Singgasana Magis Arcana

Waktu Filosofi



Waktu Filosofi

2Tidak ada jendela di kamar. Kasurnya berantakan, dipenuhi dengan aroma wangi dan aneh yang bisa membuat wajah siapapun merona.     

Sambil memeluk Natasha, Lucien bersandar di kepala kasur, melamun.     

Setelah menyalurkan perasaan luar biasa saat tubuh dan jiwa mereka melebur bersama, dia mendadak berkembang pesat, dan tampak menjadi pria sejati secara psikologis hanya dalam beberapa jam. Tanggung jawab besar sudah diletakkan di bahunya. Mulai sekarang, dia tak akan sendirian. Dia punya pasangan, dan mungkin beberapa anggota keluarga baru di masa depan, yang akan menemaninya sampai maut memisahkan.     

Sehingga, Lucien mulai memikirkan tujuan hidup dan mengatur rencananya, mencoba memikirkan bagaimana agar bisa bersama Natasha secara terbuka.     

"Berdasarkan data-data di perpustakaan, memang benar setelah melakukan itu pria akan mengalami 'Waktu Filosofi'." Lucien mengolok dirinya setelah memikirkan hal itu. Topik seberat itu tak pernah terpikir olehnya sebelum ini.     

Seiring matanya yang bergerak untuk melihat karpet di kamar dan pintu, Lucien melihat pakaian berantakan dan compang-camping. Gaun hitam Natasha sobek, hanya Tuhan yang tahu, menjadi berapa serpihan karena usaha keras mereka. Sambil berbaring di atas lantai, mereka menggambarkan sebuah keadaan memalukan disertai banyaknya jejak mencurigakan di sekitar.     

Melihatnya, seraya merasakan kulit halus dan kenyal di bawah tangan kanannya yang menguarkan aroma harum bercampur aroma aneh, Lucien mendadak merasa panas, kemudian libidonya naik lagi. Tangan kanannya menekan agak keras.     

Klang! Klang! Klang!     

Lonceng Gereja Radiance bergema, menandakan saat itu sudah tanggal 26.     

Di dalam angin beraroma harum, bibir Lucien dikunci dengan bibir pink lagi. Lidah yang kuat dan manis perlahan membuka rahangnya dan mengajak lidahnya menari.     

Ciuman itu tidak intens, namun dipenuhi dengan kehangatan. Mereka merasakan satu sama lain, tidak menyisakan tempat tanpa dijelajahi sama sekali.     

Setelah cukup lama, bibir mereka akhirnya berpisah. Natasha berujar sambil tersenyum manis, matanya juga tampak indah, "Selamat ulang tahun, Kesatriaku."     

Lucien memeluknya lagi dan memberikan ciuman panjang. Dia lantas tersenyum. "Kau tidak tidur?"     

Natasha menggeliat dan berbaring di sebelah Lucien, sebelum dia berujar, "Tidak. Aku selama ini memikirkan jalan hidupku. Aku berencana mencari tahu kebingungan dalam imanku. Aku juga berpikir apa yang harus kulakukan untuk mengubah Holm agar kita bisa bersama secara terbuka."     

"Itu akan jadi jalan yang panjang dan sulit, tapi aku tak akan menyerah."     

Lucien mau tak mau tersenyum. Apakah Natasha juga memasuki 'waktu filosofi' juga? Memang sudah sepantasnya bagi Yang Mulia untuk berpikir demikian.     

Sambil berpikir, Lucien berbalik menghadap Natasha, hanya untuk menyadari kalau selimut putih tipis tersibak karena gerakannya barusan. Sehingga menampakkan dada yang indah dan tegang di bawahnya. Ujungnya yang berwarna merah muda membuat Lucien merona dan napasnya menjadi semakin cepat. Dia tanpa sadar berbalik untuk menghindari pemandangan indah tersebut.     

"Kau tidak suka?" Mana mungkin Natasha bisa mengabaikan kelakuan Lucien yang tidak wajar? Dia terkekeh dan tertawa menghadapi tingkah kuno Lucien. Kemudian, mata Natasha melihat pakaian compang-camping di atas karpet. "Kau tidak seperti itu sebelumnya. Kau seganas hewan buas dan mencabik pakaianku sampai berkeping-keping."     

Sambil menahan nafsu, Lucien tanpa sadar menyangkal, "Baju itu kau yang mencabiknya."     

"Begitukah?" Natasha menempelkan sisi wajahnya pada Lucien dan berujar sambil tersenyum, "Aku ingat sekarang. Seseorang tidak bisa melepas ikatan gaun beberapa saat lalu dan lupa menggunakan sihir karena marah. Sehingga, karena aku mencintainya, aku mencabik gaunku sendiri. Lucien, kau lebih senang penjelasan ini atau penjelasan kau seganas hewan buas?"     

Lucien tak punya alasan apapun untuk membela diri. Jadi dia hanya bisa membalas murung, "Lebih senang yang pertama."     

Natasha tersenyum dan memujinya, "Tapi performamu memang luar biasa. Awalnya kau tampak tidak berpengalaman, tapi kau jadi lihai waktu melakukannya kali kedua, dan membuatku ada di bawahmu saat aku tidak siap. Aku merasa senang bisa menikmati tanpa melakukan apapun.     

"Selain itu, dengan semua bantuan sihir dan kondisi tubuhmu sebagai kesatria agung, kau memberiku kenikmatan luar biasa yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Aku tak pernah selelah ini bukan karena bertarung.     

"Meski aku terlalu lelah bahkan untuk menggerakkan jariku, aku tak bisa merasa lebih puas lagi, terlebih saat kita melebur. Rasanya seperti jiwa kita saling berhubungan. Itu pasti cinta."     

Dia bicara tentang performa Lucien tanpa merasa canggung sama sekali.     

Lucien diam-diam mengusap keringatnya. Atmosfer saat dia bersama Natasha terlalu aneh. Mereka pasti pasangan unik.     

"Aku juga. Aku merasakan kebahagiaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Benar, mungkin karena instingku sebagai lelaki sehingga kau merasa aku tidak berpengalaman." Lucien jelas tidak akan mengatakan betapa luas pengetahuannya tentang hal itu, serta mengatakan kalau punggungnya sakit sekarang. "Kau juga belum mengalaminya, 'kan?"     

Lucien sadar kalau itu adalah waktu yang tidak tepat, karena akan mengingatkan Natasha pada Silvia.     

Natasha tidak terganggu. "Kendali kesatria terhadap otot sangat kuat. Orang biasa bisa membuat mereka bahagia juga. Saat ada cinta, kenikmatan itu terasa menyenangkan juga, tapi tetap saja, meski aku menikmatinya, aku tidak terlalu menikmatinya. Kalau dibandingkan, aku nyaris pingsan barusan. Hehe. Beberapa sihir terakhirmu bagus. Kita bisa menggunakan bantuan sihir aneh lain ke depannya."     

Ratu Natasha adalah wanita penasaran tapi rasional. Namun dia tak berpikir dia harus menahan diri saat menjelajahi hal-hal bersama pasangannya.     

"Baiklah..." balas Lucien nyaris kehilangan kata-kata. Dia sangat buru-buru dalam dua sesi sebelumnya, sampai dia benar-benar lupa trik dalam Buku Pink. Dia hanya memperkuat diri dengan sihir yang bisa memperkuat dan menyegarkan kembali dirinya."     

Sementara itu, Lucien berpikir dalam hati, 'Tubuh kesatria cahaya hasil transformasi hanya bisa bertahan terlalu singkat. Perubahan itu hanya bisa digunakan dalam keadaan kritis, kalau tidak, sihirnya akan merusak suasana. Aku harus membuat teknik transformasi baru agar aku punya kekuatan dan kelincahan setara kesatria cahaya tanpa kemampuan supernatural mereka. Dengan begitu, harusnya cukup untuk memperpanjang efeknya selama setengah jam.'     

Perubahan itu tidak digunakan untuk bertarung, jadi kemampuan supernatural tidak dibutuhkan.     

Saat memikirkan itu, Lucien mengingat apa yang terjadi di ruang tengah beberapa saat lalu. Meski sihir dan kekuatan supernatural mereka masih dalam kendali, penggunaan kekuatan saja sudah membuat kursi dan meja patah. Makanan yang sudah disiapkan juga dicicip oleh Natasha dengan cara yang sangat aneh. Jika mereka tidak masuk ke kamar disaat-saat terakhir, Lucien curiga kasurnya juga akan roboh. "Aku harus membuat perabotan sihir sekarang..."     

Natasha berbalik dan bersandar di dada Lucien, membuat kulit mereka bersentuhan langsung. Dia berujar khawatir, "Apa kita terlalu buru-buru? Aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri. Setelah sadar aku jatuh cinta denganmu sejak lama, perasaanku selama bertahun-tahun meledak seperti air bah."     

Lucien terlalu tidak berpengalaman, membuat Natasha, yang baru memasuki 'waktu filosofis' agak tidak tenang.     

"Tidak juga. Aku sudah menunggu selama bertahun-tahun." Lucien memang merasa semuanya terlalu cepat, tapi dia bersyukur karena kehadiran wanita yang dia cintai dan tak merasakan ada yang aneh setelahnya.     

Natasha mengangguk puas. Setelah ciuman panjang lagi, dia berujar dengan nada penyesalan, "Sekarang sudah lewat fajar. Meski aku ingin terus bersamamu, aku harus kembali ke Istana Nekso sekarang. Kalau tidak, aku akan menaikkan kecurigaan Gereja jika aku menginap di menara sihir Holm. Kita masih muda dan masih punya umur panjang. Aku yakin kita bisa bersama suatu hari nanti."     

"Aku paham. Batasan sekarang adalah demi kebahagiaan di masa depan." Lucien memeluknya dan mengeluarkan tas Natasha, siap memakaikan pakaian padanya.     

Natasha mendadak berkedip. "Begitukah? Adik kecilmu tampak mengatakan hal sebaliknya. Dia mau tambah satu kali lagi, 'kan?"     

Lucien melihat ke langit-langit dengan pasrah. "Kau harus kembali."     

"Yah, masih ada waktu. Harusnya cukup." Mata Natasha mendadak beriak seperti air. Kemudian, Lucien merasa kaki jenjang Natasha melewati kaki Lucien. Kelembutan kulitnya tersalur ke hatinya, membawa sensasi tegang. "Lucien, bukankah kau bilang terkejut waktu itu? Tapi kenapa aku merasa kau sangat suka dengan stocking sutera? Gaun dan pakaian dalamku kausobek, tapi stocking suteranya masih utuh."     

Lucien merona dan tidak mengatakan apapun. Tubuhnya memanas karena provokasi Natasha, sementara suhu tubuh Natasha semakin turun.     

Lucien tak bisa menahan diri lagi dan memegang kaki Natasha, bermaksud menariknya turun.     

Natasha menyentuh dada Lucien, mata keperakannya berkilau, sementara suaranya terdengar menggoda. "Kali ini, aku yang di atas."     

Udaranya dipenuhi dengan suara napas terengah-engah serta suara gesekan. Mendadak, ranjangnya roboh, menimbulkan debam keras, tapi mereka berdua tidak berhenti.     

Cukup lama setelahnya, Lucien berbaring di ranjang. Dia merasa puas dan lelah, sementara Natasha berdiri di samping ranjang, merapikan gaun hitamnya dengan perasaan senang.     

"Aku pulang dulu." Natasha membungkuk dan mencium Lucien. kemudian dia berujar serius, "Bisakah kau mengundang King of Nightmare untuk tinggal di Aalto untuk sementara, jaga-jaga jika ada masalah."     

"Tenang saja. Aku akan mengurusnya. Grand Duke tidak akan terancam." Lucien sudah memikirkannya.     

Natasha kemudian meninggalkan ruangan dengan perasaan ringan. Setelah istirahat sejenak dan mengembalikan sebagian kekuatannya, Lucien bangkit dari ranjang yang roboh dan mengenakan mantel sihirnya. Setelah berjalan ke ruang tengah, lewat jendela dia melihat Natasha naik ke kereta kuda dan pergi.     

"Hidupku sudah memasuki fase baru setelah hari ini," ujar Lucien dengan perasaan campur aduk.     

Setelah Natasha kembali ke Istana Nekso, Lucien menghubunginya lagi selama satu jam lewat pesan elektromagnetik. Sampai akhirnya dia duduk di atas karpet dan mulai menganalisis sihir tingkat lingkaran delapan, mencoba meningkatkan level sihirnya.     

Tanpa sadar, saat itu sudah pagi. Lucien membersihkan pakaiannya dan membuka pintu dengan lemas, lalu mengambil koran mingguan Holm langganannya.     

'... Yang Mulia Saint Sard khawatir tentang keadaan mental para pemuka agama dan penjaga malam di paroki Holm. Dia sudah memutuskan kalau anggotanya akan menjalani pelatihan di biara Rentato dan berkomunikasi dengan empat paroki lainnya di seberang Selat Storm...'     

"Sebenarnya apa yang Sard coba lakukan?" Lucien mengusap dagu saat melihat tajuk utama koran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.