Singgasana Magis Arcana

Bahkan Kelinci akan Menggigit Jika Dipojokkan



Bahkan Kelinci akan Menggigit Jika Dipojokkan

0Tengah malam, hawa di pemakaman umum baru cukup dingin. Suara runtuh yang keras itu dibawa angin dan sudah didengar oleh pengubur dari kejauhan. Dia segera ke sana.     

Kemudian teriakan si pengubur membangunkan Oliver, yang kini merasa pusing karena dilempar ke tanah.     

"Dasar bodoh! Lihat apa yang kaulakukan! Kalau kau tak menutup lubang ini sampai besok pagi, aku akan memasukkanmu ke sana! Sialan!"     

Kalimatnya kotor, dan fakta Oliver masih kebingungan membuatnya semakin marah. Dia meludah pada Oliver dan berjalan kembali ke gubuk.     

Ludah pengubur mengenai tengah dahi Oliver, lalu dia mulai muntah hebat. Dia muntah-muntah sampai perutnya kosong, kemudian cairan empedu pahit pun keluar.     

Bukan karena ludah, tapi juga karena dia menyadari dirinya penuh dengan cairan orang mati yang lengket dan juga daging busuk. Tangan kirinya masih menggenggam satu set isi perut busuk, lalu di tangan kanannya ada tulang paha yang tebal.     

Pemandangan itu lebih buruk daripada mimpi buruk yang pernah dia alami. Menjijikkan sekali!     

Oliver buru-buru melemparkan isi perut dan tulang jauh-jauh, lalu menahan napas. Dia merasa bau menjijikkannya bisa membunuhnya kapan saja.     

Kali ini, beberapa cahaya biru berkedip dan melesat cepat, menarik perhatiannya.     

Mata Oliver tajam. Mengikuti arahnya, dia kaget karena melihat tulang paha itu sudah retak, sementara cahaya biru bersinar di sana.     

Dia bergerak menuju tulang dengan hati-hati dan mengambilnya.     

Memang ada cahaya biru yang keluar dari sana!     

Oliver tak langsung memeriksanya karena dia sudah mendapat pelajaran; alih-alih, dia memanjat ke atas lubang dengan memegang beberapa mayat. Akhirnya, Oliver mengambil tongkat cahaya biru kecil di tangan, sementara tongkatnya terlihat rapuh dan transparan.     

Oliver kaget karena tak tahu apa itu.     

Lalu dia buru-buru menyembunyikan tongkatnya untuk jaga-jaga George dan yang lain melihat.     

Apapun yang ditemukan dari mayat harus diserahkan pada George, yang akan memilih dan memberikan barang berharga pada balai kota yang bertugas mengurus pemakaman serta pendeta. Sudah terjadi beberapa kali kalau George dan anak buahnya langsung mengambil penemuan Oliver ketika dia menemukan hal berharga. Bukan hanya itu, George bahkan tak membayarnya tepat waktu, melainkan memberinya makanan tidak enak dua kali sehari.     

Oliver akan mengubur tongkatnya di suatu tempat dan mengambilnya saat punya kesempatan meninggalkan tempat ini. Lalu dia akan mendapatkan uang dengan menjual tongkatnya. Kali ini, dia menyadari banyak huruf kecil yang terukir pada tongkat indah itu. Warna biru, sebiru air laut.     

Sebagai pemuda yang menyukai opera, Oliver menghabiskan banyak waktu mempelajari huruf dan belajar macam-macam budaya. Sehingga, dia langsung mengetahui huruf tersebut. Hurufnya adalah bahasa Sylvanas, salah satu dari tiga bahasa paling umum di Kekaisaran Sihir kuno!     

Material Nyonya Audrey sangat membantu Oliver memahami hurufnya. Oliver punya banyak pikiran di kepalanya. Lalu dia mengetahui cara baca yang benar dan ternyata tongkat itu adalah potongan mengenai meditasi! Pada akhirnya, pemilik bahkan menulis di mana dia mengubur hartanya pada tongkat tersebut!     

Tanah, api, angin, air … Apakah ini metode meditasi penyihir? Oliver sudah mendengar banyak cerita dari bard dan beberapa opera, dan semuanya mengenai bagaimana penyihir jahat melakukan hal buruk pada bangsawan dan orang biasa. Tapi pada akhirnya, mereka dikalahkan oleh pendeta dan bangsawan bersama. Dia bisa menebak tongkatnya berasal dari mana. Dia yakin itu milik penyihir yang menulis sebelum dia mati. Mungkin penyihir tersebut berharap tongkatnya bisa ditinggalkan untuk seseorang, tapi dia tak pernah datang…     

Oliver adalah orang romantis, sehingga dia secara alami mendambakan hidup misterius penyihir yang selalu dikejar Gereja. Sebagai umat taat, hati nuraninya mencekiknya beberapa kali karena hal ini, jadi dia tak pernah melakukan hal buruk atau menjadi penyihir.     

Namun apa yang dia alami di Rentato membuat keyakinannya tak terlalu kokoh.     

Kenapa tuhannya tak pernah menolongnya ketika dia menderita begini? Kenapa pendeta membiarkan George dan anak buahnya melakukan apapun yang mereka inginkan dan bahkan melindungi mereka? Kenapa para pendeta, bangsawan, dan orang kaya bisa menikmati peti dan makam mewah, sementara orang miskin, tak peduli setaat apa dia, hanya bisa dilempar ke lubang seperti ini?     

Apakah tuhan menyebut ini sebagai keadilan?     

Kalau begitu, dia harus menyelamatkan dirinya sendiri menggunakan metode penyihir dulu.     

Tak akan ada yang tahu. Di masa depan, dia akan jadi kaya, dan dia masih jadi umat taat yang sama.     

Perasaan dan pikiran itu menjadi konflik di dalam benak Oliver. Akhirnya, dia tetap memutuskan mengubur tongkat itu dulu dan menyimpannya demi masa depan. Biar bagaimanapun, setelah menjadi penyihir, dia mungkin akan menghabiskan seluruh hidupnya dalam ketakutan dan bersembunyi. Dia tak ingin melakukannya.     

Oliver mengubur tongkat itu di sebelah batu nisan dan meninggalkan tanda rahasia untuk dirinya sendiri. Kemudian dia melompat kembali ke lubang karena harus menutupnya. Kalau tidak, George dan anak buahnya pasti menghajarnya lagi.     

Oliver tahu dia tak akan tidur malam ini.     

Kali ini, seseorang menendang punggungnya dan memukulnya hingga tersungkur. Oliver kesakitan di sekujur tubuhnya, apalagi di punggung.     

"Dasar malas! Kau tak melakukan apapun! Kau mau mati?!"     

Orang itu adalah Goldson, pengubur lain. Dia mulai menghajar Oliver sekuat tenaga.     

Oliver tak bisa melakukan apapun selain menutup kepalanya dengan tangan. Seperti udang, dia meringkuk untuk melindungi bagian tubuhnya yang paling rentan terhadap pukulan dan tendangan yang terus terjadi.     

Setelah beberapa saat, Goldson mulai merasa agak lelah. "Bangun dan selesaikan pekerjaanmu! Kalau tidak, aku akan melemparmu ke dalam lubang!"     

Sebelum Oliver membalas, Goldson sudah berbalik dan berjalan kembali ke gubuk. Dia tak tahu bagaimana Oliver menatap sebuah batu nisan dengan tanda spesial di belakangnya. Ada darah di mata Oliver.     

Oliver tahu dia akan mati cepat atau lambat jika tak melakukan apapun. Tapi jika dia akan mati, mereka harus mati bersamanya!     

Dia memanjat naik perlahan dan berjalan menuju makam. Setelah menggali tongkat yang dia kubur, dia bersembunyi di lubang dan membacanya dengan hati-hati. Setelah mengingat hurufnya, dia menyembunyikan tongkatnya di depan dada.     

Lalu dia memanjat naik dan mengambil sekop besi yang ditinggalkan Goldson.     

Dia memasukkan tanah ke lubang untuk menutupnya, sementara pekerjaannya hanya berlangsung setengah jam. Oliver pun berjalan ke gubuk dengan wajah yang sedikit merona dan sekop di tangan. Gerakannya sunyi karena dia tak ingin membangunkan Goldson.     

Setelah masuk ke gubuk, Oliver mendengar Goldson bertanya setengah sadar, "Sudah selesai?"     

Terlalu cepat.     

"Sekopnya tumpul. Aku mau ambil yang baru," kata Oliver yang terdengar seperti seorang pengecut.     

"Pemalas sialan," umpat Goldson. "Tajamkan semua sekopnya setelah selesai."     

Sekop besinya diberikan oleh balai kota. Mereka tak bisa membeli besi.     

"Oke," balas Oliver.     

Kali ini, Oliver sudah menghampiri Goldson dan berdiri di belakangnya. Sinar bulan perak menembus jendela dan menyelimutinya dengan cahaya perak. Di bawah bulan, bayangan Oliver di dinding seberang terlihat mengangkat sekop tinggi-tinggi.     

Lalu sekopnya dibanting keras.     

"Ahh!!"     

Teriakan pilu Goldson hanya berlangsung selama satu detik dan dipotong oleh napas terakhirnya. Dia tak pernah menyangka kalau pemuda pengecut tak berguna dari keluarga kaya yang hanya tahu cara membuat gadis senang akan berani membunuhnya!     

Goldson hanya berbaring. Dia tak pernah bersikap waspada pada pengecut itu!     

Rasa takut membeku di wajah Goldson, sementara matanya terbuka lebar tanpa fokus.     

Darah menetes ke lantai dari sekop Oliver. Dia pun meludah di kepala Goldson.     

"Kau hebat, eh? Kau punya sesuatu? Katamu kau mau menguburku, huh? Sini! Sini, tunjukkan padaku!" Oliver berteriak pada mayat itu.     

Setelah beberapa menit, dia perlahan menenangkan diri. Begitu mengambil puluhan fell dari saku Goldson, Oliver memakai pakaian Goldson.     

Lalu Oliver berjalan keluar dari gubuk. Sekop masih ada di tangannya, sementara tangan kirinya menggenggam tongkat pendek di balik pakaiannya. Dalam diam, dia berjalan menuju kegelapan.     

Angin mulai berembus, malam pun semakin gelap. Kini hanya ada mayat di pemakaman umum baru.     

…     

Shirley buru-buru kembali ke desa. Sebelum dia sempat berjalan menuju rumah Vicente, dia dihentikan oleh wanita lokal.     

"Nona Shirley, jangan pergi. Vicente, Vicente adalah penyihir!" kata wanita itu ketakutan. "Untungnya kalian berdua belum menikah!"     

Kepala Shirley mendengung seperti habis disambar petir. Dia menarik lengan wanita itu dan bertanya, "Vicente … Bagaimana mungkin?!"     

Apa penjaga malam sudah datang?     

"Nona Shirley, kau tak tahu betapa mengerikannya itu! Mereka menemukan banyak mayat di ruang bawah tanahnya! Dia adalah penyihir! Pendeta menemukannya…" Wanita itu menjelaskannya pada Shirley, tapi Shirley merasa dia bisa pingsan kapan saja.     

"Lalu di mana Vicente? Apa mereka menangkapnya?" Shirley berusaha kerasa menenangkan diri.     

Wanita itu terlihat sangat khawatir. "Tidak. Mereka bilang dia pergi ke rawa pagi-pagi sekali!"     

Dia yakin Vicente pergi ke rawa untuk mencari tanaman herbal spesial karena apa yang terjadi semalam. Dia beruntung!     

Shirley berterima kasih pada wanita tersebut dan buru-buru kembali ke manor. Dia berharap bisa menemukan Vicente di rawa dan menyuruhnya bersembunyi beberapa saat sampai ayahnya menyelesaikan masalah ini. Dia bukan penyihir, jadi dia hanya perlu membuang buku sihirnya. Tapi Shirley tahu kalau sebagai wanita bangsawan, tak mungkin dia bisa pergi ke rawa dan menemukan Vicente di sana. Dia pasti tersesat.     

Sehingga, dia akan mengirim pelayan ke sana sebelum pelayannya tahu pendeta sedang mengejar Vicente. Dia akan memberitahu pelayan kalau Vicente adalah target balas dendam beberapa bangsawan.     

Begitu dia berjalan ke kebun di manor keluarganya, sebuah sosok melompat keluar.     

"Shirley, kau suka bunga? Aku menemukannya di rawa!" Vicente terlihat bersemangat, menunggu pujian Shirley. Di tangannya ada banyak bunga merah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.