Dunia Penyihir

Ketenangan Sebelum Badai (Bagian 2)



Ketenangan Sebelum Badai (Bagian 2)

0Angele pergi meninggalkan kereta sambil membawa kantong berisi kubus yang dibelinya.     

Ia telah menghabiskan banyak waktu untuk memeriksa barang dagangan di kereta tersebut. Saat ia keluar, ternyata hari sudah sore.     

Cahaya oranye dari matahari yang akan terbenam bersinar dan menerangi jalanan.     

"La~ Lalala~ Lalalala~"     

Terdengar suara nyanyian dari kereta di seberang.     

Angele pun berbalik.     

Seorang gadis kecil berdiri di samping pintu kereta. Rambut panjangnya yang berwarna hitam sangat menarik perhatian.     

Kaki gadis itu kurus dan panjang. Ia mengenakan sepatu kulit berwarna coklat, dipadukan dengan jeans biru yang ketat. Tepian celana itu sedikit robek, namun gadis itu tetap terlihat sangat cantik.     

Gadis itu sedang mencium bunga putih di tangannya.     

Matahari masih terbenam. Cahayanya menyinari kaos putih dan jaket hitamnya. Sepertinya, gadis itu bukan berasal dari tempat ini.     

Angele menatap gadis itu. Ia mengingat sosok yang tidak asing, namun ia tidak ingat siapa sosok itu.     

"Dia adalah anak keluarga yang kami temui beberapa waktu lalu, dan aku sedang mengantar mereka ke kota." Freywood melompat turun dari kereta dan menjelaskan. "Jika kau tertarik, aku bisa…"     

"Tidak, aku tidak tertarik. Hanya saja…" Angele menggeleng. "Lupakan, aku akan pergi sekarang."     

Liv ikut pergi seraya menatap Angele dengan sebal, namun ia tidak mengatakan apa-apa.     

Angele mengambil kubus yang dibelinya dan menatapnya. Sepertinya, itulah satu-satunya benda milik pedagang itu yang memiliki hubungan dengan pengetahuan tentang jiwa, sehingga ia ingin mencoba melakukan eksperimen setelah ia kembali. Dulu, ia melihat sesuatu yang mirip dengan benda itu di teritori Enam Cincin, namun harganya terlalu mahal, sehingga ia tidak jadi membelinya.     

Ada banyak penyihir yang berusaha mempelajari rahasia wujud jiwa, namun semuanya gagal, karena sebagian besar aturan sihir tidak dapat digunakan pada jiwa. Selain itu, sifat jiwa juga akan selalu berubah; sesuatu yang mereka temukan pada penelitian kemarin dapat menjadi tidak berguna pada keesokan harinya.     

Ia berjalan kembali ke rumahnya, diikuti oleh Liv.     

Melihat kedua penyihir telah kembali, dua orang pelayan segera membuka pintu.     

Saat ia masuk ke gerbang, terdengar suara seseorang memanggil kedua penyihir.     

"Tuan-tuan… Kumohon, tunggu."     

Angele berbalik. Ia melihat gadis yang tadinya bernyanyi berlari ke arah mereka, namun ia dihentikan oleh kedua pelayan itu.     

Sepasang wanita dan pria paruh baya melompat turun dari kereta tempat gadis itu berasal. Wajah mereka pucat, dan raut wajah mereka tampak sangat kelelahan. Angele melihat bahwa mereka mengenakan pakaian berkualitas tinggi.     

Sepertinya, mereka adalah keluarga bangsawan yang kehilangan teritori mereka.     

"Apa yang kau inginkan?" Angele melambaikan tangannya. Ia meminta kedua pelayan mengizinkan gadis itu masuk.     

Gadis itu berjalan mendekati kedua penyihir dan menunduk. Ia menggigit bibirnya, dan wajahnya berubah pucat.     

"Iris! Minta maaf pada kedua tuan-tuan penyihir dan kembali sekarang!" teriak pria paruh baya itu.     

"Namamu Iris?" tanya Angele.     

Gadis itu mengangguk, ia menoleh pada kedua orang tuanya, namun ia memutuskan untuk tidak beranjak.     

"Aku… Aku… Bisakah kau menjadikanku pelayan Anda, tuan-tuan? Kami sedang mencari tempat berteduh. Ibuku terlalu lemah untuk melakukan perjalanan jauh." Suaranya sangat kecil, hingga Angele nyaris tidak dapat mendengarnya.     

"Jika Anda mau memberi kita tempat berteduh, aku akan melakukan apa pun untuk Anda!" Gadis itu mendongak.     

"Buang-buang waktu saja." Liv menggeleng dan berjalan pergi. Ia menganggap bahwa gadis itu bukanlah sosok yang penting.     

Liv tahu apa rencana gadis itu. Saat Angele meninggalkan kereta, ia segera bernyanyi dan berusaha menunjukkan seakan-akan ia melakukan semua ini untuk ibunya. Gadis ini berusaha mencari simpati seorang penyihir. Ia mengira jika Angele akan tertarik dengan tubuhnya.     

Liv sudah hidup cukup lama, sehingga ia mengetahui semua trik kotor yang dilakukan manusia dalam hidupnya. Gadis-gadis yang dulunya hidup bergelimang harta seperti Iris tidak akan bisa bertahan dalam perjalanan yang sangat jauh.     

Gadis itu masih perawan, namun sepertinya Angele tidak tertarik.     

Jika ia mau seorang perawan, ia bisa membelinya di pasar budak.     

Angele menatap Liv masuk ke rumah dan tersenyum.     

Gadis bernama Iris ini mengingatkannya pada Tia, gadis pengantar makanan yang dilatihnya di Kota Lennon dulu.     

"Katakan padaku, mengapa aku harus menjadikanmu pelayan? Apa yang kau bisa lakukan untukku sebagai bayaran rumah yang akan kuberikan?" tanya Angele dengan nada menghina.     

Gadis itu menunduk. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab. Ia mengepalkan tangannya dan gemetar.     

"Iris!"     

Tiba-tiba, seorang anak lelaki berambut pendek berwarna cokelat melompat turun dari kereta dan berteriak. Senyum kecut tersungging pada wajah anak itu.     

Mendengar panggilan anak itu, Iris menggigit bibirnya.     

Angele menggeleng, berbalik, dan kembali berjalan ke rumahnya.     

"Kau cukup berani untuk mendekatiku, tapi kau tidak bisa membuktikan bahwa kau akan berguna bagiku," kata Angele dengan nada tidak peduli.     

Anak lelaki itu berlari mendekati Iris dan mencoba menarik tangannya, namun Iris tidak menerima tangan anak itu.     

Tidak seperti Tia, yang memiliki tujuan yang jelas, Iris tidak memiliki tujuan hidup.     

**     

Tiga hari kemudian…     

Hari masih pagi, matahari baru saja menampakkan sinarnya dari ufuk timur.     

Angele berdiri di ruang berlatih tanpa bergerak sama sekali.     

Shing! Shing! Shing!     

Terdengar suara seperti sesuatu sedang membelah udara.     

Benang-benang perak yang tak terhitung jumlahnya muncul dan menghilang di sekitar Angele.     

Dari jauh, terlihat seakan-akan ia hanya berdiri dan mengangkat tangan kanannya. Namun, tangan kanan dan pedangnya bergerak terlalu cepat, sehingga tidak terlihat dan berubah menjadi seperti bayangan hitam yang buram.     

Setelah beberapa menit, benang-benang itu menghilang, dan pedang crossguard di tangannya berhenti bergerak.     

Shing!     

Ia maju selangkah dan mengayunkan pedangnya lagi, hingga meninggalkan jejak pedang keperakan di udara.     

Dengan wajah tanpa ekspresi, ia kembali mengayunkan pedangnya.     

Setiap detik, chip itu melapor. 'Memodifikasi teknik berpedang… Kombinasi 88,75% selesai… Kombinasi ayunan pedang 92,11% selesai…'     

Semakin cepat ayunan pedangnya, semakin cepat pula chip-nya melapor balik.     

Dari jauh, terlihat seakan-akan ada bayangan buram yang berkelap-kelip di lapangan berlatih. Jejak yang ditinggalkan pedang itu saling menyambung dan berubah menjadi seperti benang-benang perak.     

Setelah kekuatannya meningkat, Angele memutuskan untuk memperkuat kemampuan berpedang-nya. Sekarang, teknik berpedang yang dulu dipelajarinya sudah terlalu lemah.     

Wush!     

Angin dari pedang perak itu meniup semua debu dari lantai.     

Liv duduk dan menonton di tepi lapangan berlatih seraya bersandar di dinding.     

Waktu berjalan.     

Angin dari ayunan pedang itu menjadi semakin kuat.     

Krak!     

Terdengar suara seperti batang kayu terbelah menjadi dua.     

Angele segera berhenti mengayunkan pedangnya.     

Ia menatap pedang yang patah di tangannya seraya meminta chip-nya untuk menghentikan proses kalkulasi.     

Ujung pedang yang telah retak itu tergeletak di atas lapangan berlatih.     

'Tanpa bantuan kekuatan scimitar terkutuk, kekuatanku jauh lebih lemah dibanding sebelumnya.' Angele menggeleng perlahan dan menjatuhkan pedang itu.     

"Itu adalah pedang kelima, tahu." Liv mengerutkan bibirnya.     

"Yah, senjata-senjata ini terlalu lemah." Angele menghela nafas dan mengangkat tangan kirinya. Tidak lama kemudian, seorang pelayan membawakan lap bersih dan seember air.     

"Pedang berkualitas tinggi sangat sulit dicari. Setelah perang, mintalah pedang pada Master Vivian." Liv mengangguk.     

"Akan kubuat sendiri saja nanti." Angele menggeleng. "Aku mau istirahat dulu."     

"Baiklah."     

Angele keluar dari lapangan berlatih, naik ke kamarnya di lantai dua, dan mulai bermeditasi     

Setengah jam kemudian, meditasinya telah selesai.     

'Periksa kondisi tubuhku,' perintahnya.     

'Angele Rio. Kekuatan 12,0, kecepatan 11,5, daya tahan 16,0, kekuatan mental 79,5, mana 57,2. Batas genetik telah tercapai. Keadaan: Sehat.' Zero segera melapor.     

'Setelah scimitar-ku hancur, aku kehilangan kekuatan dari pedang itu. Walaupun esensi wanita kalajengking itu cukup bagus, kekuatanku masih melemah semenjak aku kehilangan pedang itu.' Angele mengernyitkan alisnya.     

"Yah, scimitar itu bukan satu-satunya senjata terkutuk di dunia ini." Gumamnya, seraya mematikan patung kalajengking-nya dan mengambil kotak hitamnya. "Bagaimana menurutmu, Henn? Senjata terkutuk itu hebat, kan?"     

"Jangan terlalu bergantung pada senjata terkutuk. Kekuatan senjata-senjata itu cukup hebat, tapi kau akan menyesal setelah melihat betapa banyaknya ketidakmurnian yang kau dapatkan dalam kekuatan mental-mu."     

"Yah, sudah waktunya kita pergi. Liv akan sibuk belajar beberapa hari ini, ini kesempatan kita untuk pergi ke reruntuhan. Kau hanya butuh seminggu. Lingkaran sihir ilusi di kamarmu sudah selesai, kan?"     

"Iya." Ekspresi Angele berubah serius. "Setelah ini aku tidak akan melakukan apa-apa pada Vivian. Jangan menyeretku ke urusan dendam pribadimu."     

"Hah! jangan kuatir, ini terakhir. Aktifkan lingkaran sihir itu saat Vivian akan pergi meninggalkan gedung markas organisasi. Ini kesempatan kita." Henn tertawa keji.     

"Baiklah."     

Angele mengangguk perlahan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.