Dunia Penyihir

Perubahan (Bagian 1)



Perubahan (Bagian 1)

0Setelah menyerap energi kehidupan wanita kalajengking itu, scimitar-nya hancur berkeping-keping, karena tidak kuat menahan energi yang sangat banyak itu. Sekarang, ia tidak dapat meningkatkan kekuatan mentalnya dengan membunuh penyihir-penyihir dan makhluk hidup lainnya.     

Ditambah lagi, perkembangan Topeng Sayap Hitam sangatlah lambat. Jika ia mencoba meningkatkan kekuatan mentalnya hanya dengan bermeditasi, ia akan membutuhkan waktu lebih dari seratus tahun.     

Ia tidak ingin membuang waktunya hanya untuk meningkatkan kekuatan mentalnya.     

Akhirnya, ia memutuskan untuk mencari cara agar ia bisa maju lebih cepat.     

Tang!     

Angele meletakkan pisau dan garpunya di samping piring. Ia mendongak dan melihat ke arah Liv.     

"Kita sudah tinggal di manor ini selama beberapa bulan. Apa tidak ada surat dari Master Vivian?" tanya Angele.     

Di bawah cahaya redup, kedua penyihir duduk berseberangan di ruang makan.     

Liv mengenakan pakaian mandi berwarna merah, yang memperlihatkan leher dan wajahnya. Dengan hati-hati, ia memotong steak panggang di piringnya.     

Mendengar pertanyaan Angele, wanita itu terdiam sesaat.     

"Jangan khawatir, Vivian baik-baik saja. Kita hanya harus mengurus urusan kita masing-masing," jawab wanita itu dengan tenang. "Sayangnya, Vivian saat ini sedang sangat sibuk. Ia sedang melakukan tugas dari organisasi."     

"Benarkah?"     

Angele menopang dagu dengan tangan kanannya sambil menatap langit malam melalui jendela yang terbuka.     

Cahaya bulan bersinar menerangi atap gubuk kayu yang dibangunnya beberapa waktu lalu dengan cahaya keperakan.     

"Sudah lama aku tidak mengirim pesan pada teman-teman lamaku. Kau tidak akan melarangku menghubungi mereka, kan?" tanya Angele.     

"Tentu saja tidak. Jika kau mau, akan kusampaikan pesanmu menggunakan pilar pengirim pesan." Liv mengangguk perlahan. "Ah, ada satu hal lagi." Tiba-tiba, ia meletakkan garpunya dan bertepuk tangan satu kali.     

Seseorang berseragam pelayan berjalan masuk ke ruang makan.     

"Ada yang bisa kubantu?"     

"Tolong rapikan piring-piring ini." Liv menatap piring yang berserakan di meja. "Dan ambilkan surat-surat untuk Green, yang kita terima beberapa hari lalu."     

Mendengar hal itu, Angele menjadi kaget. "Beberapa hari lalu?"     

"Waktu itu, kau sedang sibuk bereksperimen. Ini bukanlah urusan penting, jadi aku tidak melaporkannya langsung padamu," jawab Liv dengan santai.     

Beberapa waktu lalu, Liv pergi ke pasar budak dan membeli manusia-manusia untuk dijadikan pekerja di manor itu. Menara pemurni dapat membantu mencegah manusia-manusia itu terkena radiasi. Ia membeli sekitar 20 gadis muda yang telah dilatih untuk melakukan berbagai pekerjaan.     

Setelah beberapa menit, pelayan itu masuk ke ruangan, dan memberikan surat itu pada Angele dengan sopan.     

Angele segera mengambil amplop tersebut dan membukanya     

Surat itu dikirim oleh orang asing bernama Dan.     

Dan adalah salah satu anggota dewan di bawah Vivian. Surat itu mengatakan bahwa ia akan meminta seseorang untuk mengirim bahan-bahan dalam waktu lima hari. Waktu dan tempat pengiriman bahan tertulis di bagian bawah surat.     

Angele meletakkan surat itu kembali ke dalam amplop-nya. "Kapan kau menerima surat ini?"     

"Kira-kira tiga hari yang lalu," jawab si pelayan.     

"Terima kasih. Kau boleh pergi." Angele menjentikkan jarinya, dan surat itu pun terbakar, hingga menyisakan abu hitam yang masuk ke dalam gelas di atas meja.     

Pelayan itu mengambil gelas Angele dan segera pergi.     

Angele pun berdiri. "Aku akan kembali ke kamarku sekarang. Dua hari lagi, akan ada kiriman. Jangan lupa mengambilnya."     

"Baiklah." Liv mengangguk.     

Angele berbalik dan berjalan keluar dari ruang makan. Sesampainya di luar, ia berjalan menaiki tangga dan kembali ke kamarnya.     

Ia berjalan ke dekat jendela dan mengambil kotak hitamnya.     

Tiba-tiba,, suara Henn terdengar.     

"Aku sudah mengatakan padamu tentang dua proyek terpenting milik Vivian untuk Tangan Elemental, kan? Lingkaran Sihir Gravitasi dan metode penyatuan darah yang pernah kuajarkan padanya bertahun-tahun lalu. Sepertinya, ia sudah benar-benar menguasai kedua teknik itu," kata Henn dengan dingin. "Kita hanya perlu mencari waktu yang tepat untuk membuat semua itu terlihat seperti kecelakaan."     

Angele menggertakkan giginya. "Apa hadiahnya? Kau tahu kan apa yang terjadi kalau dia tahu? Aku tidak bisa melawan kemarahan penyihir tingkat 4."     

"Aku tahu, tapi situasimu berbeda. Memiliki penerus adalah hal yang sangat penting bagi Vivian. Kau tidak akan pernah mengerti. Walaupun wanita itu tahu bahwa semua ini adalah perbuatanmu, ia tidak akan membunuhmu. Jangan khawatir, aku akan membantumu." Henn tertawa. "Katakan saja padanya bahwa kau membutuhkan bahan-bahan untuk berlatih penguatan. Kita harus menggunakan bahan-bahan ini dengan hati hati, jadi kita harus berkunjung ke reruntuhan sekarang."     

Henn terdiam sesaat sebelum melanjutkan. "Sebagai hadiah... jika semua berjalan sesuai rencana, kau akan kuberi salah satu benda sihir terkuatku. Benda ini tidak akan membantumu bertarung, namun benda ini bisa menambah kekuatanmu... dengan teknik spesial."     

"Yah..." Angele punya perasaan buruk tentang rencana ini.     

"Aku akan menepati janjiku, tapi kau harus melakukan ini atau kita bisa mati bersama saja. Aku tidak peduli," kata Henn dengan serius.     

"Jangan memaksaku, Henn." Angele memicingkan matanya. "Ini adalah tugas terakhir yang akan kulakukan untukmu. Jika kau berani mengancamku lagi, aku akan bunuh diri saja. Aku bukan bonekamu."     

"Ha... Jangan khawatir, percayalah padaku." Henn tertawa. "Kita adalah penyihir. Kau harus bekerja keras sebelum mendapat benda itu. Benda ini sangat spesial dan berhubungan dengan lingkaran sihir gravitasi."     

Angele menatap riak-riak air di sungai dan mulai berpikir.     

'Lingkaran sihir gravitasi…'     

Di suatu tempat di markas Tangan Elemental.     

Di dalam gua yang gelap, terdapat lima pilar batu raksasa di atas sebuah mimbar batu yang mirip seperti jari jemari tangan raksasa.     

Di atas setiap pilar, terdapat sebuah kursi batu berwarna abu-abu. Ukiran-ukiran yang berbeda terlihat jelas di belakang kursi tersebut.     

Mimbar di bawah masing-masing pilar berwarna hitam legam.     

Tak!     

Suara pintu terbuka terdengar sangat keras. Cahaya putih bersinar masuk melalui celah-celah pintu.     

Dua orang pria kekar berjalan perlahan memasuki gua. Mereka mengenakan zirah hitam dengan aksen emas di bagian tepinya.     

Mereka berjalan ke tengah mimbar dan menunggu dengan sabar.     

Shing!     

Suara-suara aneh terdengar dari puncak masing-masing pilar batu.     

Beberapa sosok muncul pada masing-masing kursi.     

Pada salah satu kursi, muncul sebuah bola api berwarna merah darah. Seketika, bola api merah itu berubah menjadi wanita cantik berjubah panjang berwarna merah.     

Rambut pirang dan jubah merahnya beterbangan saat ia berputar dan duduk di kursinya. Setelah melihat sekelilingnya, Vivian menyadari bahwa kursi pertama dan kelima masih kosong.     

"Maaf, aku terlambat," bisik Vivian.     

"Tidak apa-apa," jawab seorang pria berjubah hitam dengan suara berat. "Bagaimana keadaan anakmu, Vivian?"     

"Aku sudah melakukan investigasi, dan dia benar-benar berkata jujur. Ditambah lagi, pola jiwanya cocok dengan darahku. Aku yakin bahwa dia adalah anakku." Vivian tersenyum.     

"Kalau begitu, selamat. Kukira kau sudah tidak tertarik dengan organisasi ini, namun sekarang kau telah kembali. Aku mengerti bahwa kau ingin membantu anakmu berkembang, tapi kau tidak perlu bekerja sekeras itu." Pria berjubah itu membalas senyum Vivian.     

"Dialah satu-satunya pewarisku." Vivian mengangguk perlahan.     

Mereka berbincang-bincang selama beberapa saat, sebelum gumpalan asap putih muncul pada kursi pertama. Asap itu berubah menjadi pria tua berambut panjang berwarna putih.     

"Tetua pertama."     

Vivian dan para tetua lainnya menyapa pria tua itu.     

Pria tua itu hanya mengangguk, tanpa membalas sapaan mereka.     

"Mari kita mulai pertemuan ini. Pengirim pesan, Sora, mohon laporkan situasinya," kata pria tua itu seraya melihat salah satu pria berzirah hitam yang berdiri di atas mimbar.     

"Baik!"     

Pria bernama Sora itu berjalan maju dan melepaskan helm-nya. Dia adalah seorang manusia macan dengan tanda putih pada dahinya.     

"Situasi telah memburuk. Tetua kelima telah mengerahkan pasukannya ke Kota Seribu Air Terjun. Akibat pertarungan ini, kedua sisi kehilangan banyak sekali penyihir. Kepala kedua dari Kota Bintang Jatuh membantu kepala pertama dengan mengerahkan pasukan. Tetua Kelima mencoba melawan kedua kepala itu sendirian, namun ia terluka parah. Tim kita mempunyai tiga pengirim pesan, tapi dua terluka dan satu masih hilang. Kepercayaan prajurit semakin rendah. Tetua, kita harus melakukan sesuatu sesegera mungkin!"     

Pria macan itu melapor dengan lantang.     

"Kita butuh seseorang yang mampu menggunakan sihir wilayah yang kuat. Tetua ketiga dan keempat, apa kalian mau ikut bertarung?" Tetua pertama mengerutkan bibirnya.     

"Mengapa kau tidak mengirimku ke sana?" tanya tetua kedua, seorang pria tua berjenggot panjang berwarna hitam.     

"Aku akan pergi." Vivian berdiri dan menatap tetua kedua. "Rocky, kau harus menjaga divisi, kan? Kita masih memiliki banyak masalah di sana."     

"Benar, Rocky. Kau harus terus menjaga divisi. Biarkan Vivian bergabung." Tetua pertama mengangguk.     

"Yah, Vivian dan prajurit-nya sangat cocok untuk tugas ini," kata tetua keempat, penyihir berjubah hitam. "Dia bisa menyelesaikan tugas ini dengan mudah."     

Vivian mengangguk. "Baiklah, akan kubawa prajuritku ke sana. Apa kolam energi jiwa sudah siap?" Vivian menatap pria macan itu.     

Sora membungkuk pada Vivian dan menjawab, "Semuanya sudah siap."     

"Bagus, aku akan berangkat nanti malam. Demi anakku, akan kumenangkan pertarungan ini. Ha." Vivian tersenyum aneh. "Sudah bertahun-tahun aku tidak bertemu para kepala itu..."     

Wanita itu berbalik dan menghilang menjadi api.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.