Dunia Penyihir

Perubahan dan Signet Darah (Bagian 1)



Perubahan dan Signet Darah (Bagian 1)

0Angele berjalan kembali ke rumahnya bersama gadis itu. Ia telah melapisi gadis itu cairan logam berwarna hitam untuk bertahan melawan makhluk-makhluk aneh di sekitar mereka.     

Beberapa hari kemudian, akhirnya mereka hampir sampai di Kota Awam Hitam.     

Angele berdiri di depan hutan gelap tepat saat matahari terbit. Ia menatap kota berdinding kuning yang berdiri di tengah tanah lapang tersebut. Kota itu sangat sepi; hanya terdengar deru angin dan desir pasir, tanpa sedikit pun suara aktivitas manusia.     

Gadis berambut pirang itu berdiri di belakang Angele sambil menatap kota di depannya.     

"Sepertinya… Aku pernah ke sini…" Tiba-tiba, gadis itu angkat bicara. "Perasaan ini, pemandangan ini… rasanya tidak asing."     

"Tidak asing?" Angele berbalik dan melihat ekspresi kebingungan bercampur sedih pada mata gadis itu. Ia memahami bahwa gadis itu teringat akan sesuatu, namun ia berusaha untuk menyembunyikannya.     

Angele memicingkan matanya. Signet berbentuk mata di dadanya bersinar merah.     

"Jika kau tidak bisa ingat, tidak apa-apa…" Angele mengangkat tangan kanannya dan mengelus kepala gadis itu. Ekspresinya yang lembut dan penyabar membuat gadis itu segera tenang.     

Angele mengusap rambut pirang gadis itu, dan cahaya merah pada dadanya langsung menghilang.     

Shing!     

Terdengar suara bergema dalam telinganya.     

Tiba-tiba, ia melihat gambar-gambar aneh, seperti adegan film.     

Gadis pirang itu memegang ujung gaunnya dan berjalan turun menuju ruangan besar yang penuh oleh tamu-tamu pesta. Senyum manis tersungging di wajahnya. Di sampingnya, berdiri seorang pria yang mengenakan jas putih. Cahaya emas yang menyinari kedua tubuh mereka menarik perhatian para tamu, ditambah dengan sikap mereka yang sopan dan elegan.     

"Angelica sayang, pesta akan dimulai sebentar lagi. Sebaiknya kita tidak membuang waktu," kata pria itu dengan lembut.     

Mereka masuk ke ruangan, berbincang-bincang dengan para bangsawan, dan berdansa.     

Tiba-tiba, langit terbelah dua, dan tanah di bawah mereka bergetar. Sekelompok makhluk-makhluk prajurit berjubah api masuk ke dalam ruangan pesta dan membunuh semua orang tanpa terkecuali.     

Gadis itu, bersama dengan pasangannya dan para pengawal, berlari kabur, namun para prajurit itu mengejar mereka dengan mudah.     

Gadis itu meminta para pengawal untuk menarik perhatian prajurit-prajurit aneh itu, sementara si pria muda akan menyerang dari belakang. Namun, pria itu menatap gadis tersebut dan berlari meninggalkannya untuk melawan monster-monster itu sendirian.     

Tiba-tiba, setelah melihat gadis itu tertinggal sendiri, gambar itu langsung menghilang.     

Semua gambar itu berlalu dengan sangat cepat. Gambar itu menghilang kurang dari sedetik.     

Angele menurunkan tangannya. "Kau mau melihat-lihat kota itu? Itu rumahmu, kan?"     

Gadis itu menatap kota tersebut. Air mata terus menetes pada dagunya.     

Dalam waktu beberapa hari saja, gadis itu telah mengenal Angele. Angele memperlakukannya seperti seorang kakak memperlakukan adik perempuannya. Ia sangatlah baik dan sopan.     

"Tidak perlu, Master. Mari kita pergi ke tempat tinggal Anda." Gadis itu menunduk dan menjawab lirih. "Ini bukan lagi rumahku. Semua temanku mati karena terbunuh…"     

Angele mengangguk. Titik-titik biru bersinar di depan matanya.     

"Jangan khawatir. Walaupun kau adalah subjek percobaan-ku, aku tidak akan melukaimu tanpa alasan. Jika kau mau bekerja sama denganku, tubuhmu akan menjadi lebih kuat setelah sembuh dari luka-luka kecil akibat eksperimen."     

"Aku siap, Master. Terima kasih tidak memakanku saat di pesta." Gadis itu mengangkat kepalanya. Walaupun ia masih menitikkan air mata, ia terlihat sedikit lebih tenang.     

"Baiklah, kalau begitu mari kita pergi. Aku ingin kau berteman dengan gadis seumuranmu di rumahku." Angele berbalik dan berjalan ke arah Sungai Ness.     

Gadis itu melihat kota kuning di depan untuk terakhir kalinya. Ia berusaha mengingat bentuk kota itu, sebelum berlari mendekati Angele, yang sudah berjalan beberapa meter di depannya.     

Perlahan-lahan, mereka menghilang masuk ke dalam pepohonan.     

**     

Sepuluh hari kemudian, di dekat Sungai Ness.     

Cahaya keemasan matahari di siang hari menerangi permukaan sungai dan dinding rumah.     

Ssk! Ssk!     

Dedaunan di atas pohon menari-nari mengikuti arah tiupan angin sepoi-sepoi.     

Dua sosok berjalan keluar dari hutan; yang satu tinggi, dan lainnya pendek. Keduanya mengenakan jubah logam hitam. Tubuh mereka tidak dilindungi kulit sedikit pun.     

"Akhirnya…" Angele, yang bertubuh tinggi, melepaskan topengnya, memperlihatkan kulitnya yang pucat.     

Ia berbalik dan melihat gadis yang berjalan di belakangnya. "Apa kau ingat namamu? Siapa namamu?"     

Gadis itu hendak menjawab, namun ia mengurungkan niatnya. "Tidak. Master, berikan aku nama baru."     

Angele mengangguk perlahan. "Baiklah, kalau begitu, mulai sekarang kau akan kupanggil Orphie. Dalam bahasa Chaos, artinya adalah 'lupa'."     

"Lupa… Orphie…" Memori menyakitkan kembali muncul dalam ingatan gadis itu, namun ia berusaha menyembunyikannya. Sepertinya, sebagian ingatannya sudah kembali.     

Angele menatap rumah di depannya. "Mari kita pergi. Sudah lama aku meninggalkan teritori-ku."     

Ia berjalan maju. Sebilah benang merah muncul dari jubahnya dan menusuk lumpur hitam di atas tanah.     

Dalam sedetik, benang merah dari rambut Angele itu kembali masuk ke dalam jubah hitamnya.     

Tidak tertarik dengan makhluk pengintai kecil yang baru saja dibunuhnya, ia kembali berjalan. Sementara itu, Orphie menjadi ketakutan melihat darah yang mengucur dari lumpur, sehingga ia berpaling and berlari mendekati Angele.     

Gadis itu tidak bisa bertahan hidup sendiri. Ia tidak punya kartu kristal dan juga ingatan, sehingga ia tidak akan bisa melakukan apa-apa saat diserang makhluk mutan yang berkeliaran di seluruh penjuru dunia ini.     

Akhirnya, mereka sampai di depan lautan sulur di depan rumah, dengan sulur di dekat tanah yang mulai menghitam. Namun, sulur-sulur itu tetap dapat berpindah untuk membiarkan mereka lewat.     

Angele berjalan perlahan, sementara gadis di belakangnya terus memeriksa keadaan sekitarnya. Ia telah melihat sisa-sisa mayat makhluk di sulur-sulur itu. Beberapa sulur basah karena darah yang berwarna-warni.     

Satu menit kemudian, akhirnya mereka tiba di depan pelindung.     

Angele mengangkat tangan kanannya dan menekan pelindung itu, sebelum menurunkan tangannya dan menarik Ophie agar mereka masuk bersama-sama.     

Blop!     

Rasanya seperti berjalan memasuki gelembung tebal dan besar.     

Akhirnya, mereka tiba di rumah.     

Angele menekan dadanya dan melepaskan bola api yang berubah menjadi burung merah bercahaya emas. Burung itu mengepakkan sayapnya dan terbang perlahan menuju pintu depan.     

"Phoenix!" Pintu depan segera terbuka. Freia melompat keluar dan memeluk burung itu.     

"Green! Akhirnya kau kembali!" Freia masih mengenakan sweater abu-abu, dipadukan dengan sepasang kaos kaki tebal dari katun. Rambut panjang hitam gadis itu tergerai di sisi kanan bahunya, sementara sisi kirinya sudah dikepang. Gadis kecil itu terlihat imut.     

"Iya, aku kembali." Angele mengangguk. "Aku membawa seorang teman. Namanya Orphie, dia adalah asisten laboratorium baruku."     

Freia menatap Orphie. Matanya berkedip penuh rasa ingin tahu. "Orphie… Kau-lah manusia pertama yang kutemui selain Green, kakakku, dan ayahku."     

"Kau sudah hidup di sini seumur hidupmu?" Orphie terdengar kaget.     

Angele melihat kedua gadis saling berkenalan. Ia berjalan pergi saat mereka mulai berbincang-bincang.     

Freia telah berlatih teknik berpedang selama bertahun-tahun, dan Angele yakin bahwa Orphie tidak akan bisa menyakiti Freia. Dalam perjalanan, ia memeriksa ingatan gadis pirang itu beberapa kali untuk memastikan bahwa Eye Devil tidak menaruh apa pun pada tubuh gadis itu.     

Angele tidak peduli dengan soul stone, peta, atau penerus para Raksasa Bermata Satu. Satu-satunya benda terpenting yang ia dapatkan adalah teknik rahasia sang pewaris.     

Setelah masuk ke ruang utama, Angele segera berjalan ke lantai dua, masuk ke ruang membaca, dan mengunci pintunya. Sebuah rune berbentuk ular hitam bersinar pada permukaan pintu.     

Tanpa membuang waktu, ia segera berjalan menuju podium berisi berbagai macam benda.     

Wush!     

Semua benda-benda itu terdorong ke samping.     

Dengan tangan kanannya, Angele menekan kedua signetnya. Kedua signet berbentuk not dan mata bersinar secara bersamaan. Cahaya merah dari tubuhnya menyinari seluruh ruangan tersebut.     

Bahkan, semua benda di ruangan menjadi terang setelah terkena sinar kedua signet.     

Setelah persiapan selesai, ia menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Setelah merasa lebih baik, ia melepaskan topengnya dan meletakkannya di tepi meja.     

Perlahan-lahan, ia mengambil lidi seperti seruling.     

Lidi itu berwarna kuning, dengan permukaan yang penuh ukiran sulur-sulur dan bunga, serta ukiran berbentuk seekor duyung pada bagian tengahnya. Benda itu adalah tempat teknik rahasia pemberian Eye Devil.     

Angele memegang lidi itu dan menatapnya dengan hati-hati.     

"Ini adalah alat musik yang mirip seruling…" gumamnya setelah melihat lubang-lubang kecil pada lidi tersebut. "Aku bisa mendeteksi ada partikel energi api, tapi duyung kan simbol air… aneh."     

Angele memainkan seruling itu, namun ia tidak tahu cara mengaktifkannya.     

'Buat misi. Analisa benda di tanganku ini,' perintahnya kepada Zero. Ia terpaksa meminta bantuan chip-nya.     

'Misi dibuat. Menganalisa…'     

Hologram berbentuk seruling itu muncul di depannya, berputar-putar dan dilewati oleh garis-garis biru.     

Setelah beberapa detik, barisan-barisan informasi muncul di bawah seruling tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.