Singgasana Magis Arcana

Tamu Tak Diundang (Cerita Sampingan: Berdirinya Kongres)



Tamu Tak Diundang (Cerita Sampingan: Berdirinya Kongres)

0"Tuan." Petani yang sibuk bekerja di lahan menyapa penguasa mereka dengan hormat dan patuh. Kebanyakan dari mereka tak terlalu melihat wajah sang earl, tapi mereka tahu kalau satu-satunya orang yang bisa dikelilingi oleh banyak kesatria, yang bisa menunggangi kuda Dragon Scale yang megah, dan yang bisa memakai pakaian bagus dengan kalung di bagian belakang kepala dan menutup telinga, adalah Lord Earl yang terhormat. Apalagi, orang-orang di depannya juga memberi hormat.     

Dengan kuda Dragon Scale di antara kaki dan cambuk di tangan, Earl Paphos tak mendengar sapaan para petani. Itu adalah hak istimewa dari bangsawan manapun dan tak perlu merasa kaget.     

Setelah dia meninggalkan manor dan tiba di jalan besar, Earl Paphos melecut kudanya keras agar berlari lebih kencang, melewati wagon dan pejalan kaki di sepanjang perjalanannya.     

Earl Paphos selalu benci para bangsawan yang naik kereta kuda. Para bangsawan yang sudah dinobatkan sebagai kesatria setelah membunuh penyihir dan penganut ajaran sesat lain harusnya tak boleh membuang harga diri dan insting kekesatriannya. Kesombongan juga dosa!     

Keluarga Paphos adalah salah satu dari keluarga kesatria pertama yang melawan Kekaisaran Sihir bersama Gereja dan raja. Gelar earl didapatkan dengan kekuatan setiap generasi dan pencapaian besar yang mereka raih. Earl Paphos sendiri di antara mereka. Dia sudah menjadi kesatria cahaya sebelum umur 40 tahun, memenangkan nama julukan Dragon of Protection. Tangannya ternoda darah penyihir jahat dan penganut ajaran sesat lain.     

Puluhan kuda Dragon Scale berderap cepat sepanjang jalan menuju kota. Para pengawal kita membersihkan jalan saat melihat lambang keluarga Paphos di kejauhan, tak berani menghentikan atau memeriksa mereka sama sekali.     

Hoooooooooo!     

Earl Paphos menarik tali kekangnya, dan naga Dragon Scale berdiri seperti manusia dan meringkik seperti naga.     

Kesatria yang mengikutinya juga melakukan hal yang sama. Semua kuda berhenti bersamaan.     

"Selamat malam, Tuan." Di pintu masuk villa, dua bangsawan sudah berdiri di sana.     

Mereka memakai dua lapis kemeja di dalam, yang semua kancingnya terbuat dari permata. Di luar, mereka memakai mantel berkerah tinggi yang dihias dengan banyak aksesoris.     

Earl Paphos turun dari kuda dan mengangguk. "Terima kasih sudah repot-repot."     

Mereka adalah dua baron di lahan ini. Hari ini, mereka membantu Paphos untuk memanggil para bangsawan yang akrab dengannya untuk melakukan rapat rahasia.     

"Sebuah kehormatan bagi kami." Kedua baron itu menjawab hormat dan mengajaknya ke dalam villa.     

Earl Paphos tak tersenyum atau mengatakan hal lain, tapi dia cukup puas dengan sikap kedua baron tersebut, membuatnya merasakan hormat dan kekuatan bangsawan senior.     

Beberapa meja panjang diletakkan di aula, sementara steak, ayam bakar, dan sejenisnya ada di atas mereka. Banyak bangsawan sudah berkumpul dalam kelompok kecil bersama gelas anggur.     

"Selamat malam, Tuan." Semua bangsawan menyapa Earl Paphos secepat mungkin.     

Earl Paphos mengangkat tangan kanannya dan melambaikannya. "Selamat malam, semuanya."     

Dia menikmati acara seperti ini. Kekuatan selalu jadi hal paling mengagumkan disaat-saat seperti ini.     

Setelah menyerahkan lecut kudanya pada kesatria yang datang bersamanya, Earl Paphos siap membuka rapat, ketika pengawal di gerbang membawa masuk seorang pendeta yang memakai mantel putih suci.     

"Earl yang terhormat, uskup mengundang Anda ke gereja." Pendeta muda tersebut sangat sopan, tapi kulit wajahnya menegang tanpa ada sedikit pun senyum, memberikan kesan arogan. Namun tak satu pun dari para bangsawan menganggapnya tidak sopan. Dia adalah gembala Tuhan. Meski mereka tak senang dengan sikapnya, mereka tak boleh menunjukkannya. Atau penjaga malam di Inkuisisi akan datang kemari.     

"Apa ada hal mendesak?" tanya Earl Paphos pelan.     

Pendeta itu melihat ke langit-langit. "Saya tidak tahu. Anda akan tahu setelah datang ke gereja."     

Earl Paphos diam-diam marah oleh sikap orang itu. Apakah para pendeta di Gereja sekarang tak punya sopan santun?     

Namun dia berhasil mengendalikan perasaannya dan menjawab tanpa ekspresi, "Baiklah."     

"Oh ya, Earl, sudah lewat jam enam malam. Tak ada yang diperbolehkan menunggang kuda selain kesatria yang sedang berpatroli," tambah pendeta tersebut dengan nada sengit.     

Earl Paphos mengepalkan tinjunya, merasa kemarahan naik ke kepalanya. Sebagai seorang earl dan penguasa kota, dia bahkan tak punya hak menunggangi kuda?     

Setelah menyampaikan informasi, pendeta itu membuat salib di dadanya. "Saya harap Anda akan datang ke gereja secepat mungkin. Hanya kebenaran yang abadi!"     

"Hanya kebenaran yang abadi…" Earl Paphos menggambar salib, matanya gelap. Dia memutuskan untuk menahan diri. Apa lagi yang bisa dia lakukan? Melawan Gereja? Bagaimana mungkin dia melawan satu demigod, 15 kardinal agung legendaris, dan kesatria suci, serta seraph yang bisa datang kapanpun? Itu adalah kelompok pasukan yang lebih mengerikan daripada riga Kekaisaran Sihir di masa lalu!     

Apalagi, seiring sisa kekuatan di Kekaisaran Sihir perlahan dibersihkan, Gereja tak terlalu bergantung pada bangsawan, kemudian sikap mereka semakin buruk.     

Kereta kuda perlahan tiba di gereja kota. Langitnya gelap dan berawan, menandakan badai yang akan datang.     

Blaar!     

Guntur bergemuruh, lalu kilat perak menerangi langit. Earl Paphos melihat ke langit, turun dari kereta kuda, dan masuk ke gereja.     

"Selamat malam, Yang Mulia. Mohon biarkan saya berdoa pada Tuhan dulu," kata Earl Paphos sopan. Rasa tak puas dan amarah dalam hatinya sudah hilang.     

Kota itu adalah ibukota negara. Letaknya strategis dan cukup makmur. Jadi uskup di sini adalah Field, jubah merah yang baru dipromosikan. Dia mengangguk. "Kau taat sekali."     

Setelah berdoa di depan salib, Earl Paphos tersenyum. "Kenapa Anda memanggil saya, Yang Mulia?"     

Field berkata ramah, "Menurut laporan penjaga malam, penyihir kelihatannya sedang aktif di area ini belakangan. Kuharap kau bisa lebih fokus memburu mereka."     

"Sudah kewajibanku," balas Earl Paphos, menunggu uskup di sana membahas hal yang lebih penting.     

"Bagus. Pastikan kau melakukannya setelah kembali." Field tersenyum.     

"Tak ada hal lain?" seloroh Earl Paphos kaget.     

Field menaikkan alis. "Apa kita perlu membahas hal lain?"     

Amarah meledak di hati Earl Paphos. Kau menyuruhku datang hanya karena hal sepele? Kau bisa menyuruh seseorang mengantarkan pesan! Kaupikir aku siapa? Anjing Gereja yang bisa kauperintah bebas?     

"Atau mungkin kau pikir masalah ini tak cukup penting?" Senyum Field perlahan hilang.     

Earl Paphos mencoba menahan amarahnya. "Aku hanya mencoba memberikan lebih banyak kontribusi pada Tuhan. Yang Mulia, karena sudah tak ada hal lain, aku akan kembali dan menyelidiki penyihir itu segera,"     

Dia keluar dari gereja dan naik ke kereta kuda tanpa mengubah ekspresinya. Duduk seperti patung, dia tak berubah suram, sementara sisik emas tumbuh di punggung tangannya, sampai kereta kuda cukup jauh dan petir menyambar tanpa henti.     

"Sialan! Mereka tak menganggap kita para bangsawan setara dengan mereka sama sekali!" Paphos menggertakkan gigi.     

Hujan deras turun. Malam semakin gelap. Di tengah embusan angin, pohon dan dahannya bergerak kencang. Sesekali, daun dan debu masuk ke dalam kereta kuda.     

Tak, tak, tak. Tetes hujan mengenai bagian atas kereta kuda seolah sedang memainkan alat musik. Seraya melihat langit malam di luar jendela, Earl Paphos tak bisa menenangkan diri dalam waktu lama. Apakah posisi sebenarnya dari bangsawan?     

Duk, duk, duk. Tiga ketukan berirama terdengar dekat jendela. Earl Paphos sangat kaget sampai berbalik dan berteriak, "Siapa?"     

Bisa tiba tanpa suara dan tak bisa dirasakan oleh kesatria cahaya level enam, berarti orang itu sangat kuat.     

"Tamu tak diundang." Kekeh wanita pelan terdengar di luar jendela, tapi kusir dan kesatria di belakang tak merasakan apapun.     

"Siapa kau sebenarnya?" Earl Paphos menyipit. Sisik naga emas muncul di kulitnya yang terekspos udara, sementara pupilnya berubah emas dan vertikal juga.     

Suara wanita itu terkekeh lagi. "Apa kau terlalu khawatir mengundangku masuk, Tuan? Kalau aku bermaksud menyergapmu, aku tak akan memberitahumu barusan. Untuk orang ahli sepertimu dan aku, apakah halangan wagon ada artinya?"     

Wanita congkak yang senang mengejek orang lain … Earl Paphos mencapai simpulan. Setelah berpikir sesaat, dia membuka jendela dengan hati-hati.     

Sebuah bayangan merah masuk dan duduk di depan Earl Paphos.     

Penyihir tingkat senior … Earl Paphos menaikkan kewaspadaannya lagi dan siap menyerang. Tapi matanya mendadak bersinar, karena di depannya adalah gadis cantik secerah api. Tubuhnya kecil dengan mantel sihir merah darah dan wajah cantik. Pupilnya semerah darah, membuatnya terlihat sangat seksi.     

Rumor mengatakan kalau penyihir wanita senang mengubah penampilan, tapi bukankah mereka bilang kalau penyihir tingkat senior sering berubah jelek karena modifikasi garis darah dan polusi eksperimen? Pikir Earl Paphos tanpa sadar. Kenapa dia tak mengenal penyihir tingkat senior seperti itu? Apa dia berasal dari negara lain?     

"Melamun tak akan membantu memecahkan masalah apapun." Gadis cantik di depannya terlihat tak sabar. Dia berkata tanpa basa-basi, "Tuan, apa kau tak mau mengubah situasi saat ini?"     

"Situasi saat ini?" Earl Paphos mengulang dengan suara pelan, lalu mendengus. "Membahas situasi saat ini dengan penyihir yang tak ada bedanya dengan anjing liar? Nona, kita tak ada di level yang sama. Oh ya, harus kupanggil apa dirimu?"     

Gadis itu berubah serius. "Kau bisa memanggilku Storm. Sementara situasi saat ini, aku yakin bahkan anjing peliharaan pun harus khawatir dengan posisinya sekarang."     

Apakah itu sikap yang benar untuk berkomunikasi? Earl Paphos tergelitik oleh wanita yang dikirim penyihir. Dia tak terlihat mau menyerah.     

Namun wajah Paphos jadi semakin serius. Meski gadis itu tak sopan, kalimatnya jadi perhatiannya.     

"Kita tak punya banyak waktu. Villamu tak jauh dari sini. Ayo bicara tanpa basa-basi." Nona Storm tak memedulikan perubahan sikap Earl Paphos dan berkata cepat, "Signifikansi bangsawan adalah membantu Gereja melawan penyihir, elf, naga, dan buronan lain. Saat kau kehilangan nilaimu, kau tak ada bedanya dengan orang biasa, lalu Gereja akan memperlakukanmu dengan sikap yang menurut mereka pantas.      

"Jadi kau harus tahu di mana signifikansimu berada dan tak boleh kehilangannya."     

Setelahnya, alih-alih menunggu Earl Paphos menjawab, dia berubah menjadi bayangan dan menghilang dari kereta kuda. Mustahil melakukan kesepakatan hanya dalam satu kali negosiasi. Masih butuh lebih banyak komunikasi.     

Melihat gelapnya malam tempat gadis itu menghilang, Earl Paphos berpikir.     

Badai sedang terjadi di luar bersama petir yang menggelegar, sementara sekitar kini gelap seperti sedang kiamat.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.