Dunia Penyihir

Permulaan (Bagian 3)



Permulaan (Bagian 3)

0Angele beristirahat sejenak di kamarnya dan mulai bermeditasi.     

Ada banyak cara bermeditasi yang bisa digunakan seorang calon penyihir, dan metode yang diajarkan setiap organisasi berbeda-beda, namun semuanya memiliki efek yang nyaris sama.     

Selain tingkat kekuatan dan tingkat potensi sihir, seorang calon penyihir membutuhkan pengetahuan dan sumber daya untuk melampaui batas kekuatan mereka dan akhirnya menjadi Penyihir sejati. Saat ini, Angele masih membutuhkan Air Asu dan pola mantra pertahanan yang cocok untuknya. Angele menggunakan metode meditasi khas Perguruan Ramsoda, dan hasilnya sangat mirip dengan hasil metode meditasi yang diajarkan di buku pemberian Master Adolf.     

Tidak ada yang terjadi selama Angele menginap di hotel itu.     

Ia tidak berbincang-bincang dengan tamu hotel lainnya, dan ia bahkan tidak tahu nama mereka masing-masing. Semua tamu di hotel ini memiliki tujuan yang sama, sehingga mereka menghabiskan waktu untuk memeriksa keadaan di sekitar Moon Gin Manor. Mereka tidak berminat untuk berteman dengan tamu lain di sana, sehingga tidak ada yang mengajak Angele berbincang-bincang. Angele menghabiskan waktunya untuk memeriksa keadaan di sekitar Moon Gin Manor pula. Ia memastikan bahwa dirinya sudah benar-benar siap untuk masuk ke manor itu.     

Satu hal yang aneh pada manor itu adalah tidak ada hewan-hewan yang berani mendekat, bahkan tidak ada satu pun serangga yang merayap di dekat sana. Tidak ada pohon ataupun rumput yang tumbuh di sana. Hanya ada dinding manor yang retak-retak ditemani bebatuan hitam, sehingga seluruh tempat itu terlihat seperti 'mati'.     

Ia mencoba mengitari dinding dan memeriksa tempat itu, namun ia memutuskan untuk tidak berjalan lebih jauh setelah merasakan keberadaan aura yang aneh. Ia meminta Zero untuk memeriksa tempat itu dan mencari hal-hal aneh di sana, tapi hasilnya nihil.     

Chip-nya hanyalah sekedar alat bantu, bukan robot yang bisa melakukan segalanya. Walaupun chip itu meningkatkan kekuatan kelima inderanya, ia masih tidak dapat menemukan informasi apapun tentang manor itu, sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan misterius itu masih di luar nalarnya. Setelah memeriksanya selama beberapa kali, Angele memutuskan untuk tinggal saja di hotel dan menunggu hari di mana ia dapat memasuki manor itu.     

Waktu berjalan, dan akhirnya pintu manor itu terbuka sesuai perkataan si tupai.     

Awan kelabu menyelimuti langit, sehingga menghalangi sinar matahari untuk bertemu dengan tanah.     

Angele melompat keluar dari tempat tidurnya dan melihat ke arah jendela. Tidak ada yang terlihat selain awan gelap dan tebal yang menyelimuti segalanya. Selain itu, tidak ada suara yang terdengar. Bahkan, burung-burung pun tidak berkicau seperti biasanya.     

"Akhirnya."     

Ia menarik nafas dalam-dalam dan mengenakan pakaian berburunya. Kemudian, ia cepat-cepat mengambil busur dan pisaunya.     

Tanpa suara, Angele membuka pintu dan melihat seorang pria berjubah hitam sedang berdiri di lorong. Pria itu masih mengenakan jubah yang sama dengan yang ia kenakan beberapa waktu lalu. Ia sibuk mengibaskan debu dari jubahnya. Sepertinya, ia juga baru bangun.     

Setelah melihat Angele, pria itu mengangguk. Hingga sekarang, Angele masih tidak tahu wajah asli pria itu, karena ia tidak pernah meninggalkan ruangan tanpa topeng dan jubah longgarnya itu.     

Lorong itu masih gelap. Angele mengernyitkan alisnya, namun ia mengangguk sebagai jawaban. Kemudian, ia mengunci kamarnya dan berjalan menuruni tangga.     

Pria berjubah merah dan pria tua yang tinggal bersama seorang gadis kecil sudah duduk di ruang tunggu, sembari meminum susu panas yang disuguhkan oleh para pelayan.     

Angele duduk di salah satu meja kosong, mengambil beberapa keping biskuit, dan meminum sedikit susu.     

"Karena semua sudah tiba di sini, akan kumulai saja pertemuan ini." Pria itu berdiri dan berkata dengan suara berat.     

Ia melihat sekeliling, memastikan perhatian semua orang di sana tertuju padanya, dan berdeham. "Aku tidak peduli bagaimana kalian bisa menemukan tempat ini, tetapi kalau kita mau keluar hidup-hidup dari taman itu dengan membawa harta yang tersembunyi di sana, kita harus bekerja sama. Kita hanya berlima, jadi perjalanan ini akan sulit."     

"Betul. Sepertinya semua orang di sini sudah tahu resikonya dan telah bersiap-siap." kata pria berjubah merah. "Messi, apa kau yakin akan membawa cucumu masuk?" tanyanya sembari menatap gadis berbalut pakaian berburu berwarna cokelat itu.     

"Ini akan menjadi percobaan terakhirku, dan situasiku sudah sangat buruk." Messi mengedikkan bahunya. "Moon Gin Garden adalah tempat tertua untuk mencari bahan sihir, dan tempat itu penuh jebakan. Aku tidak mau mengajak cucuku jika situasinya lebih baik, namun jika aku mati, akan lebih baik jika kita berdua mati bersama di sana."     

Messi menatap cucunya dengan mata yang penuh kesedihan.     

"Terserah kau saja, pak tua. Aku tidak peduli situasimu. Kita tahu bahwa tempat itu sangat berbahaya. Katakan saja apa rencananya!" Pria berjubah hitam itu memotong pembicaraan.     

"Rencananya mudah. Kita masuk bersama-sama melalui celah pada mantra pelindung dan memastikan bahwa tidak ada yang menginjak perangkap." kata Messi seraya berbalik dan menghadap pria berjubah hitam itu.     

"Bagus." Pria berjubah itu mengangguk. Suaranya serak, tapi Angele tidak yakin apakah orang itu adalah laki-laki atau perempuan.     

Pria berjubah merah ikut mengangguk. "Aku setuju."     

Angele mendengarkan diskusi mereka tanpa mengatakan sepatah kata pun. Sepertinya mereka sudah tidak asing dengan keadaan taman, sementara ia sendiri tidak tahu apa-apa, sehingga ia hanya mengumpulkan informasi. Ia pun setuju dengan rencana mereka.     

"Aku juga setuju," kata Angele dengan santai.     

"Baiklah, ayo kita berangkat. Kita harus masuk ke celah itu sebelum jam 10 pagi. Mari kita melalui rintangan bersama-sama dan masuk ke taman itu. Silakan mengambil apa pun yang kalian inginkan jika memang bisa." tambah Messi,     

"Setuju," tambah pria berjubah hitam     

Cucu Messi terlihat gelisah. Gadis kecil itu menggenggam tangan kakeknya, dan mereka berjalan keluar dari hotel bersama-sama.     

Angele memeriksa barang bawaannya kembali sebelum berjalan keluar mengikuti yang lain.     

Di luar, keadaan sangatlah sunyi senyap. Tidak ada satu orang pun di jalan, dan bahkan juga tidak ada serangga atau pun burung yang terlihat di sana.     

"Ada apa ini? Sepi sekali." Si jubah merah mengernyitkan alisnya.     

"Kemarin, aku menuangkan Sleep Dust ke dalam sumur utama agar tidak ada yang mengganggu kita. Mereka semua akan tidur seharian ini." jawab si jubah hitam.     

"Itu… sangat membantu." Si jubah merah menatap si jubah hitam, tapi ia tidak menyelesaikan perkataannya.     

Mereka berlima berjalan bersama-sama secara perlahan.     

Saat berjalan keluar dari hotel, Angele melihat bahwa kudanya pun tertidur. Sepertinya, si pria berjubah hitam itu telah membuat semua makhluk di kota itu tertidur tanpa kecuali. Walaupun Sleep Dust sangat efektif jika digunakan pada orang biasa, orang dengan daya tahan yang tinggi hanya akan merasa sedikit mengantuk.     

Kelimanya segera meninggalkan kota dan berjalan sampai ke persimpangan.     

Penanda persimpangan itu bergerak-gerak mengikuti terpaan angin. Suasana di sana masih sangat gelap dan berawan.     

Messi dan cucunya melihat tanda itu dan berjalan ke arah taman. Angele berjalan di posisi paling belakang. Ia melihat tanda itu, dan pandangannya tertuju pada sesuatu yang aneh di sana.     

Kata 'Moon Gin Manor' tidak lagi tertulis di tanda itu dan telah diganti menjadi 'Kematian'. Tulisan itu ditulis dengan darah segar. Tetesan-tetesan darah masih mengucur perlahan menuruni tanda itu.     

Melihat tanda itu, Angele menjadi ragu sejenak, namun ia segera mempercepat langkahnya. Mereka berjalan perlahan-lahan dan dengan hati-hati melewati rerumputan kering. Suasana di sana sangatlah hening. Tidak ada yang berani berbincang-bincang, bahkan hanya terdengar suara nafas berat dari keempat orang itu.     

Setelah beberapa saat, Angele melihat langit yang berselimut awan abu-abu itu berubah menjadi merah.     

"Bersiaplah!" tiba-tiba Messi berteriak. "Kita hampir sampai."     

Ekspresi semuanya berubah, namun masih tidak ada yang mengatakan apa pun.     

Angele mengambil busur logamnya dan perlahan-lahan menarik sebatang anak panah hitam dari tempat panahnya. Walaupun ia telah memeriksa semua rute menuju tempat itu, sekarang semuanya terlihat asing. Ia memperlambat langkahnya dan tetap waspada akan situasi saat ini.     

Waktu terus berjalan. Tidak ada yang berhenti sedetik pun. Semuanya terus berjalan maju. Tidak ada lagi rumput yang tumbuh di sekitar jalan lurus menuju taman itu.     

Langit benar-benar berwarna merah darah, sehingga semua benda di bawah langit terlihat menakutkan. Suasana pun semakin mencekam.     

Angele mengendus udara di sekitarnya. Ia mencium bau amis ikan.     

"Kita sudah sampai," kata si jubah merah.     

"Kita sudah berjalan selama sekitar 15 menit dan berhasil melewati celah. Tetaplah waspada," kata Messi.     

Pintu masuk taman muncul di depan mereka. Pintu gerbang itu setengah terbuka, dengan pagar-pagar logam berwarna hitam yang mengelilingi seluruh sisi taman. Terdapat pepohonan tinggi dan berbagai macam tanaman di balik pagar itu.     

Warna langit kembali berubah. Langit tidak lagi berwarna merah, namun kembali menjadi abu-abu saat mereka sampai di gerbang.     

Messi berdiri di depan gerbang dan menunjuk ke arah udara.     

Ting!     

Udara pun bergemuruh, dan sebuah salib berwarna merah seukuran ujung jari tiba-tiba muncul di ujung jari telunjuk Messi. Salib itu membesar di udara, hingga menjadi seukuran gerbang itu.     

Setelah mengucapkan sebuah mantra, Messi menjentikkan jarinya. Muncul sebuah api putih yang membara di telapak tangannya. Pria tua itu menunggu selama beberapa detik, lalu ia mendorong maju api itu.     

Api itu terdorong tepat ke tengah salib.     

Krak!     

Setelah api itu menyentuh salib merah, keduanya menghilang, dan gerbang kembali seperti semula.     

"Bagus, aku sudah memeriksa celahnya. Kali ini, celah itu akan terbuka selama satu setengah jam. Kita bisa masuk sekarang," gumam Messi. Wajahnya terlihat kelelahan.     

"Hah." Ejek si jubah hitam sembari berjalan masuk.     

Si jubah merah memandang Angele selama beberapa saat tanpa mengatakan apa pun, lalu akhirnya ia berjalan masuk.     

Angele mengerti bahwa ia harus tetap waspada selama berada di tempat ini, namun ekspresinya tetap datar saat ia mengikuti kedua penyihir di depannya.     

Messi dan cucunya berjalan bersama-sama di belakang Angele.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.