Natasha bertepuk tangan dan akan menarik kesatrianya mendekat.     

Tapi Lucien menggeleng dan tersenyum, mengisyaratkan ada babak kedua.     

"Ini hadiah ulang tahun untukmu."     

Lucien mengambil flute dan memainkan sebuah ritme yang berbeda dari sebelumnya, dan suaranya terdengar seperti cericip burung.     

Saat flutenya berhenti, oboe melayang ke arahnya dan menyajikan pemandangan musim semi.     

Natasha menatap bingung pada Lucien. Itu adalah gaya musik yang belum pernah dia dengar sebelumnya. Apakah karya baru Lucien?     

Seiring suara lembut dari violin memasuki telinga Natasha, benaknya seolah dipukul sesuatu. Musiknya sangat indah dan romantis, namun seolah memiliki kesedihan samar yang mengundang empati.     

Musiknya berbeda dengan musik yang dipelajari Natasha, tapi sangat menyentuh dan indah sampai terlihat seolah Lucien menyampaikan cinta di dalam hatinya.     

Musik terbaik tak punya perbedaan dalam gaya. Sembari menatap Lucien yang memainkan violin dengan elegan, Natasha terpukau dengan ritmenya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.