Dunia Penyihir

Misi (Bagian 2)



Misi (Bagian 2)

0Kelompok tersebut tetap waspada. Tidak ada yang mengeluh saat berjalan, karena mereka semua terbiasa berjalan jauh. Anak bangsawan biasa pasti sudah mengeluh dan tidak kuat mengikuti misi semacam ini. Semua partisipan misi sibuk memeriksa sekelilingnya. Tidak ada sedikitpun ekspresi kelelahan pada wajah mereka.     

Awan menutupi langit, dan tiba-tiba terdengar suara petir yang menggelegar. Khedira, sang ketua kelompok, melihat ke arah langit.     

"Sebentar lagi hujan. Kita sudah sangat dekat dengan tempat tujuan, waspadalah," kata sang pemimpin sembari menoleh ke arah anggotanya.     

"Kalian berdua, tolong intai daerah sekitar sini. Aku akan mencari pembunuh itu dengan mantraku," kata Khedira kepada kedua penyihir.     

"Jangan khawatir. Kau telah memberikan kedua benda yang kami cari. Kami akan melayanimu dengan baik," kata penyihir berjubah hitam itu sambil tertawa, sementara penyihir berjubah putih hanya mengangguk.     

Setelah berjalan selama beberapa saat, mereka sampai ke sebuah lubang sedalam 50 sentimeter. Dindingnya sangat halus, sehingga lubang itu terlihat seperti mangkuk raksasa.     

"Kita sampai!" teriak Khedira sembari menaikkan tangan sebagai tanda berhenti.     

"Atur posisi kalian dan waspadalah. Jangan sampai ada yang menyentuh Khedira!" teriak pria berjubah hitam itu. Semua calon penyihir mengangguk, lalu mereka membentuk formasi lingkaran mengelilingi ketiga penyihir tersebut.     

Angele berdiri di dalam lingkaran sambil memegang busur. Ia menggunakan Zero untuk memeriksa area sekitar kelompok mereka. Saat melirik ke arah sang ketua, terlihat Khedira sedang menaikkan tongkatnya ke atas kepalanya, dan berdiri di tengah lubang itu. Terlihat angin topan kecil di sekitar kakinya. Perlahan-lahan, angin topan itu menjadi semakin besar dan mengelilingi Khedira, sehingga suara raungan angin terdengar semakin kencang. Rerumputan, akar pohon, dan bebatuan beterbangan dan terhisap ke arah tornado tersebut.     

Lebih dari 10 detik berjalan, sebelum akhirnya angin topan berwarna abu-abu itu melemah, dan Khedira pun kembali terlihat. Tongkatnya masih terangkat, namun ekspresi wajahnya terlihat lelah.     

"Kalian tidak bisa kabur!" bentaknya dengan raut wajah yang kejam.     

"Di sisi kiri kita, ada sebuah lorong tempat mereka bersembunyi. Mari kita sambut para bajingan itu..." lanjutnya.     

Dari pohon di dekat lubang itu, panah berbulu putih terbang ke arah Khedira tepat saat ia selesai bicara. Terlihat bayangan hijau melompat turun dan berlari ke dalam hutan setelah menembakkan panah itu. Sebelum sampai ke mata Khedira, panah itu berhenti di udara, tertahan oleh sebuah perisai tak kasat mata yang melindungi Khedira.     

"Kemarilah dan lawan aku! Dasar binatang jalang!" bentak Khedira dengan wajah yang menakutkan.     

"Kalian semua, di sini ada 18 pria, 5 wanita, dan 8 anak kecil. Bunuh semua bajingan dewasa berwarna hijau itu, dan lakukan apapun yang kalian mau kepada anak-anaknya! Akan kutaruh jiwa mereka di atas salib tidak berwarna. Kalau kalian mau budak elf, ambil saja," lanjutnya.     

Khedira mengambil anak panah yang terhenti itu dan menggenggamnya hingga hancur berkeping-keping. Terlihat cincin bercahaya tersemat di jarinya.     

"Elf? Jangan bilang penyerang kita adalah wood elf," kata Andre dari samping Angele.     

"Iya, wood elf. Selain mereka, tidak ada ras yang punya cukup keberanian untuk membunuh Asan." bisik Griffia dengan lirih. Mereka mengobrol sembari mengikuti Khedira masuk ke dalam lorong itu. Mereka tidak terlalu peduli kepada pemanah biasa, namun jika pemanah itu hebat, ia akan langsung menjadi sasaran mereka.     

"Salib tanpa warna? Wow, jiwa mereka akan sangat tersiksa. Semakin kuat kepercayaan mereka, semakin hebat siksaan yang akan mereka rasakan. Sekarang Master Kherdira benar-benar geram," gumam salah satu calon penyihir dengan lirih.     

"Elf hidup di tempat ini?" tanya Angele.     

"Di negaraku, mereka hanya dongeng belaka," lanjutnya.     

"Benarkah? Walaupun tidak ada banyak elf di sini, kita menangkap beberapa setiap tahun. Kuharap aku bisa menangkap beberapa budak hari ini. Harganya mahal," celetuk Marylin dengan gembira sembari menggenggam tongkat sihirnya. Calon penyihir lain juga terlihat sangat gembira, sehingga Angele dapat menyimpulkan bahwa budak wood elf jauh lebih berharga dari yang ia bayangkan sebelumnya.     

Tidak lama kemudian, mereka menemukan tempat masuk lorong, yang tertutup oleh cabang dan rerumputan kering. Khedira berdiri di dekat lubang itu. Pandangannya tertuju kepada penyihir berjubah putih di sampingnya. Seakan sudah punya rencana, penyihir itu mengangguk dan berjalan maju. Ia mendongak dan menunjuk gua yang gelap itu sembari membaca mantra.     

Angele mengernyitkan alisnya. Ia tidak pernah mendengar bahasa yang digunakan pada mantra itu. Dalam membaca mantra, hanya ada beberapa bahasa yang bisa digunakan, dan hanya dua yang ia ketahui: Bahasa Anmag dan Bahasa Elf Tinggi. Mantra penyihir itu bergema di seluruh lembah. Kabut putih keluar dari tangan penyihir itu, dan menyebar masuk jauh ke dalam gua.     

Khedira tidak tinggal diam, ia membisikkan sesuatu kepada merpati hitam di pundaknya. Burung itu terbang masuk ke gua setelah ia menyentuh sayapnya.     

"Ketemu. Mereka hanya memiliki satu ksatria dan satu benda sihir. Ditambah lagi, sekarang mereka sedang kelaparan," Khedira tertawa.     

"Kabut Lelap akan membuat mereka segera tertidur. Misi yang mudah untukku," kata penyihir berjubah putih itu dengan nada menghina.     

"Benar, kita hanya harus..." Penyihir berjubah hitam itu juga terlihat tenang.     

CRAS!     

Tiba-tiba, kepala penyihir putih itu hancur berkeping-keping seperti semangka, dan darah terciprat kemana-mana. Semuanya terdiam seketika. Khedira pun tidak sadar apa yang terjadi dan sibuk menghapus darah dari wajahnya. Tiba-tiba, suara mantra yang terdengar aneh menggema entah dari mana.     

"Kano! Beraninya kau! Kau telah membunuh Kano!" Setelah beberapa saat, akhirnya penyihir berjubah hitam itu menyadari apa yang telah terjadi, sehingga matanya berkilat penuh kemarahan. Ia menepuk dadanya dengan kepalanya, dan cahaya putih bersinar di matanya.     

"Tenanglah! Ini semua hanya ilusi!" Khedira menghantam tanah dengan tongkatnya, lalu ia mengucapkan mantra. Kabut abu-abu pun muncul dari bawah kakinya dan menyebar hingga menyelimuti semua anggota kelompok. Angele, yang ada di tengah barisan, menjadi sedikit pusing saat kabut itu lewat. Setelah pikirannya menjadi jernih, pemandangan di sana pun berubah.     

Tidak jauh dari sana, penyihir berjubah putih itu terpojok. Ia dilindungi dinding pemantul sihir berwarna putih di seluruh sisinya. Gadis kecil hijau bersayap lalat beterbangan di sekitarnya. Makhluk itu memukul dinding tersebut beberapa kali dengan cakarnya, sembari tertawa lugu khas suara gadis kecil.     

Makhluk itu berbentuk seperti liliput kecil seukuran kepala manusia. Ia terlihat seperti manusia tapi ia berkulit hijau tua, senada dengan rambut pendeknya. Tubuhnya telanjang dan meneteskan cairan hijau berbau busuk.     

Angele melihat cairan itu menetes ke rumput, dan seketika rumput itu rusak hingga berubah menjadi abu berwarna hitam, seakan telah dibakar.     

"Itu Green Spirit!" teriak salah satu dari mereka. Akhirnya ia menyadari apa sebenarnya makhluk bersayap itu.     

Para calon penyihir memfokuskan serangannya pada makhluk itu. Tangan salah satu murid menembakkan cahaya putih ke arah makhluk itu, namun terhenti oleh es berwarna hijau yang muncul di depan makhluk tersebut. Sementara itu, Angele menembakkan panah hingga tubuh makhluk itu berlubang. Makhluk itu terus tertawa, bahkan ia tak mempedulikan luka yang dideritanya. Ia meninggalkan para penyihir, dan fokus ke arah calon penyihir. Melihat kejadian ini, Angele sadar bahwa mereka dalam bahaya.     

'Partikel tidak diketahui mendekat dengan kecepatan tinggi. Mundur dan meringkuklah,' Zero memperingatkan. Angele pun langsung menurut tanpa membuang-buang waktu.     

'Makhluk tidak diketahui memasuki wilayah. Menganalisa… Medan sihir terdeteksi. Analisa gagal. Bahaya, mohon segera pergi,' Zero terus melaporkan, namun Angele terlalu sibuk berteriak ketakutan bersama-sama dengan calon penyihir lainnya, termasuk Andre.     

Angele melihat sekeliling. Ada sekitar 7 orang yang wajahnya terkena cakar makhluk itu, sehingga mereka terjatuh sambil berteriak-teriak kesakitan. Seketika, mereka berubah menjadi abu, seperti rerumputan tadi. Hanya satu dari mereka yang berhasil menahan serangan itu dengan mantra pertahanan.     

"Anya! Aku tahu ini perbuatanmu!" bentak Khedira.     

"HAHA!" Green Spirit itu terus tertawa. Setelah itu, ia berhenti menyerang dan terbang ke kiri untuk duduk di bahu seseorang. Tiba-tiba, seorang wanita cantik berjubah hitam muncul di belakang mereka. Ia mengenakan bandana perak di atas rambut panjangnya yang berwarna pirang. Green Spirit itu berhenti mengeluarkan cairan busuk dan duduk di atas bahu wanita yang sangat cantik seperti dewi hutan itu.     

"Sudah kuduga..." Ekspresi Khedira dingin, sementara kedua penyihir lainnya berdiri di belakangnya dan menatap wanita itu penuh ketakutan.     

"Kau membunuh adikku?" tanya Khedira.     

"Menurutmu?" Wanita itu tertawa acuh.     

Wanita itu adalah seorang penyihir, dan ia tidak peduli pada korban jiwa yang telah ia bunuh, seperti halnya penyihir lainnya. Angele merasa tidak nyaman saat ia melihat semua calon penyihir yang tersisa. Mereka berwajah pucat dan bersembunyi di balik semak belukar tanpa berani bergerak.     

"Sekarang, kalian boleh pergi." kata Khedira setelah berbincang-bincang dengan wanita itu selama beberapa saat. Para calon penyihir berdiri sambil bernafas lega. Kemudian, mereka mundur perlahan sembari memandang wanita misterius itu dengan hati-hati. Angele pun ikut mundur bersama mereka.     

Wanita itu sama sekali tidak melihat mereka, dan terus berdiskusi dengan ketiga penyihir pemimpin kelompok. Para calon penyihir terus mundur dan berlari. Mereka akhirnya berhenti setelah tidak bisa melihat keempat orang itu lagi.     

"Wanita itu bisa mengontrol Green Spirit... Ya ampun..." bisik salah satu dari mereka dengan lirih.     

"Apa yang harus kita lakukan? Kembali?" Marylin menggenggam tongkatnya erat-erat. Rasa takut terlihat jelas di sorot matanya.     

"Mari kita tunggu saja instruksi para penyihir," kata Angele.     

Setelah kejadian itu, tidak ada yang mengobrol, karena mereka masih kaget dengan kejadian tadi. Misi ini adalah misi paling berbahaya semenjak Angele pertama kali melakukan misi. Setetes saja cairan hijau busuk itu bisa mengubahnya menjadi abu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.