Dunia Penyihir

Masalah (Bagian 2)



Masalah (Bagian 2)

0Keempat penyihir berjubah hijau itu mundur beberapa langkah, namun mereka masih berada dalam radius serangan ledakan.     

Ketua kelompok jubah hijau itu melemparkan sebuah gelang merah di udara.     

Gelang itu melayang tepat di atas kepala keempat penyihir itu dan memunculkan sebuah pelindung bening berwarna kehijauan.     

Kemudian, si ketua kelompok mengambil sebuah patung burung putih dan menyentuh patung itu.     

Tiba-tiba, burung itu menjadi hidup. Burung batu itu melesat cepat menuju tetesan lahar panas di depan keempat penyihir, hingga meninggalkan jejak berupa asap putih yang sangat dingin.     

Cras! Cras! Cras!     

Tetesan-tetesan lahar panas terus menyerang pelindung hijau tersebut, hingga akhirnya pelindung itu hancur berkeping-keping.     

Duar!     

Akhirnya, setelah menghancurkan pelindung hijau itu, cipratan lahar panas menyerang burung putih yang dilepaskan sang ketua. Partikel energi putih dan merah saling beradu dan meledak.     

Keempat penyihir itu terdorong mundur akibat ledakan tersebut.     

"Sialan! Hentikan mereka!" teriak si ketua seraya bersembunyi di belakang ketiga pembunuh bayaran lainnya. Dengan hati-hati, ia menarik sebuah kalung berhiaskan kristal putih dari lehernya.     

Ketiga anggota lainnya saling pandang. Sepertinya, mereka masih menyiapkan serangan selanjutnya.     

Menyadari bahwa ia tidak bisa membuang-buang waktu, ketua tersebut segera melepaskan kalungnya. Kalung itu adalah alat sihir yang selalu ia bawa, dan hanya akan digunakan saat benar-benar terdesak. Setelah melihat sihir terkuatnya, Elang Dingin, menghilang dalam hujan lahar, ia memutuskan untuk menggunakannya.     

Kalung itulah harapan terakhirnya.     

Pria itu menggenggam kalung di tangannya dan menggerakkannya beberapa kali.     

Perlahan-lahan, kalung itu menghilang.     

"Ah!" Sang ketua berteriak. Suaranya seperti hewan buas yang tercekik.     

Perlahan-lahan, leher pria itu naik dan turun – sebelum akhirnya masuk ke dalam tubuhnya dan meninggalkan sebuah lubang berdarah yang mengerikan.     

Setelah kepalanya menghilang, pria itu melepaskan jubahnya, memperlihatkan bekas luka merah di dadanya.     

Krak!     

Bekas luka merah itu berubah menjadi mulut sebesar satu meter. Mulut itu berbentuk seperti mulut manusia, namun ukurannya sangat jauh berbeda.     

Mulut itu menjulurkan lidahnya dan menjilat bibirnya.     

"Minggir!" teriak pria itu. Suaranya berat dan nyaring.     

Ketiga penyihir lainnya sangatlah kesulitan menangkis hujan lahar panas dari Lyn, hingga wajah mereka memucat, dan tubuh mereka dibanjiri keringat dingin. Mendengar perintah ketua mereka, mereka bertiga segera menepi.     

"Mulut Dunia Bawah!" Mulut pada dada ketua tersebut terbuka sangat lebar.     

Mulut itu seperti lubang hitam tak berujung yang akan menyerap semua benda di sekitarnya.     

Tetesan-tetesan lahar panas dari hujan lahar Lyn terserap masuk dan tenggelam dalam kegelapan.     

Lumpur, rumput, dan gelang pelindung yang sudah hancur bercampur dengan lahar panas dan masuk ke lubang hitam tersebut.     

Ekspresi Lyn berubah. Wanita itu menggosok salah satu cincin di tangan kirinya. Ia memiliki empat cincin, dan cincin yang ia gosok berada di jari kelingking.     

"Mari kita lihat seberapa banyak lahar panas yang bisa kau telan!" Lyn mengangkat tangan kirinya.     

Duar!     

Api memantik di atas tangannya, memunculkan sebuah ilusi bola lahar raksasa tepat di atas tangannya yang terkepal.     

Bola lahar itu memiliki diameter sekitar 3 meter, cukup besar untuk dimasuki seorang pria dewasa.     

Dalam beberapa detik, ilusi itu berubah menjadi nyata dan menyebarkan gelombang panas ke seluruh penjuru.     

Rerumputan terbakar habis, dan asap hitam gelap membumbung tinggi dari bola itu.     

Bola itu ditutupi oleh retakan-retakan kecil berisi lahar berwarna keemasan.     

"Matilah!" Lyn menunjuk kepada si ketua.     

Duar!     

Bola lahar raksasa itu melesat cepat kepada ketua para pembunuh bayaran.     

Angele berdiri di belakang Lyn sambil menatap pertarungan itu. Inilah kali pertamanya melihat pertarungan antara dua penyihir tingkat 2. Dalam hitungan detik, mereka sudah menggunakan berbagai macam sihir.     

Namun, ketua para pembunuh bayaran itu tidak bisa menang melawan Lyn. Sedari tadi, Lyn hanya melemparkan bola-bola lahar tanpa bertahan.     

Gaya bertarung wanita itu sangat agresif.     

Bola lahar raksasa yang dilemparkan Lyn membuatnya tidak bisa melihat apa-apa.     

Tanah yang mereka pijak bergetar kencang, sementara bola lahar Lyn menelan keempat musuh mereka. Cahaya keemasan menerangi seluruh tempat itu.     

Rerumputan terbakar habis, dan api yang sudah ada semakin menyebar luas. Tumpukan abu sisa rerumputan tercecer di mana-mana.     

Seketika, padang rumput itu hancur. Asap hitam membumbung tinggi dari tempat itu. Namun, kobaran api merah masih menyebar ke mana-mana.     

Angele mengangkat tangan kanannya.     

"Tangan Kel'Zula." Ia menggumamkan mantra pendek.     

Wush!     

Sebuah bola api muncul di depan Angele, mengecil, dan masuk ke dalam tangan kanannya.     

Wush! Wush! Wush!     

Semakin banyak api yang terserap ke dalam tangan kanannya. Api itu melesat cepat, seperti burung-burung yang kembali ke sarang mereka.     

Dalam sepuluh detik, semua api di tempat itu telah terserap. Akhirnya, asap hitam yang sedari tadi membumbung tinggi pun menghilang.     

Angele menurunkan tangannya dan menatap empat mayat yang tergeletak.     

"Mari kita pergi. Mereka bukanlah satu-satunya kelompok."     

"Baik, Master." Lyn menurunkan tangan kanannya. Cahaya merah dari cincinnya berangsur-angsur menghilang.     

Ekspresi Angele berubah. Ia segera menoleh ke belakang.     

'Stigma… Dia sudah menjadi penyihir tingkat 3…' Angele sedikit terkejut.     

Stigma hanya membutuhkan 10 tahun untuk naik tongkat dari penyihir tingkat 1 ke tingkat 3. Kemajuannya sangat cepat, walau dibandingkan dengan penyihir negeri tengah mana pun.     

'Henn, bagaimana menurutmu?'     

Angele menghubungi Henn melalui gelombang mental mereka.     

'Jangan tanya aku, kau kurang tekun. Yah, Arisma tidak akan menyuruh Stigma untuk menyerang sebelum kita menemukan siapa yang menyerang kita pada hari itu. Jangan khawatir,'     

'Kau hanya memberiku Topeng Sayap Hitam, namun teknik itu tidak sesuai gaya bertarungku. Dan kau bilang aku kurang tekun… Apa kau serius?' jawab Angele.     

'Aku sudah membantumu menjadi anak Vivian. Dia sudah banyak membantumu, kan?' Henn tertawa. 'Lagipula, kau pikir aku tidak tahu mengapa kau memanjangkan rambutmu?'     

'Ha?' Angele memicingkan matanya. 'Apa lagi yang kau tahu?'     

'Aku tahu segalanya.' Henn menjawab dengan dingin. 'Baiklah, jangan buang-buang waktu. Temukan Stigma dan Arisma, dan cari tahu informasi apa yang mereka miliki. Bajing*n-bajing*n itu… Aku ingin mereka mati.'     

'Yah, aku tidak mau mereka mati. Sudah kubilang, aku bukan bonekamu.'     

'Kita ada di posisi yang sama.' Henn tertawa. 'Jika mereka tahu bahwa Arisma dan aku masih hidup dalam tubuhmu, mereka akan mengejar dan membunuhmu. Kau harus menanggung beban ini juga, haha.'     

'Aku benar-benar harus mencari Kristal Seribu Bayangan secepat mungkin.' Angele mengerutkan bibirnya.     

'Aku tahu bahwa kau punya resep benda itu, namun kau harus benar-benar beruntung untuk membuatnya sendiri. Ditambah lagi, kau harus mengumpulkan benda-benda langka. Kau butuh seberapa lama untuk menyelesaikan alat sihir itu?' tanya Henn.     

'Terserah kau saja. Mari kita pergi.' Angele menghela nafas dan berjalan menuju gelombang mental kuat itu.     

Lyn mengikuti Angele. Tidak lama kemudian, mereka menghilang.     

**     

Di Tebing Neraka…     

Angin dingin bertiup dari retakan raksasa di atas tanah.     

Stigma memegang Della pada kedua tangannya. Mereka dikepung oleh dua kelompok.     

Pembunuh-pembunuh bayaran berjubah hijau itu diketuai oleh Northrend. Sementara itu, sekelompok prajurit muda berbaju zirah kulit putih berdiri di samping, dipimpin oleh seorang pria berjubah putih yang berdiri di tengah formasi.     

"Northrend, jadi dia pewaris pertama Keluarga Sherman?" tanya Stigma seraya menatap pria berjubah putih itu.     

Northrend sangatlah ketakutan. Nafasnya terengah-engah, dan tubuhnya masih gemetar. Jika Oscar tidak membantunya saat Stigma menyerang, ia pasti sudah mati.     

Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan Stigma.     

Northrend tidak tahu bagaimana Stigma menjadi sekuat itu. Oscar adalah partner-nya yang sangat kuat, namun ia berasal dari keluarga lain. Tiba-tiba, Northrend sadar bahwa jika Stigma bisa menjadi kepala keluarga yang kuat, ia tidak akan memerlukan bantuan Keluarga Sherman. Saat ini, kepala keluarganya sedang berusaha menyelamatkan seluruh keluarga dengan menyerahkan Della sebagai hadiah.     

"Jangan menakutinya, dia hanya mengikuti perintah," potong Oscar. "Della, berikan Kadal Bertubuh Separuh itu. Kau tidak punya pilihan. Situasi semakin buruk, dan aku melakukan ini demi keluargamu. Aku tidak menginginkan benda ini, tapi ada orang lain…"     

Stigma dan Della memicingkan matanya.     

Serangan Stigma telah ditangkis oleh Oscar. Oscar menggunakan pelindung yang kuat, yang diperkuat oleh para prajurit yang ia bawa. Namun, Stigma masih tidak tahu siapa dalang di balik semua ini.     

"Jujur saja, aku tidak akan menang melawanmu. Tapi, Paguyuban Penyihir akan membantuku. Aku tidak akan bertahan melawan seranganmu yang selanjutnya, tapi apa kau mau membunuhku?" Oscar menatap Stigma dan Della. "Aku adalah anggota resmi Paguyuban Penyihir, dan informasi tentang dirimu akan masuk, termasuk adikmu, keluargamu, sepupumu… Aku tahu kau tidak peduli dengan dirimu sendiri, tapi keluargamu akan terlibat dalam kejadian ini. Kau mengerti?"     

Ekspresi Stigma berubah serius, namun ia tidak menjawab.     

"Hah! Oscar, kau bilang Paguyuban Penyihir membelakangimu, ya? Kau ingat padaku?" Terdengar suara dari belakang, suara Reyline, seorang pria tampan berambut pendek berwarna pirang. Reyline berjalan mendekati mereka bersama Hikari, sementara Angele dan Lyn bergabung dalam beberapa menit.     

"Reyline… Lagi-lagi kau!" Oscar segera maju, dan pria bertubuh tinggi itu menatap Reyline penuh kebencian. "Kau ini seperti kecoa saja, tidak mati-mati. Mengapa kau terus menghalangiku, lagi dan lagi?"     

"Seharusnya aku yang bertanya pada itu pertanyaanku, Rumple. Berani-beraninya kau menyebut dirimu anggota resmi Paguyuban Penyihir?!" teriak Reyline dengan dinginnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.