Singgasana Magis Arcana

Kekuatan Monster yang Sebenarnya



Kekuatan Monster yang Sebenarnya

0Lucien merasakan bahaya, kemudian bayangan Bintang Induk Takdirnya berguncang hebat. Sehingga, sambil berteriak 'awas' lewat telepati, dia melakukan teleportasi jarak dekat.     

Tubuhnya menghilang dari tempatnya, kemudian Lucien berpindah ke pintu di lab tambahan, hanya untuk menemukan cermin berdebu kini menjadi bersih, sementara bayangan kabur dan terdistorsi keluar dari sana!     

Ia menunjukkan dominasi tanpa aba-aba, membuat Lucien kesal dan menghilangkan mantra Machanized Mind, Mental Barrier, dan mantra lain pada dirinya.     

Itu adalah hawa monster!     

Itu adalah tekanan di level demigod!     

"Akhirnya dia datang?" Selama pertarungan kecil mereka, monsternya memunculkan hawanya saat gagal membunuh musuh, juga saat dua bayangannya melebur. Sehingga, Lucien menyadari bayangan abu-abu samar itu adalah monster yang menjaga Dunia Gerbang!     

Sosok Rhine hancur bagaikan di dalam mimpi, kemudian bayangan hitam di pintu lab membentuk menjadi Rhine kembali.     

Lewat sambungan telepati, dia berujar serius, "Demigod. Ini adalah tekanan dari demigod asli..."     

Simpulannya selalu menganggap monsternya tak sekuat demigod, kalau tidak, pasti dia sudah terbunuh. Namun kelihatannya monster tersebut hanya menipu orang-orang yang masuk ke dalam Dunia Gerbang, membiarkan mereka menjemput ajal dalam keputusasaan serta rasa sakit.     

Setelah menyaksikan God's Arrival dan membiarkan Alterna merasukinya, Lucien sangat memahami tekanan dari demigod. Rhine tak perlu mengingatkannya, dan dia hanya merapal, "Space Staff!"     

Waktu bergerak lebih cepat di sekitarnya. Tubuhnya terbelah menjadi begitu banyak Lucien yang identik, kemudian terbang ke arah berbeda di dalam lab Thanos dengan kecepatan penuh.     

Monster tersebut mendengus. "Kau mencoba menipuku dengan ilusi yang bahkan bukan tingkat legendaris?"     

Hawa tak nyata yang meluap-luap tiba bersama suaranya, membuat ruang dan waktu kembali normal. Semua ilusi hancur.     

Dari kekosongan, sosok asli Lucien tampak. Dia tak menyerah meski berhadapan dengan demigod. Sebuah jam saku indah muncul di tangan kanannya, kemudian jarum detiknya berdetik maju.     

Klik. Begitu Lucien menekan ibu jarinya, warna pucat timbul dari abu-abu di sekitar, kemudian segalanya melambat.     

Monster, yang wajahnya terus berubah-ubah, sama sekali tak terkena efek. Ia benar-benar keluar dari cermin dan menghampiri mereka berdua. Nada ejekan pada suaranya masuk ke telinga Lucien melalui ruang dan waktu yang berbeda.     

"Kalau kau adalah legendaris papan atas, Advanced Time Stop milikmu pasti bisa sedikit berdampak padaku. Sayangnya kau bukan. Kau percaya aku bisa membunuhmu dengan serangan acak? Itulah jarak antara demigod dan legendaris yang bukan papan atas."     

Item legendaris Rhine yang bisa melawan Advanced Time Stop sudah terpakai, dan dia kini terkena efek Time Stop sehingga berdiri seperti patung. Pikiran Lucien kacau. Dia dikuasai oleh keputusasaan. Monsternya tak bisa dia tangani. Jika dia bertemu dengan sosok legendaris papan atas yang tak kebal terhadap Advanced Time Stop dan Gravity Collapse, pasti dia punya kesempatan kabur menggunakan ciri spesial milik Dunia Gerbang. Tapi semua itu tak akan terjadi setelah dia bertemu dengan demigod!     

Monsternya sudah membuang ciri khasnya yang satu tingkat atau setengah level lebih kuat daripada targetnya dan menyerang dengan kekuatan penuh. Kini saat memikirkannya, Moon Timer hanya bekerja karena patuh pada 'aturan main' saat bertemu dengan Rhine palsu!     

Dalam keputusasaannya, tekad di hati Lucien serta keyakinan pantang menyerah miliknya membuat Lucien menggertakkan gigi. "Tak ada yang pasti! Aku akan bertarung demi kesempatan! Memang kenapa kalau demigod? Bisakah mereka lebih mengerikan daripada takdir?"     

"Vengeful Gaze!"     

"Vengeful Gaze!"     

"Vengeful Gaze!"     

Dalam efek Time Stop, tiga sinar merah yang disertai dengan Hand of Uncertainties melesat dari mata merah Lucien.     

...     

Dum! Dum! Dum! Dum!     

Di menara sihir di dalam Atomic Universe, Natasha yang mengenakan setelan kesatria warna hitam, berdiri di depan piano dan menekan jari lentiknya keras-keras, seolah dia menyalurkan gejolak emosi dan menyemangati diri untuk bertarung.     

Dum! Dum! Dum! Dum!     

Mata Natasha sedikit merah, sementara wajahnya penuh dengan tekad. Ritme Simfoni Takdir menyapu dengan indah, membuat panik para pelayan di sekitar dan membuat mereka seolah tenggelam dalam badai yang tak bisa menahan seramnya alam.     

Kenapa aku goyah? Kenapa aku tak yakin bisa naik ke tingkat legendaris? Kenapa aku merasa sangat tak berguna? Sambil bermain piano, Natasha bertanya pada dirinya sendiri seraya menggertakkan gigi.     

...     

Efek Advanced Time Stop sudah habis, sementara sinar merah mengenai monster tanpa pertahanan dengan kecepatan cahaya. Kemudian, sinarnya menembus monster seolah ia mengenai gumpalan asap dan mengenai dinding, menimbulkan pusaran cahaya yang membara.     

"Ini..." Monsternya terdengar agak takut, seolah dia merasakan sesuatu, namun tertawa setelahnya. "Kalau kau adalah legendaris papan atas, mantra aneh yang diam-diam kau tambahkan mungkin bisa melukaiku. Aku tak pernah melihat, maupun bisa mensimulasi hal aneh seperti itu. tapi sayangnya kau bukan legendaris papan atas."     

"Baiklah, biar kutunjukkan lima persen kemampuanku."     

Badai energi yang meluap-luap dan mengerikan mendadak meledak. Monsternya melambaikan tangan dan mengerahkan serangan seperti kesatria.     

"Elemental Protection!" Lucien mengaktifkan Robe of Grand Arcanists dengan buru-buru.     

Titik cahaya warna-warni berkumpul menjadi lapisan pertahanan tembus pandang dan melindungi tubuh Lucien.     

Krak. Badai energi berembus pada pertahanan Elemental Protection, menghancurkannya dan mengenai Lucien dengan kekuatan dahsyatnya.     

Elemental Skin, Magic Absorber, Stone Skin, Energy Immunity, dan mantra lain aktif satu per satu, akhirnya melemahkan badai energi hingga ia tak bisa menghentikan Lucien berpindah tempat dalam sekejap.     

Meski begitu, Lucien yang berpindah ke pintu ruangan lain, merasa bisa muntah darah. Dia terluka parah!     

"Bagaimana? Apa kau sudah putus asa sekarang? Aku sangat suka sensasi putus asa. Haha. Ini hanya lima persen dari kemampuanku." Monster tersebut tertawa keras dan menghampiri Lucien serta Rhine seperti kucing yang bermain dengan tikus, sambil mengendalikan pertahanan lab Thanos, membuat teleportasi tak berfungsi di dalam.     

Mendadak, ia melangkah maju, menghancurkan platform, meja, dan benda lain dengan mudah bagaikan berada dalam mimpi. Rhine, yang ada di pintu, melangkah mundur, dengan darah mengalir dari mulutnya.     

"Real Dream? Sayang sekali kau bukan Dracula. Aku bisa membangunkanmu dari mimpi dengan tekanan dari kekuatan dahsyatku." Monster tersebut tertawa tak terkendali. "Ayolah. Keluarkan semua mantra dan bakat alamimu. Aku paling suka menipu orang. Aku akan membuatmu jatuh ke dalam keputusasaan terdalam."     

Lucien berusaha menekan lukanya dengan sihir. Kemudian, dia berubah menjadi kesatria legendaris, mengangkat Shield of Truth dan menebaskan pedang perak!     

Putus asa?     

Aku tak akan putus asa atau menyerah selama aku masih punya sedikit kesadaran!     

...     

Musik yang menggebu-gebu membuat semua orang gemetar tak terkendali, tapi Natasha mendadak menekan tuts dengan keras, menghasilkan suara yang tak selaras. Kemudian, dia mengambil Pale Justice dan berjalan keluar dari menara sihir dengan tegap.     

Aku tak perlu menyelesaikannya untuk tahu apa yang harus kulakukan!     

Sampai segalanya selesai, aku harus berlatih, berlatih, dan berlatih! Meski kesempatannya satu banding seribu, aku harus tetap mengejarnya! Kelemahan dan keputusasaan tak ada gunanya!     

...     

Pedang perak menebas monster bagaikan bulan sabit. Celah kekosongan mencabiknya, namun tak lama kemudian, serpihannya berkumpul lagi menjadi bentuk manusia yang terpelintir, lalu mengejek dengan liar. "Sudah sepantasnya sebagai Sword of Truth. Sayang sekali kau hanya level tiga. Jika kesatria dengan kekuatan darah Sword of Truth di puncak legendaris yang menyerangku, aku mungkin sudah binasa. Sayang sekali kau bukan."     

Di satu titik, sebuah busur hitam kecil muncul di tangan Rhine, kemudian panah darah yang rusak diletakkan di sana.     

Setelah menarik busurnya, panah darah yang rusak kini melesat bersama hawa penghancur yang intens.     

Monsternya berhenti tertawa dan berujar dengan suara pelan, "Space Protection!"     

Begitu banyak dimensi yang saling tumpang tindir tampak muncul di sebelah monster. Setelah melewati banyak lapisan dimensi, panahnya akhirnya menghilang dalam kekosongan.     

"Tak buruk. Sudah sepantasnya dari Observer dengan koleksi yang melimpah. Aku tak tahu kalau busur penghancur milik Malhanu ada di tanganmu," puji monster tersebut. "Tapi kau lupa kalau aku bilang hanya legendaris papan atas yang bisa melukaiku. Aku tak bilang mereka pasti bisa melukaiku. Hahaha. Bagaimana? Bukankah sangat menyenangkan?"     

Malhanu's Bow adalah item legendaris papan atas yang dikenal sebagai Godslayer (pembunuh tuhan), tapi ia punya syarat tinggi terhadap penggunanya. Setelah Rhine menembakkan anak panah, darah di seluruh tubuhnya tampak terkuras. Dia menjadi kurus dan kering.     

"Godslayer's Arrow, aku juga bisa melakukannya!" Monster tersebut melesatkan serangan lain. Sebuah panah darah yang ringsek melesat dari tangannya dan menuju Lucien yang sedang melindungi Rhine menggunakan Shield of Truth.     

Saat panahnya mengenai Shield of Truth, ia melenyapkan gelombang ilusi dalam sekejap, seolah menghancurkan satu dunia!     

Begitu tekanan dahsyat mengenainya, Lucien tak bisa lagi memegang Shield of Truth. Dia terpental ke dalam salah satu ruangan abu-abu.     

...     

Di dalam Atomic Universe, Natasha yang memegang Pale Justice sedang bertarung di luar angkasa bersama planet elemen sebagai musuh bayangan. Buliran keringat mengalir dari dahinya, mengenai mata, dan jatuh dari pipinya.     

Begitu menebaskan pedang, celah mengerikan muncul pada planet.     

Natasha tak teriak untuk menyalurkan amarahnya setiap kali menyerang. Alih-alih, semua perasaan, tekad, dan kekuatannya melebur ke dalam serangannya.     

Kau bertanya apakah aku akan goyah?     

Kau bertanya apakah aku akan menyerah?     

Kau bertanya apakah aku akan putus asa?     

Pedangku akan memberikan jawaban untukmu!     

...     

"Kalau Shield of Truth milikmu sudah mencapai level God's Guard, seranganku sebelumnya pasti sia-sia, tapi sayangnya kau bukan Mecantron. Sekarang, apa kau sudah benar-benar paham dengan kelemahan dan betapa tidak bergunanya dirimu?" ejek monster tersebut.     

Lucien jatuh di atas lantai. di depannya adalah lubang di mana Sard mati beberapa saat lalu. Dia nyaris merosot dan jatuh ke dasarnya.     

Lingkaran sihir di sekitar menguarkan cahaya dingin dan mengalir seperti sebelumnya, seolah tak pernah ada pertarungan yang terjadi di sekitar.     

"Sard mati di sini barusan. Apakah kami juga akan..." Lucien memiliki firasat buruk. langkah berat monster tampak mengingatkan mereka akan datangnya kematian.     

"Bagus kalau monsternya suka bicara dan menipu orang, atau kami pasti sudah mati setelah serangan pertama." Lucien menahan perasaan buruknya dan mencari kesempatan bertahan hidup dari aspek tersebut.     

Kalau kau ingin main, kami akan bermain bersamamu!     

Setelah berpikir keras, mata Lucien mendadak membelalak. Di dasar lubang, di mana Sard mati, kepala boneka muncul di satu titik.     

"Sebelumnya tak ada di sana..."     

Kematian Sard...     

Sobekan kertas dan bagian boneka yang mereka dapatkan dengan mudah...     

Buku catatan Maskelyne yang tak dihancurkan...     

Pertemuan secara kebetulan dengan Mountain Paradise...     

Catatan eksperimen di lab...     

Setelah melihat kepala boneka, semua pertanyaan Lucien mengalir keluar dan saling terhubung. Sebuah petir menyambar kepalanya dan menyinari segalanya.     

Seraya tertawa, monster tersebut berjalan menghampiri Lucien dan Rhine. "Mau apa sekarang? Kau sudah menyerah untuk melawan? Sekarang sudah putus asa?"     

Lucien berdiri. Seolah tak berhadapan dengan demigod, melainkan berhadapan dengan anjing, dia membersihkan dasi kupu-kupu serta setelannya sambil tersenyum. "Kenapa aku harus melawan?"     

Rhine menatapnya penasaran. Monster di sana juga berhenti dan mendengus. "Di mana semangat bertarung dan tekadmu barusan?     

Sambil menekan dadanya dengan tangan kanan, Lucien membungkuk.     

"Terkadang, musuh yang kami pikirkan ternyata adalah kawan terbaik."     

"Terima kasih telah menyimpan catatan eksperimen, catatan sihir, dan bagian bonekanya."     

Tawa monster itu berhenti.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.