Dunia Penyihir

Jejak Pergerakan Musuh (Bagian 2)



Jejak Pergerakan Musuh (Bagian 2)

0Angele tersenyum dan segera berjalan mendekati mereka.     

"Kukira kalian akan lama."     

Lokasinya tidak terlalu jauh." Hikari mengibaskan debu dari jubahnya dan tersenyum. "Lagipula, mereka tidak bisa bertahan melawan serangan dari ramuan-ramuanku."     

"Baiklah, kita hanya perlu menunggu Reyline kembali. Setelah kita berkumpul, akan kuberitahu mengapa aku memanggil kalian." Stigma tersenyum. Senyumnya terlihat misterius.     

"Alasan yang sebenarnya? Lagi?" Angele saling pandang dengan Hikari. Mereka berdua sama-sama ingin tahu.     

Namun, Stigma tidak menjawab. Ia hanya mengubah topik pembicaraan. "Baiklah, perkenalkan, ini adalah saudaraku, Della. Della Unochi." Ia mendorong gadis berjubah merah di sampingnya.     

Wajah Della memerah saat Stigma mendorongnya maju.     

"Uh… Terima kasih telah menolongku dan saudaraku!" Ia terdiam sejenak, lalu membungkuk hormat pada Angele dan Hikari. Ekspresi wajah wanita itu terlihat serius.     

"Menolong? Yah, bisa dibilang begitu." Hikari menatap Della. "Tapi, Stigma tidak benar-benar butuh bantuan kita…"     

Angele tertawa. Walaupun kekuatan mentalnya belum stabil, Stigma adalah seorang penyihir tingkat 3, yang lebih kuat dari rata-rata penyihir. Stigma telah berhasil mencapai cita-cita yang tidak dapat dicapai kebanyakan penyihir seumur hidup mereka.     

"Kami tetap harus berterima kasih. Situasi itu sangat rumit." Della mengangkat tangannya dan kembali membungkuk hormat. Wanita itu sangatlah elegan dan sopan.     

"Kakakmu lebih kuat daripada kami." Angele menatap Della. "Della, kau adalah orang yang baik. Jika kau butuh bantuan, hubungi saja aku. Kau bisa memperlakukanku seperti… kakak, mungkin? Ha." Karena Della adalah sosok terpenting untuk Stigma, Angele memutuskan untuk memperlakukannya dengan baik.     

"Apa? Kakak? Kau bercanda, ya…?" Stigma menggeleng dan tertawa. "Oh iya, apa Reyline masih sibuk bertarung?"     

"Sebentar lagi ia akan sampai. Ia hampir selesai." Hikari mengaktifkan rune komunikasi-nya dan mengirim pesan pada Reyline.     

Wanita itu menutup matanya selama beberapa saat dan mengirimkan beberapa pesan lagi.     

"Iya, sebentar lagi dia sampai. Kita harus sabar."     

Mereka berempat menunggu di tepi tebing.     

Della benar-benar ingin tahu tentang Angele dan Hikari.     

Ia masih tidak percaya bahwa Stigma yang di depannya ini adalah saudara yang selama ini dikenalnya. Gelombang mental Stigma terasa sangat kuat, bahkan mampu membunuh sekelompok pembunuh bayaran dengan mudah.     

Ia berjalan mendekati Angele dan bertanya.     

Della sudah berbincang-bincang dengan Hikari, namun ia tidak mendapatkan informasi, sehingga ia memutuskan untuk bertanya kepada sosok yang ingin menjadi 'kakaknya'.     

"Jadi, kakakku sudah menjadi penyihir resmi bertahun-tahun lalu?"     

"Benar. Aku tidak tahu apa kau menyadarinya atau tidak, tapi…" Angele menatap Della. "Stigma adalah… siscon."     

"Siscon? Apa artinya itu?" Della, Stigma, dan Hikari terlihat bingung.     

"Istilah yang digunakan untuk menyebut seorang saudara laki-laki yang menginginkan hubungan cinta atau… hubungan seksual dengan saudara perempuannya sendiri." Angele menjelaskan.     

"Apa?" Della masih sedikit kebingungan. Setelah beberapa detik, ia akhirnya mengerti. Wajahnya kembali memerah.     

Ia berbalik dan menatap Stigma.     

"Stigma! Benarkah itu?!" Ia berlari mendekati Stigma, seraya mencakar wajah dan menggigit bahu kanannya.     

Stigma mendengus dan terjatuh, sehingga mereka berguling beberapa kali di rerumputan. Della bergelantung pada tubuh Stigma dan menamparnya beberapa kali.     

Stigma tidak menyerang balik, ia justru membiarkan saudaranya itu terus memukulinya. Sepertinya, dari ekspresi wajahnya, ia senang dipukuli adiknya sendiri.     

Della tidak menyadarinya, namun Angele dan Hikari menggeleng saat melihat ekspresi Stigma yang terlampau bahagia.     

Saat mereka asyik bersenda gurau, akhirnya Reyline datang sambil membawa kepala manusia di bahunya. Kepala itu membeku dalam ekspresi datar dan terus mengucurkan darah, sehingga mengotori pakaian Reyline.     

"Ada apa?" Stigma segera menghentikan Della, mencium pipinya, dan berdiri.     

"Tidak apa-apa, ini adalah urusan… organisasi-ku," kata Reyline dengan santai.     

Reyline menjatuhkan kepala itu ke tanah. "Ini adalah tetua dari keluargamu, kan? Aku sudah mencoba mengingatkannya, tapi ia memaksa."     

Kepala itu berguling beberapa kali, sehingga meninggalkan jejak darah di atas rumput. Kepala itu adalah kepala seorang pria tua dengan rambut dan janggut berwarna putih. Matanya terbelalak lebar.     

Awalnya, Della hendak memarahi Stigma karena ia mencium pipinya, namun kepala itu mengalihkan perhatiannya.     

"Tetua Rumble… Orang yang kolot dan kuno…" Ia menatap Reyline. Perasaannya bercampur aduk.     

Rambut pendek berwarna pirang, wajah tampan, dan sikap yang elegan, persis seperti ksatria yang diimpikan wanita remaja.     

"Kau sudah bangun?" Melihat Della, Reyline menyunggingkan senyum kecut. "Halo, namaku Reyline, teman saudaramu. Jika kau mau, panggil saja Rey."     

"Namaku Della, terima kasih sudah menolongku dan kakakku." Della berdiri dan membungkuk hormat.     

"Baiklah, karena semua sudah kembali, aku akan menjelaskan alasanku meminta kalian kemari." Stigma berdeham sebelum angkat bicara.     

"Ha? Kukira kau hanya menyuruh kami menyelesaikan urusan keluargamu." Reyline terlihat bingung.     

"Kalian tahu legenda tentang meja-meja persembahan di sekitar Tebing Neraka, kan?" Stigma melihat sekelilingnya. "Masalah keluargaku tidak ada apa-apanya daripada masalah ini. Aku akan memberitahu ayahku bahwa kita sudah membunuh tetua-tetua keluargaku setelah aku kembali. Aku akan menjadi ketua dewan keluarga. Ah, Hikari dan Reyline, kalian tidak bisa membuat kristal kekuatan mental, kan?"     

Stigma menatap Reyline dan Hikari.     

Mendengar pertanyaan itu, mereka menjadi terkejut.     

"Bagaimana kau bisa tahu?" Hikari menatap Stigma.     

"Mataku." Stigma menunjuk matanya. "Aku bisa melihat banyak hal."     

"Mata Penembus Kenyataan." Ekspresi Reyline berubah. Ia berkata dengan kesal.     

Stigma mengangguk, namun tidak mengatakan apa pun.     

Angele mengetahui fungsi Mata Penembus Kenyataan. Ia menatap Stigma dengan heran.     

"Apa itu Mata Penembus Kenyataan?" tanya Della. Ia tidak pernah mendengar istilah itu.     

"Mata yang bisa melihat menembus dinding dan pakaian." Angele menghela nafas dan menjelaskan. "Saat kau melihat cahaya hitam di sekitar matanya, ia sedang menggunakan teknik itu."     

Della berpikir selama beberapa saat. Wajahnya memerah. Sepertinya, perkataan Angele mengingatkannya pada sesuatu.     

"Stigma!!" teriak Della dengan geram. "Jadi, itukah alasan mengapa kau menunggu di luar kamarku saat aku mandi? Apa kau sudah gila? Apa kau benar-benar menganggap adikmu sendiri seperti itu?!" Lagi-lagi, Della melompat pada pangkuan Stigma dan menggigit pundaknya.     

Crat!     

Terdengar suara seperti pisau yang memotong daging.     

Setelah melihat kejadian itu, Angele mundur beberapa langkah.     

Stigma membuka mulutnya, namun ia tidak berteriak. Sepertinya, Della benar-benar marah, sehingga ia menggigit Stigma dengan kerasnya.     

Kaak!     

Tiba-tiba, terdengar suara dari langit.     

Terkejut, mereka memandang ke atas bersama-sama.     

Seekor elang hitam raksasa terbang berputar-putar. Sayapnya menutupi cahaya matahari.     

Gigitan Della sama sekali tidak sakit bagi Stigma, seorang penyihir berperingkat tinggi, namun gigitan itu masih meninggalkan bekas gigi.     

"Apa itu? Burung itu terbang di atasku dari tadi." Della mendongak dan bertanya.     

Melihat elang itu, ekspresi Stigma berubah serius.     

Ia memandang Angele, dan Angele pun mengangguk. Sepertinya Angele mengerti apa yang sedang terjadi.     

"Reyline, Hikari, kembalilah ke kota bandara dan tunggu kami di sana. Aku dan Angele ada urusan. Kami akan menemui kalian saat urusan kami sudah selesai," kata Stigma.     

"Aku ingin ikut dengan kalian." Della berjalan mengikuti.     

"Tidak, ikutlah Reyline dan Hikari. Jangan khawatir, kami akan baik-baik saja. Kami harus menyingkirkan kecoa-kecoa yang dari tadi membuntuti kita," kata Stigma dengan santai.     

"Apa kau yakin?"     

"Iya."     

Angele mendongak dan menatap elang itu. Tiba-tiba, suara Henn bergema dalam telinganya.     

"Elang Petir… Sudah lama aku tidak melihat makhluk indah itu."     

"Ini bukan waktunya memuji elang. Kau benar-benar kurang ajar, namun kita harus fokus pada Alicia," kata Angele dengan dingin.     

"Sepertinya kau punya banyak rahasia…" Saat mencoba mengendalikan tubuh Angele, sepertinya Henn mendapatkan beberapa informasi.     

"Aku adalah penyihir, jadi aku punya kekuatan spesial. Untuk apa kau terkejut?" Angele tersenyum lembut dan misterius. Tubuhnya seperti dikelilingi oleh aura yang aneh.     

"Terserah kau saja. Aku hanya ingin tahu." Henn tidak peduli. Ia mengerti bahwa Angele tidak akan bisa menyingkirkannya.     

Stigma dan Hikari sudah memutuskan untuk bertemu saat semuanya selesai.     

Hikari, Reyline, dan Della segera pergi ke kota bandara.     

Stigma mendongak dan kembali menatap elang itu.     

"Itu adalah tunggangan penyihir yang menyerangku beberapa waktu lalu. Mari kita cari tempat bertarung yang lebih leluasa."     

"Baiklah." Angele mengangguk perlahan.     

Mereka saling pandang selama beberapa saat.     

Shing!     

Seketika, mereka menghilang.     

Tepat setelah mereka pergi, cahaya petir emas menyambar dan menghancurkan tanah tempat mereka berdiri beberapa detik lalu.     

Duar!     

Petir itu berubah menjadi dua sosok pria berjubah perak.     

Rambut pirang kedua pria itu terlihat seperti lelehan emas yang bersinar di bawah cahaya matahari, sehingga membuat mata emas mereka terlihat semakin indah. Walau kulit mereka pucat, wajah mereka sangat tampan. Pria di sebelah kiri memiliki simbol rune segitiga pada bagian tengah dahinya, sementara pria di sebelah kanan memiliki rune dengan warna dan bentuk seperti bulan sabit.     

"Master Cena, mereka kabur," kata salah satu pria dengan santai.     

"Tidak, mereka mencari tempat di mana mereka bisa bertarung lebih leluasa," jawab pria dengan rune bulan itu seraya melipat tangannya dan melihat sekelilingnya. "Mereka ingin menantang kepala penyihir. Orang-orang memang sudah lupa akan kekuatan Penguasa Bayangan… Inilah mengapa aku benci masa-masa damai…"     

"Kita harus kembali menyebarkan ketakutan dan keputusasaan seperti dulu… Itulah aturan pertama dalam organisasi kita." Pria itu tertawa. "Kita menghabiskan banyak waktu mencari mereka… Tapi, tidak apa-apa… Kita bisa menghabisi mereka di sini."     

"Mungkin kaulah alasan mengapa kita beruntung, semua misi bersamamu menjadi terasa mudah." Pria itu berbalik dan berubah menjadi kilat emas, sebelum akhirnya menghilang.     

Pria kedua tertawa, berbalik, dan ikut menghilang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.