Dunia Penyihir

Reruntuhan di Bawah Gunung Berapi (Bagian 2)



Reruntuhan di Bawah Gunung Berapi (Bagian 2)

0Di balik pintu itu, terdapat ruangan kecil berdinding batu. Di sudut ruangan, terdapat pilar batu lebar, dengan rune kuning yang melayang dan berputar-putar di atas lingkaran sihir.     

Di tengah ruangan, terdapat sekumpulan bunga mekar berwarna merah dan hijau. Jamur-jamur berwarna putih dan ungu tumbuh di sela-selanya. Dedaunan bunga spider lily, berpadu dengan sulur-sulur tanaman yang telah mengering, bergelantungan di atas kelompok bunga-bunga itu.     

Empat rune kristal merah ditempelkan pada keempat dinding.     

Rune itu memiliki pola seperti jangkar besar dengan rantai di sekitarnya. Kristal itu bersinar menyinari seluruh ruangan dengan cahaya kemerahan.     

Vivian berjalan mendekati rune kuning di ujung ruangan dan perlahan menggerak-gerakkan tangannya di sekeliling rune itu.     

Rune kuning dengan cahaya redup itu kembali menjadi terang setelah Vivian menambahkan energi.     

Setelah beberapa menit, wanita itu berdiri tegak dan menoleh ke arah Angele. "Naiklah ke pilar dan berdirilah di tengah lingkaran sihir. Aku masih harus melakukan beberapa tes."     

Menuruti permintaan Henn, Angele segera berdiri di tengah lingkaran sihir itu.     

Vivian menjelaskan, "Lingkaran sihir ini berfungsi untuk memastikan identitasmu. Jika kau benar-benar murid Master Henn, lingkaran sihir ini juga dapat digunakan untuk memastikan koneksimu dengan makhluk-makhluk sihir atau orang-orang lain. Ada beberapa hal yang harus…"     

Cahaya kuning tiba-tiba bersinar dari lingkaran sihir itu sebelum Vivian menyelesaikan penjelasannya. Seketika, cahaya kuning itu menjadi tabung cahaya terang yang melesat cepat ke puncak ruangan.     

Raut wajah Vivian berubah kaget, namun wanita itu tetap tenang. Ia hendak menarik Angele keluar dari tabung cahaya kuning itu.     

Shing!     

Tiba-tiba, lingkaran sihir di bawah kaki Angele kembali bereaksi.     

Cahaya merah itu bersinar, menembus cahaya kuning dan menyinari wajah Vivian.     

"Tunggu… bagaimana mungkin?!" Ekspresi wanita itu berubah, ia menggertakkan giginya dengan heran. "Cahaya merah ini… menyimbolkan diriku. Ini adalah kali pertama kita bertemu, tapi cahaya merah ini menunjukkan bahwa kau … memiliki hubungan denganku."     

Beberapa detik kemudian, Vivian memicingkan matanya dan menenangkan diri, sebelum mengetuk permukaan pilar batu di mana Angele berdiri.     

Ching!     

Tabung cahaya kuning itu mulai mengecil dan menghasilkan suara-suara aneh. Angele masih berdiri di tengah lingkaran sihir itu.     

"Selamat, kau lulus tes pertama." Ekspresi wanita itu kosong, namun terlihat kegundahan dalam tatapannya. "Tetaplah di sana. Aku masih harus memastikan sesuatu."     

"Baiklah." Angele sudah tahu apa yang akan Vivian lakukan. Rencana Henn telah berhasil.     

Vivian menunjuk ke arah bahunya.     

Shing!     

Cahaya merah bersinar di sekeliling tanda lahirnya.     

"Ternyata benar…" gumam Vivian seraya mengambil cincin hitam dari kantongnya dan melemparkannya ke arah Angele.     

Cincin itu melesat dengan sangat cepat dan berputar-putar di dekat angele.     

Terdengar suara getaran dari cincin itu setelah dilemparkan. Suara dengungannya bergema di seluruh ruangan.     

Suara itu membuatnya pusing. Entah mengapa, tubuhnya mengikuti getaran cincin itu, sehingga tengkoraknya menjadi kaku, dan kulitnya ikut bergetar.     

Getaran cincin itu semakin kuat, dan gema dengungannya semakin nyaring.     

Beberapa detik kemudian, seekor kalajengking hitam muncul di tengah cincin itu.     

Kalajengking itu memiliki duri-duri hitam pada bagian punggungnya.     

Ekspresi senang bercampur kaget tampak pada wajah Vivian.     

Ia menarik nafas dalam-dalam dan menunjuk cincin itu.     

Shing!     

Kalajengking itu menghilang, dan cincin itu kembali ke tangan Vivian.     

"Kau benar-benar…" Vivian terdiam, tidak menyelesaikan perkataannya. Ia tahu bahwa ini masih belum waktunya Angele mengetahui hal itu, sehingga ia tersenyum hangat dan menatap Angele dengan penuh kasih sayang.     

"Namamu Angele, kan?" Ia memelankan suaranya.     

"Benar." Angele tahu alasan mengapa sikap Vivian berubah. Semua telah berjalan sesuai rencana.     

"Apa kau ingat penampilan ibumu?" tanya Vivian dengan santai.     

"Tidak… Tidak, Master Vivian." Ekspresi Angele berubah menjadi kebingungan setelah mendengar pertanyaan itu. "Memangnya kenapa?"     

"Mungkin pertanyaan ini terdengar aneh… tapi…" Vivian tidak tahu harus berkata apa. "Lupakan, aku ingin kau membantuku menyelesaikan ritual penting, dan aku akan memberimu benda sihir sebagai hadiah. Bagaimana?" Vivian berhenti sesaat. "Ah, selain itu, bisakah kau menceritakan padaku apa yang kau lakukan belakangan ini dan pengalamanmu di bawah ajaran Master Henn?"     

"Tentu saja." Angele mengangguk dan melompat turun.     

Vivian melambaikan tangannya. Tiba-tiba, muncul sepasang batu hitam dari lantai. Batu hitam itu seketika berubah menjadi sepasang kursi hitam.     

Ia menyuruh Angele duduk, kemudian ia bertanya tentang pengalaman Angele beberapa tahun belakangan ini.     

Angele menggunakan pengalamannya dan mencampurkannya dengan informasi tentang anak Vivian untuk menjawab semua pertanyaan itu, namun ia tetap merahasiakan perjalannya ke Dunia Mimpi Buruk dan penelitiannya tentang darah kuno. Pengetahuan tentang anak Vivian, ditambah dengan masa kecil tanpa adanya sosok seorang ibu, membantunya menjawab semua pertanyaan itu. Sepertinya, wanita itu tidak menemukan adanya cela pada ceritanya.     

Vivian menanyakan berbagai hal, sehingga Angele harus menceritakan semua pengalamannya dengan rinci. Namun, wanita itu tetap menghormati privasi Angeke, sehingga Angele dapat memilih untuk tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang rumit. Angele tidak tahu berapa umur Vivian sebenarnya, namun jelas bahwa wanita itu memiliki kemampuan bersosialisasi yang lebih baik ketimbang penyihir pada umumnya.     

Waktu berjalan begitu cepat. Mereka terus berbincang-bincang di ruangan itu.     

Nyaris saja Angele mengatakan menceritakan pengalamannya di seumur hidupnya. Tiba-tiba, terdengar suara ledakan di luar. Namun, sepertinya tidak ada yang terjadi.     

Ia memeriksa waktu dengan bantuan chip-nya. Jam telah menunjukkan pukul dua pagi.     

"Sekarang sudah larut malam. Sepertinya, aku harus pergi sekarang," kata Angele dengan sopan.     

"Kau kemari dari Sungai Bass, kan? Menginaplah dan istirahatlah dulu. Ikutlah denganku. Aku akan mencarikan kamar untukmu." Vivian menggandeng tangan Angele dan tersenyum. "Tempat ini sebelumnya adalah reruntuhan dari zaman dulu, yang dibangun tepat di bawah kawah gunung berapi. Namun, Master Henn mengubah reruntuhan ini menjadi tempat rahasia untuk kita. Tempat ini lebih besar dari perkiraanmu. Ada laboratorium, taman, bahkan zona ekologi; semuanya menggunakan tenaga dari panas. Perbekalan dalam tempat ini bisa digunakan untuk 20 orang."     

"Terima kasih, Master Vivian. Apakah benar tempat ini adalah reruntuhan kuno?" tanya Angele dengan penuh rasa ingin tahu. "Reruntuhan kuno yang seperti apa?"     

"Ikutlah aku, akan kuajak kau berkeliling." Senyum wanita itu telah hilang, namun ia tetap menggandeng tangan Angele.     

Bersama-sama, mereka keluar dari ruangan. Pintu ruangan itu tertutup dengan sendirinya.     

Kedua penyihir berjalan ke tepi lorong, menuruni tangga, dan berputar beberapa kali sebelum akhirnya sampai ke lorong berwarna merah gelap.     

"Ini adalah daerah kamar tidur." Vivian menunjuk lorong itu. "Kau lihat deretan tangga pada kedua sisi lorong itu? Panjatlah salah satu tangga, dan kau akan melihat pintu kamar. Pilih kamar mana pun yang kau suka."     

Angele menatap lorong itu.     

Di sana, terdapat sekitar 20 tangga merah; masing-masing memiliki pintu merah dengan angka-angka berbeda di atasnya.     

Setelah itu, Vivian mengajaknya ke taman untuk melihat berbagai macam tanaman dan bunga-bunga di dalamnya. Saat Vivian membuka pintu, terdengar suara kicau burung, diiringi dengan aroma bunga dan udara yang hangat dan lembab. Bahkan, Angele melihat beberapa ekor kunang-kunang di sana.     

Kunang-kunang biru terang itu memberikan warna pada taman yang gelap, seperti tetesan air hujan di taman yang gelap. Pemandangan yang indah itu membuatnya merasa nyaman.     

Zona ekologi dan laboratorium terlihat biasa saja, persis dengan ruangan yang ada di daerah Menara Enam Cincin.     

Setelah mengunjungi semua ruangan, Angele kembali bersama Vivian ke lorong kamar. Wanita itu segera pergi setelah mengizinkan Angele memilih ruangan mana pun yang ia inginkan.     

Angele duduk di lorong dan memastikan bahwa Vivian telah pergi. Kemudian, ia berbalik dan memanjat salah satu tangga untuk masuk ke kamar.     

Kriet…     

Pintu itu terbuka dengan mudah, dan Angele segera masuk.     

Kamar itu sangat sederhana namun luas.     

Sepasang rubi bercahaya berbentuk wajik menerangi ruangan itu. Di samping dinding, terdapat kasur putih besar. Selimutnya berwarna kemerahan karena cahaya dari kedua rubi.     

Di seberang ruangan itu, terdapat sebuah meja dan lemari hitam.     

Angele segera menutup dan mengunci pintu.     

'Oke, dia sudah pergi.' Angele mengubah frekuensi gelombang mentalnya untuk menghubungi Henn. 'Kau tidak sedang beristirahat, kan? Apa rencana aslimu? Katakan saja.'     

'Rencana asli?' Henn segera menjawab. 'Rencana asli apa? Vivian saja belum mempercayaimu seratus persen. Dia akan mempersiapkan ritual pola jiwa lengkap, dan ia akan meminta seseorang untuk memastikan latar belakangmu dan kejujuranmu.'     

'Aku tidak yakin jika ini akan berhasil.' Angele mengernyitkan alisnya.     

'Jangan khawatir, nak. Aku adalah orang yang paling mengenalnya di dunia yang tragis ini,' jawab Henn. 'Setelah ritual selesai, dia akan percaya semuanya, dan kau akan melihat betapa bagusnya rencana ini untukmu.'     

'Sekarang Vivian berada di tingkat berapa? Kau tahu semua tentang dia, kan? Aku tidak bisa memeriksa kekuatan mentalnya.' Angele berjalan mendekati lemari hitam kamar dan membukanya. Di dalamnya, terdapat berbagai macam jubah putih panjang.     

'Aku tidak tahu seberapa kuat dia sekarang. Tapi, saat aku pergi, dia sudah mencapai tingkat 3… Hmm, bertahun-tahun sudah berlalu. Sepertinya dia sudah mencapai setidaknya tingkat 4…' Mendengar perkataan Henn, Angele menjadi terkejut.     

'Tingkat 4… Penyihir Matahari Terbit, ya…' pikirnya. Ekspresinya berubah kecut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.