Dunia Penyihir

Kenaikan Pangkat (Bagian 1)



Kenaikan Pangkat (Bagian 1)

0"KAKAKA…" Kedua monster itu meraung dengan suara melengking dan bertepuk tangan dengan ritme tertentu.     

Angele mundur perlahan. Ia meletakkan tangannya di kantong dan mengambil bom yang dibuatnya dari jantung Glowing Elephant beberapa waktu lalu. Pendar hijau menyelimuti permukaan jantung tersebut.     

Ia menatap kedua monster itu.     

"Aku tidak ingin menggunakannya sekarang," kata Angele dengan lirih, "Baiklah, kemarilah. Aku tahu bahwa kalian mengerti perkataanku."     

Monster pertama memiringkan tubuhnya ke kiri. Semua mata pada lengan-lengannya berkedip sekali seraya menatap jantung di tangan Angele.     

"Bom dari jantung Glowing Elephant? Kami salah menilai kekuatanmu." Suara melengking terdengar dari tubuh yang ditutupi lengan-lengan itu.     

"Buat apa berbicara padanya, Mermura? Dia itu hanya sekedar calon penyihir biasa," celetuk monster kedua.     

Angele tertawa, "Coba saja, bom ini sangat sulit dibuat. Namun, aku cukup beruntung bisa membuat bom ini dalam satu kali percobaan."     

Angele mengangkat bom itu di dekat dadanya dengan tangan kirinya, yang juga sedang memegang pedang crossguard miliknya, seakan ingin menunjukkan bahwa ia dapat meledakkan bom itu kapan saja.     

Monster itu terdiam mendengar perkataan Angele. Mereka bertiga hanya berdiri di tengah hutan itu dan saling memandang.     

Beberapa menit berjalan.     

"Baiklah, kau boleh pergi." Akhirnya, monster pertama itu memecahkan keheningan.     

"Aku tidak akan melindungi pantat sialanmu itu jika para tetua bertanya tentang hal ini, Mermura!" teriak monster kedua sebelum ia berbalik dan pergi. Tubuh seukuran kerbau itu segera menghilang di dalam semak belukar."     

Monster bernama Mermura itu menatap Angele. "Katakan padaku, siapa namamu. Inilah kali pertama aku gagal dalam misi berburu," katanya dengan santai.     

Angele tersenyum, "Jika…"     

BUM!     

Batu besar berwarna putih terbang keluar dari semak belukar, hingga Angele terdiam dan tidak sempat melanjutkan perkataannya.     

Ekspresinya berubah kecut. Ia ingin menghindari batu itu dengan mundur beberapa langkah, namun ia melihat batu lain yang dilemparkan Mermura ke arahnya. Kedua batu itu masing-masing setinggi 1 meter, sehingga Angele tidak bisa menghindar.     

Bayangan batu itu menyelimuti tubuh Angele.     

DUAR!     

Api hijau meledak di sekitarnya. Dua batu besar hancur berkeping-keping karena ledakan itu dan berubah menjadi gundukan abu beberapa detik kemudian.     

Api hijau meledak membentuk lingkaran. Cahaya hijau bertebaran membakar seluruh hutan, hingga semua menjadi berwarna hijau di bawah terpaan cahaya api.     

"Oh! Ya Tuhan!" Ada monster lain yang bersembunyi di balik pohon. Mata di telapak tangannya menatap ledakan itu.     

Cahaya api melesat tinggi hingga ke langit dan memantulkan cahaya kehijauan pada awan-awan pagi. Hampir semua pohon di sekitar Angele telah terbakar.     

KRAK!     

Sebuah pohon besar terbelah menjadi dua dan terjatuh ke tanah. Batang pohon itu seolah menjadi bahan bakar kobaran api itu. Asap tebalnya membuat pandangan Angele menjadi buram.     

"Mermura… Mermura telah tewas? Tidak mungkin…" Seseorang menggumam, "Sekuat apa bom itu sebenarnya?"     

Terdengar suara orang-orang dari hutan yang terbakar itu, sementara monster yang masih hidup itu memandang api hijau yang membara membakar hutan, sebelum ia menghilang jauh ke dalam semak-semak.     

Angele bersembunyi di balik pohon. Ia masih memikirkan apa yang baru saja terjadi.     

Ia melihat dua batu besar terbang ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Tanpa ada kesempatan menghindar, ia akhirnya memutuskan untuk melemparkan bom-nya ke arah Mermura. Ia tidak menyangka jika kekuatan ledakannya akan sekuat itu. Sebelum terkena ledakan, ia terlempar jauh karena lemparan batu dari Mermura itu, yang akhirnya hancur dan berubah menjadi api.     

"Uh!" Angele memuntahkan darah di rerumputan. Ia meletakkan tangan kirinya di atas dadanya.     

"Beruntung bebatuan itu menangkis sebagian apinya. Jika tidak, aku sekarang pasti sudah mati. Kekuatan ledakan itu sangat hebat! Zero, periksa kondisi tubuhku sekarang."     

'Dua rusuk patah. Tangan kanan patah. Pendarahan bagian dalam. Segeralah mencari pertolongan,' jawab Zero.     

Terdengar suara orang-orang yang melihat ledakan itu berjalan mendekatinya. Ia berusaha berdiri selama beberapa saat dan memastikan bahwa monster kedua pun telah pergi.     

Setelah itu, ia langsung berlari ke tepi daerah yang terbakar.     

"Untunglah, masih ada disini!" Angele mengambil lengan yang diambilnya beberapa waktu lalu. Ia memastikan bahwa lengan itu tidak terbakar dan berlari keluar dari hutan     

Setelah berhasil keluar dari daerah yang terbakar, Angele melanjutkan perjalanannya, namun kali ini ia lebih berhati-hati, agar tidak menarik perhatian makhluk hidup yang terdeteksi oleh Zero. Satu hari berjalan, dan akhirnya Angele sampai di gerbang Perguruan Ramsoda.     

"Akhirnya, aku sampai juga!" Hari sudah siang saat Angele berjalan keluar dari hutan dan melihat reruntuhan berwarna kuning itu. Cahaya matahari yang terlalu terang membuatnya menutup mata dengan tangan kirinya.     

Seekor burung gagak, Master Moroco, berputar-putar di atas reruntuhan itu.     

Angele tidak berhenti. Dengan satu jentikan jari, jubah kelabunya berpendar merah, sehingga semua kotoran menghilang dan jubah itu kembali bersih. Ia merapikan rambutnya sebaik mungkin, dan lengan kanannya yang patah telah disangga dengan papan yang sudah dimodifikasi.     

Setelah selesai, ia berjalan mendekati reruntuhan itu. Moroco hanya melihatnya sesaat untuk memastikan bahwa Angele adalah calon penyihir dari Perguruan Ramsoda. Setelah mengetahui bahwa Angele bukanlah orang asing, gagak itu tidak mendarat.     

Angele membungkuk hormat ke arah langit dan berlari ke pintu masuk sekolah.     

Ia membuka pintu bawah tanah, dan berlari ke dalam kamarnya. Walaupun ia bertemu beberapa orang calon penyihir di lorong, tapi ia tidak sempat menyapa mereka.     

BRAK!     

Pintu kamarnya dibanting hingga tertutup. Suaranya bergema di lorong nan sepi dan berdebu itu. Hanya ada jejak kaki Angele di lantai, menunjukkan bahwa kebanyakan calon penyihir masih belum kembali.     

Setelah masuk ke kamar, ia menunjuk ke arah pintu. Asap hijau muncul dan menempel ke pintu tersebut. Setelah itu, ia menunjuk ke lampu minyak di mejanya dan mengirim beberapa bintik-bintik cahaya merah ke dalam lampu.     

CSS!     

Lampu minyak itu menyala, sehingga menerangi seluruh kamar.     

Angele berjalan ke meja dan mengeluarkan semua barang bawaannya, yaitu dua tabung berisi Air Asu, gulungan resep ramuan, dan lengan Hundred-Eye Monster. Semua barang itu diletakkan di meja, kecuali buku berisi pola mantra Belitan Pelindung yang telah dibakarnya, tepat setelah ia menyimpan semua informasi ke dalam chip-nya.     

"Aku tidak bisa sembarangan membawa benda-benda ini di daerah sekolah. Belakangan ini, banyak calon penyihir yang menghilang entah kemana, sehingga aku harus berhati-hati." gumam Angele seraya memasukkan semua benda itu ke meja, kecuali satu tabung Air Asu.     

Tabung kecil itu bersinar di bawah terpaan cahaya api, sehingga air di dalamnya terlihat seperti debu yang bersinar keemasan.     

Angele mengambil tabung itu, menggerakkannya beberapa kali, dan menggosok permukaannya.     

Cahaya merah perlahan menyelimuti telapak tangannya dan memanjat masuk ke dalam tabung. Rune kecil yang sangat rumit muncul pada permukaan kristal yang tembus pandang itu.     

"Mantranya adalah…" Angele membaca rune itu dengan teliti.     

"Jiwa yang kekal akan selalu kembali ke pelukan ibu pertiwi!" Ia membisikkan kalimat itu.     

Saat Angele selesai mengucapkan mantra itu, tutup tabung mulai berputar-putar. Ia mendengar suara aneh saat tutup tabung pecah menjadi enam kelopak berbentuk seperti kaki laba-laba.     

Pemandangan itu nyaris terlihat seperti bunga perak yang telah mekar di atas tabung tersebut.     

Angele memicingkan matanya. Ia menatap keenam kelopak tajam itu seraya menuangkan sedikit Air Asu ke telapak tangannya.     

"Menutuplah," kata Angele dengan santai.     

Kelopak bunga itu perlahan kembali ke bentuk semula menjadi penutup tabung.     

'Menganalisa… Simulasi dimulai. Waktu yang dibutuhkan: 11 jam dan 32 menit.' lapor Zero dengan suara robotnya.     

Angele mengembalikan botol itu ke kantongnya seraya melihat kulitnya menyerap cairan keemasan itu. Kemudian, ia berjalan ke tempat tidur dan duduk bersila.     

Sudah lama ia tidak duduk di kasur, sehingga seprei-nya masih terasa dingin dan basah. Ia duduk di atas kasur tanpa selimut dan menutup matanya. Angele mulai bermeditasi dan mencoba untuk menyerap partikel energi kehidupan di udara, sehingga ia bisa sembuh lebih cepat.     

Seiring waktu berjalan, ruangannya menjadi semakin gelap. Tidak banyak minyak yang tersisa di dalam lampu itu, dan akhirnya minyak itu habis.     

Ruangan itu menjadi gelap.     

'Simulasi selesai. Tingkat kesuksesan adalah 17% hingga 33% dengan bantuan dua porsi Air Asu dan pola mantra bertahan.'     

Suara Zero tiba-tiba bergema dalam pikiran Angele, sehingga remaja itu terbangun. Ia perlahan membuka matanya, dan titik-titik cahaya hijau di sekitarnya menghilang.     

'Bagaimana jika aku berhasil mendapatkan satu porsi Air Asu lagi? Hitung kembali tingkat kesuksesannya.'     

'Menghitung… Tingkat kesuksesan akan meningkat menjadi 47% hingga 59%'     

'Bagaimana jika aku mengkonsumsi Ramuan Mimpi Buruk?' Angele terus bertanya.     

'Efek ramuan tidak diketahui. Membuat simulasi… Menganalisa… Kemungkinan peningkatan kesuksesan, 6% hingga 9%.'     

Angele berhenti bertanya. Beberapa detik kemudian, senyum tersungging di wajahnya.     

Plok! Plok!     

Sekelompok orang berjubah hitam berkumpul di dalam ruangan berdinding kuning. Semuanya membawa segelas wine di tangan masing-masing.     

Mereka sedang melihat wanita tua berjubah hitam dan pria muda berambut cokelat di tengah ruangan.     

Pria muda itu terlihat sedikit malu karena tatapan mereka, namun ia masih mengangkat gelasnya tinggi-tinggi, "Terima kasih telah datang, semuanya. Sebagai murid baru, kuharap kalian bisa membantuku suatu saat nanti. Terima kasih! Bersulanglah!"     

"Bersulang!" Semua mengangkat gelas bersama-sama.     

Kulit wanita tua itu penuh tambalan, seakan-akan tubuhnya adalah boneka lama yang sering dijahit. Wanita itu menghabiskan wine-nya dalam satu teguk, dan meletakkan kembali gelasnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.