Singgasana Magis Arcana

Cerita Sampingan: Hellen



Cerita Sampingan: Hellen

0Di menara sihir Allyn di Kota Langit….     

Berkley sudah terbiasa dengan bangunan megah ini. Tak lagi terpukau oleh penampakannya yang benar-benar berbeda dengan menara sihir lain, dia hanya merasa perlu mengapresiasinya dari hati.     

Apalagi, begitu dia melihat menara sihir, Berkley merasa tegap dan kokoh. Dia tak lagi ketakutan seperti sebelumnya, saat dia sering terbangun di tengah mimpi, takut penjaga malam akan menemukannya, menangkap, dan membakarnya.     

"Tempat ini adalah surga para penyihir…" Berkley memejamkan mata dan berkomentar. Kemudian, api seolah membara di hatinya. Akankah perempuan itu masih ada di sini hari ini?     

Dia kemudian berjalan semakin cepat dan melewati lobi menara sihir, masuk ke zona pertama di lantai pertama menara sihir tempat Perpustakaan Arcana Umum terletak.     

Banyak arcanis punya kebiasaan membaca dan mempelajari buku langsung setelah meminjamnya, demi mengetahui data yang mereka lewatkan. Sehingga, Kongres Sihir sudah mendirikan sebuah ruang baca di lahan kosong di lantai pertama, jadi para arcanis akan punya tempat yang bisa digunakan untuk membaca dengan tenang.     

Berkley mengeluarkan dua buku tebal dengan sampul hitam dari kantong sihirnya. Setelah menarik beberapa kali napas dalam, lalu pura-pura kemari sebagai peneliti tekun, dia berjalan pelan menuju ruang baca, meski dia tak memikirkan buku sama sekali.     

Begitu dia masuk ke dalam ruang baca, dia melihat tempat di sebelah jendela, berharap dia bisa melihat perempuan cantik di sana lagi.     

"Dia benar-benar ada di sini!" Berkley merasa sangat senang. Senyum cerah muncul di wajahnya tanpa bisa dikendalikan.     

Matahari menyinari ruangan lewat jendela dan menerangi gadis cantik dalam keheningan. Dia sedang konsentrasi dan acuh. Wajahnya cantik. Bibirnya biru, tapi memancarkan pesona aneh. Bersama dengan lingkaran cahaya yang disebabkan oleh cahaya matahari, dia terlihat seperti elf salju yang tak bisa dideskripsikan.     

Dia adalah perempuan paling cantik dan menarik yang pernah Berkley temui selama kabur di seluruh benua. Akhirnya, dia menghabiskan waktu di akhir pekannya di ruang baca untuk mengapresiasi perempuan cantik itu dalam diam, tak bisa menjauh darinya.     

"Tidak. Aku tak boleh seperti ini lagi…" kata Berkley pada dirinya sendiri seolah memutuskan untuk bekerja lebih keras. "Siapa tahu minggu depan dia tak akan datang kemari? Toh dia jarang kemari sebelumnya. Aku harus mengenalnya. Kesempatan ini terlalu besar untuk dilewatkan. Kalau tidak, aku akan menyesal seumur hidupku!"     

Setelah menyemangati diri dan mengumpulkan keberanian, dia akhirnya membuat keputusan setelah satu menit dan berjalan menuju gadis dengan tangan di buku, berharap bisa menggunakannya untuk topik pembicaraan.     

'Tak perlu takut! Ini hanya berteman biasa! Aku tak dilarang berteman di Kongres Sihir, 'kan?'     

'Keluarkan keberanianmu saat kau mengajak para wanita bangsawan berkencan di masa lalu! Jangan jadi pengecut!'     

Terlalu banyak pikiran muncul di kepala Berkley. Dia merasa kakinya tak stabil dan tak punya kekuatan seperti hatinya.     

Gadis itu terlalu fokus pada buku di tangannya, menghitung sesekali di atas kertas, untuk menyadari Berkley sudah menghampirinya.     

Rambutnya seolah terbuat dari es, jernih dan berkilauan di bawah sinar mentari, memantulkan pelangi samar. Berkley terkesima dan benar-benar lupa apa yang ada dalam benaknya.     

"Nona, boleh aku duduk di sini?" tanya Berkley, bibirnya kering. Dia merasa suaranya bergetar tanpa bisa dikendalikan.     

Suara pena bulu menggesek kertas tak pernah berhenti. Gadis dengan wajah cantik tiada tanding itu bahkan tak mau susah-susah mendongak. Dia tetap konsentrasi seperti sebelumnya.     

"Nona, boleh aku duduk di sini?" Berkley menahan sifat pengecutnya, yang mendesaknya untuk berbalik dan kabur, lalu bertanya lagi.     

Hualala. Halaman di buku dibalik, tapi gadis seperti elf itu terlihat mengangguk, atau setidaknya itu yang Berkley lihat.     

Apakah itu ilusi? Pikir Berkley tak percaya diri. Namun dia langsung memberitahu dirinya kalau dia harus mengabaikannya. Selama gadis itu tak menolaknya terang-terangan, berarti dia tak masalah.     

Berkley duduk di seberang sang gadis dengan hati-hati dan mencuri pandang padanya lagi, kemudian tercengang oleh wajah cantiknya lagi. Sementara itu, dia menyadari gadis tersebut memiliki dua lencana di mantel sihirnya. Salah satunya adalah lencana arcanis bintang empat, sementara satunya adalah lencana penyihir dengan dua lingkaran hitam.     

Dia sudah menjadi arcanis tingkat menengah di umur semuda ini? Berkley terkejut karena dia jarang melihat gadis manapun dengan pencapaian sehebat ini. Kemudian, dia berpikir keras cara mengenalnya.     

"Nona, aku sudah ada di Kongres selama bertahun-tahun, tapi aku tak pernah bertemu orang yang level arcananya lebih tinggi daripada level sihirnya. Kau benar-benar jenius dalam arcana." Berkley mencoba membuat senyumnya terlihat elegan dan tampan.     

Gadis itu terus menulis dengan penanya, tak mau mengangguk atau membalas yang menandakan mendengar sapaan Berkley.     

Wajah Berkley kaku. Apa dia tak suka dengan topik ini?     

Jadi Berkley melanjutkan, "Nona, apa kau punya darah elf salju? Itu garis keturunan yang sangat langka. Seingatku, hanya ada di pulau utara."     

Tepat saat Berkley selesai bicara, gadis itu mendadak mengangkat tangan kirinya. Berkley merasa sangat senang. Akhirnya ada reaksi!     

Alis tipis gadis tersebut mengernyit. Dia memegang pipinya dengan tangan kiri, lalu jari telunjuknya terjulur hingga ke bibir dan menyentuhnya tanpa sadar. Namun dia tetap tak melihat pada Berkley atau mengatakan sesuatu padanya.     

Berkley tertarik dengan lukisan paling indah itu awalnya. Kemudian, rasa frustrasi yang memuncak muncul dan menggigit hatinya dalam-dalam.     

Tidak … Aku tak boleh menyerah begitu saja!     

Kalau aku melewatkan kesempatan ini, tak akan ada kesempatan lain di masa depan. Siapa tahu kalau dia memang dari kepulauan utara? Siapa tahu kalau dia akan kembali tak lama lagi?     

Setelah beberapa menit, Berkley mengumpulkan keberaniannya lagi. Mencoba melembutkan senyum yang sudah kaku, dia berkata, "Nona, aku terkesan oleh konsentrasimu. Aku jadi penasaran apa yang kaukerjakan."     

Saat mengatakannya, Berkley nyaris menampar dirinya keras, karena dia sudah melihat simbol matematika di seluruh buku di depan gadis itu. Tak sulit untuknya menebak kategori bukunya.     

Jari telunjuk kiri sang gadis seolah sudah terjulur ke bibir Berkley. Matanya fokus pada kertas, sementara pena bulu di tangannya terus bergerak, seolah seluruh dunia hanya berisi dirinya dan buku, naskah, serta tinta, sementara orang lain tak ada di dunia ini. Siapapun yang duduk di depannya akan diperlakukan seperti udara.     

Berkley terdiam selama beberapa menit. Semangat di hatinya tak bisa dihentikan. Makanya, dia menarik diri dan berkata lagi, "Nona, berdasarkan penglihatan sekilasku, kau sedang mempelajari pengetahuan mengenai kalkulus. Aku tak tahu masalah apa yang kautemui, tapi kalau kau tak keberatan, kau bisa mengatakannya supaya kita bisa membahasnya bersama. Meski aku baru datang ke Kongres beberapa tahun lalu, aku cukup paham mengenai kalkulus. Biar bagaimanapun, solusi terhadap banyak model sihir tak bisa dicapai tanpa kalkulus…"     

Dia mencoba mulai dengan bagian yang sangat diminati sang gadis.     

Sebelum Berkley menyelesaikan kalimat, gadis di depannya mendadak mendongak. Dia menatapnya hati-hati dengan mata transparan seperti es. Berkley merasa benaknya berguncang hebat sampai nyaris tak bisa mengendalikan diri.     

"Bagaimana harusnya batasan ditentukan untuk menghindari masalah sebelumnya? Bagaimana dengan kontinuitas, derivasi, dan angka yang kecil sekali? Bagaimana mereka bisa ditentukan secara konsisten dalam matematika?" Suara gadis itu dingin dan menyegarkan, seperti bulir salju yang melayang di musim dingin. Hanya ada nada serius dalam suaranya.     

Berkley tercengang, dia membuka mulut dan nyaris tak bisa menutupnya. Apa … Pertanyaan apa itu? Apa sebenarnya yang dia kerjakan? Soalnya … Soalnya terlalu mengerikan!     

Otaknya seolah baru saja dirusak oleh Mental Storm, sebuah mantra legendaris, dan tak ada yang tersisa di sana. Namun, gadis itu masih menatapnya dengan saksama. Tanpa sadar, Berkley membalas, "Aku .. Aku belum pernah memikirkan sungguh-sungguh soal pertanyaan itu sebelumnya…"     

Gadis itu mengangguk. Tak merasa kesal, meski agak kecewa, dia menunduk lagi dan kembali menulis.     

Serata menatap gadis dingin yang bermandikan sinar mentari, Berkley merasa hatinya hancur sampai tak bisa melawan lagi. Dia adalah dewi dalam arcana yang hanya bisa diapresiasi orang lain dari jauh tanpa bisa didekati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.