Dunia Penyihir

Pertukaran (Bagian 1)



Pertukaran (Bagian 1)

0Angele berjalan mengikuti Ainphent. Ia telah berjanji pada Asuna untuk menghubunginya nanti. Lagipula, mereka sudah bertukar sigil komunikasi.     

Menyadari bahwa ia tidak akan diperbolehkan memasuki daerah khusus Penyihir, Asuna segera pergi.     

Angele dan Ainphent berjalan menuruni tebing. Setelah melewati beberapa perempatan dan tanjakan, akhirnya Angele melihat lebih banyak Penyihir di sana.     

"Tidak apa-apa jika kau suka lelaki, tapi jika kau tertarik padaku, aku harus menolak. Maafkan aku." Angele berbisik dan mengernyitkan alisnya.     

Ainphent tersenyum. "Jika aku berkata bahwa dulu aku adalah wanita, namun aku terkena kecelakaan eksperimen. Apa kau percaya?"     

Angele terkejut. "Apa? Kau dulu adalah seorang wanita?"     

Angele menatap Ainphent dan mengamatinya dengan seksama.     

Wajah Ainphent sangat tampan. Rambut pendeknya bersih, lurus, dan berwarna putih. Kulitnya pucat, namun posturnya berimbang dan kuat. Tidak ada sedikit pun tanda-tanda bahwa Ainphent pernah menjadi seorang wanita.     

"Kalau boleh tahu, eksperimen apa yang kau lakukan?"     

Angele masih sulit menpercayainya. Namun, sebagai Penyihir, ia tahu bahwa para Penyihir sering melakukan eksperimen aneh.     

"Aku tidak bisa menceritakan secara rinci, tapi aku terkena infeksi energi yang bocor dari gelas percobaan. Tubuhku berubah, dan aku tidak bisa menghentikannya. Setelah beberapa tahun, penampilanku jadi seperti ini." Ainphent menjelaskan. Ia terdengar sedih.     

Tidak tahu harus mengatakan apa, Angele pun terdiam. Mereka berhenti berbincang-bincang dan berjalan turun.     

Di sebelah kiri jalan, sebuah gunung menjulang tinggi, sementara di sisi kanan jalan, ada sebuah tebing besar. Air terjun menuruni bebatuan dan bergabung dengan sungai jauh di bawah sana.     

Lebih jauh, ada sebuah pilar tinggi berwarna putih, yang berselimutkan kabut tipis. Permukaan pilar itu halus seperti cermin, mirip dengan pilar hitam di pintu masuk. Namun, bagian atas pilar putih ini memiliki bentuk piramida.     

Angele mendongak dan melihat cahaya putih bersinar dari puncak pilar itu.     

Setitik partikel hitam perlahan-lahan meninggalkan puncak pilar itu dan terbang ke arah kiri. Angele mencoba melihat arah titik itu, namun titik itu terlalu jauh.     

Menyadari arah tatapan Angele, Ainphent pun angkat bicara. "Apa kau tertarik dengan pilar itu? Di sini, ada 6 pilar yang disebut 'Pilar Penanda', yang ditata sedemikian rupa hingga membentuk sebuah lingkaran besar. Tempat ini disebut Menara Enam Cincin bukan karena bentuk lingkaran ini, namun karena setiap pilar memiliki lingkaran sendiri, yang membentuk lingkaran besar. Pilar-pilar itu adalah salah satu tujuan wisatawan yang paling populer di perbatasan barat."     

Ainphent menunjuk area yang tertutup oleh pegunungan.     

"Jika pegunungan itu tidak ada, dua Pilar Penanda di sana akan terlihat jelas. Masing-masing pilar memiliki tinggi yang sama, dan warnanya sama persis dengan pilar yang sedari tadi kau lihat."     

"Benar, pilar-pilar itu sangat megah."     

Angele mengangguk.     

"Pilar-pilar itu dibangun setidaknya 3.000 tahun lalu, dan sempat nyaris hancur karena efek peperangan. Namun, setelah perbaikan yang memakan beberapa tahun, akhirnya semua pilar itu kembali berfungsi. Keenam pilar itu adalah saksi bisu kejayaan dan keruntuhan perbatasan barat," tambah Ainphent.     

Inilah kali pertama Angele bertemu dengan salah satu keajaiban dunia ini.     

Mereka sedang berjalan turun, namun tiba-tiba terdengar suara kepakan sayap.     

Lima ekor burung bangkai berwarna hitam terbang melintas dan turun ke pegunungan.     

Setiap burung itu memiliki panjang sekitar 5 meter, dengan bulu-bulu hitam dan leher yang botak. Terlihat beberapa orang berjubah hijau di punggung masing-masing burung itu.     

Salah satu burung bangkai terbang di dekat Angele, sehingga menghasilkan hembusan angin yang cukup kuat untuk mengibarkan jubahnya. Kelima burung bangkai itu mengepakkan sayap perlahan-lahan untuk mengurangi kecepatan.     

Ainphent tersenyum. "Sepertinya, mereka adalah anggota salah satu keluarga Penyihir di sekitar sini. Mereka bertugas untuk menjaga keamanan pasar ini. Sepertinya, mereka baru saja selesai berpatroli, dan sif mereka sudah habis."     

"Maksudmu… Mereka mengirim Penyihir resmi untuk menjadi penjaga di area ini?"     

Angele sedikit terkejut.     

"Hal seperti ini hanya bisa terjadi di Nola, haha." Ainphent tertawa.     

Setelah kelima burung itu mendarat, terdengar riuh suara pembicaraan para Penyihir. Dalam beberapa detik saja, tempat itu menjadi sangat ramai.     

Angele mendengar berbagai macam bahasa dan dialek, namun hanya dua dari bahasa itu yang bisa dideteksi oleh Zero. Ia menatap Ainphent, seakan bertanya apakah ia mengerti.     

Melihat tatapan Angele, Ainphent mengedikkan bahu tanda tak tahu.     

Mereka berhenti berbicara, dan akhirnya sampai di dasar tebing dalam beberapa menit.     

Sebuah kubus kecil muncul di depan mata Angele.     

Sebuah gerbang dari batu hitam berdiri di permukaan tebing. Dari kondisinya, sangat jelas bahwa gerbang itu dibangun pada zaman dahulu. Sebagian gerbang itu sudah rusak karena terpaan panas dan hujan. Di atas gerbang itu, terdapat sebuah batu putih berbentuk elips dengan ukiran rumit berpola mata di permukaannya.     

Gerbang yang masih tertutup itu memiliki tinggi sekitar 10 meter dan lebar sekitar 8 meter. Sulur-sulur hijau menghiasi sisinya, dan sebuah tangga batu pendek terpahat rapi di depan mereka. Di sebelah kanan tangga, terdapat sebuah kompor arang yang masih menyala.     

Saat Angele dan Ainphent sampai ke gerbang, semua burung bangkai telah mendarat. Semua Penyihir berjubah hijau melompat turun dari burung masing-masing dan berjalan mendekati gerbang batu itu.     

Ainphent berbisik, "Kau lihat si jubah hijau di depan, yang membawa scimitar besar di punggungnya itu? Namanya Kuirman, salah dau Penyihir terkuat di antara ketiga keluarga besar pendiri Menara Enam Cincin. Gosip mengatakan bahwa pria itu adalah anggota badan pemburu."     

"Benarkah?"     

Angele menatap penyihir berjubah hijau paling depan. Pria itu berpostur tinggi dan kuat. Ia membawa sebuah scimitar perak di punggungnya. Wajahnya ditutup dengan tudung jubahnya.     

Seorang Penyihir Cahaya tua menghentikan kelima Penyihir berjubah hijau itu saat mereka mendekat. Kuirman berbalik dan mulai mengobrol, sepertinya mereka sudah saling mengenal.     

Akhirnya, Angele mendapatkan kesempatan untuk melihat wajah Kuirman.     

Hidungnya melengkung seperti paruh rajawali, pipinya cekung, dan tekstur kulitnya seperti lilin. Mata hijaunya terlihat dingin dan bengis.     

Walaupun pria itu sedang tertawa dan mengobrol dengan seorang pria tua, tetap saja, pria itu membuatnya tidak nyaman.     

Angele tahu bahwa pria itu memiliki banyak pengalaman di medan pertarungan. Ia telah membunuh banyak musuh.     

Angele berhenti menatap Kuirman dan berjalan memasuki gerbang bersama Ainphent.     

Akhirnya, pembicaraan mereka selesai. Kuirman berbalik dan memasuki gerbang setelah berpamitan dengan penyihir tua itu.     

Shing!     

Saat menyentuh gerbang itu, semua penyihir, termasuk Kuirman dan kelompoknya, berubah menjadi transparan dan menghilang masuk.     

Angele dan Ainphent juga memasuki gerbang itu. Angele merasa seperti melewati sebuah lapisan tipis air yang dingin.     

Di balik gerbang itu, berdiri sebuah kota kecil sederhana, dengan rumah-rumah kayu hitam yang berdinding bata berwarna kelabu. Tempat itu sangat tenang dan damai.     

Di seberang gerbang, terdapat dinding yang dikelilingi oleh bata-bata hitam, dengan ember kayu di sampingnya.     

Seorang wanita tua berbalut jubah merah gelap sedang mengambil air menggunakan ember kayu di samping sumur.     

Angele berdiri di pintu masuk dan melihat seluruh kota dengan seksama.     

Tempat itu penuh dengan penyihir berjubah hitam, hijau, atau merah; masing-masing sibuk mengobrol dan melihat-lihat barang yang dijual. Inilah kali pertama Angele melihat banyak sekali Penyihir berkumpul di satu tempat.     

Beberapa pohon maple menghiasi celah di antara rumah-rumah hitam. Daun oranye mereka menjadi pembawa api semangat pada kota kelabu ini.     

Angele menoleh ke arah gerbang dan melihat gerbang itu masih tertutup.     

"Jadi, kau mau beli bahan-bahan, kan? Jika kau mau bahan langka, kau harus bergabung dengan salah satu organisasi. Jika aku boleh tahu, apa yang kau cari?" tanya Ainphent.     

"Resep dan bahan-bahan untuk membuat ramuan kuno. Apa aku harus bergabung dengan organisasi untuk mendapatkannya? Apa tidak ada cara lain?" Angele mengernyitkan alisnya.     

Mereka berjalan mengikuti kerumunan di atas jalan berbatu, sebelum akhirnya sampai ke kota.     

"Yah, ada beberapa cara untuk melewati syarat itu, tapi hanya beberapa penyihir yang memiliki hak ekslusif itu di seluruh daerah penyihir ini. Resep dan bahan ramuan apa yang kau butuhkan?"     

"Ramuan Pembunuh Flora. Kudengar, ramuan itu hanya ada di cerita dongeng."     

Akhirnya, Angele mengerti betapa sulitnya menciptakan ramuan yang dikatakan oleh Zero. Namun, tanpa ramuan itu, kesempatannya untuk mencapai tingkat selanjutnya akan jauh lebih rendah. Saat ini, ia benar-benar memprioritaskan peningkatan kekuatannya, sehingga 45% kesempatan dari Ramuan Pembunuh Flora akan sangat membantu.     

"Aku juga butuh buku-buku resep ramuan." tambah Angele.     

Ainphent mengerutkan bibirnya.     

"Ramuan Pembunuh Flora? Kalau tidak salah, ramuan itu dapat memperkuat otakmu dan membantumu mencapai tingkat selanjutnya... Ramuan itu adalah ramuan kuno tingkat tinggi, sehingga sangat sulit untuk dibuat. Apa kau benar-benar membutuhkannya?"     

"Iya, apa kau bisa membantuku?" Angele mengangguk.     

"Yah... Ramuan biasa yang bisa membantu penyihir mencapai tingkat selanjutnya saja sudah sulit didapat, apalagi ramuan kuno... Lagipula, walaupun kau punya resepnya, apa kau tahu tempat untuk mencari bahan-bahannya? Mungkin saja beberapa bahan itu sudah punah. Jika kita bisa mencapai tingkat selanjutnya hanya dengan meminum ramuan, untuk apa kita bermeditasi setiap hari...?" Ainphent menggeleng. "Aku ada kenalan penyihir tingkat Kristal yang mungkin bisa membantu. Dia berhutang padaku, jadi dia pasti membantuku, bagaimana? Kita bisa tanya saja padanya."     

"Aku akan senang, tapi mengapa kau membantuku?" Angele bertanya. "Sebagai seorang penyihir, seharusnya aku bisa memberimu sesuatu dengan harga yang sama, namun kau tidak mengatakan apapun padaku. Aku jadi bingung."     

Aiphent mengedikkan bahunya. "Tenang saja. Aku sudah membantumu, jadi kau berhutang padaku sekarang."     

Angele ingin tahu apa yang Ainphent inginkan. Ia ingin barter yang adil.     

"Ayolah, kita pergi sekarang." Ainphent tertawa. "Jangan khawatir, tawaranku pasti adil."     

Ainphent berbalik dan mulai berjalan. Angele pun mengikuti di belakangnya.     

Mereka berjalan melewati beberapa rumah dan berhenti di depan sebuah rumah kayu berwarna cokelat dengan teras kayu di depannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.