Dunia Penyihir

Perseteruan (Bagian 1)



Perseteruan (Bagian 1)

0"Sepertinya, kau benar-benar tidak tahu apa-apa…" Rumple melepaskan baju zirah kulitnya. Para prajurit segera mundur, dan Oscar tersenyum keji di belakang Rumple.     

"Apa maksudmu?" Reyline mengernyitkan alisnya.     

"Kau datang ke sini tanpa tahu situasinya? Terserahlah, yang penting, aku masih ingat kejadian sepuluh tahun lalu. Aaku tidak akan membiarkanmu kabur kali ini." Rumple menjilat bibirnya dan melambaikan tangan kanannya.     

Para prajurit berpisah menjadi dua kelompok; salah satunya berlari dan menerjang Reyline.     

Rumple mengambil sebuah palu perak kecil dan memutarnya beberapa kali.     

"Selamat tinggal, Reyline." Rumple tertawa dan melemparkan palu itu.     

Shing!     

Palu itu berubah menjadi bayangan perak 0yang tampak buram.     

Ekspresi Reyline berubah kecut. Ia segera mengangkat tangan kanannya.     

Brak!     

Sebuah pelindung perak muncul di depan pria itu dsn menangkis palu Rumple, sehingga palu itu menghilang tanpa jejak.     

Reyline memicingkan matanya, hingga pembuluh darah kehijauan muncul pada permukaan lehernya.     

"Hikari, aku akan melawan orang ini. Bantu Stigma dan saudaranya."     

"Baiklah." Hikari berbalik dan berlari ke arah Stigma.     

Reyline berbalik ke arah lain dan mulai berlari, sementara Rumple mengejar dan terus menyerang dengan palu peraknya. Setiap kali palu itu menyerang pelindung Reyline, palu tersebut akan menghilang. Mereka berlari dengan cepat, sehingga para penyihir lainnya tertinggal di belakang.     

Oscar, bersama dengan kelompok prajurit kedua, berlari ke arah Stigma dan para pembunuh bayaran berjubah hijau yang sedari tadi mengejar mereka.     

"Kau menyusup ke reruntuhan dan mencuri kebanyakan harta itu, kan?" Oscar menatap Stigma. "Ada banyak perwakilan dari organisasi-organisasi besar, dan kau masih berani melakukan itu? Kau tahu kan, kami punya peramal di organisasi kita? Kau tidak akan bisa kabur dari sihir pelacak kami.     

Stigma menggeleng. Ia hendak menjawab.     

Namun, Oscar dan para bawahannya semakin mendekat. Oscar melambaikan tangan kanannya, dan para prajurit mengambil sebuah lentera berwarna putih.     

Lentera itu pun menyala, memunculkan api hijau yang menjilat-jilat ke arah Stigma dan saudaranya.     

"Lentera Kabut?!" Ekspresi Stigma berubah. "Jadi itu alasan kau berani menyerang penyihir satu peringkat di atasmu!"     

"Kami ada di sini untuk menghabiskan waktumu, sementara para penyihir dari organisasi lain mengirim bantuan. Kau tidak akan bisa lari."     

Api hijau dari lentera itu mengepung Stigma. Walaupun ia berusaha melepaskan mantra-mantra untuk memadamkan api itu, api itu terus menyala.     

Bara api itu seperti kutukan yang tidak akan pernah hilang.     

Gelombang-gelombang energi dingin menusuk tubuh Della dan Stigma. Hikari pun terjebak di antara api hijau aneh itu.     

'Kita harus pergi sekarang!' Stigma tahu bahwa walaupun teman-temannya membantu, mereka tidak akan bisa menang melawan sekelompok penyihir itu.     

'Master, sepertinya aku harus menggunakan sihir itu.'     

'Terserah kau saja. Yang penting, segera selesaikan pertarungan ini,' kawab sebuah suara wanita yang berat dan serak.     

'Baik.'     

**     

Angele dan Lyn berlari ke arah Tebing Neraka. Mereka berlari dengan cepat sambil membungkuk agar gerakan mereka menjadi semakin cepat.     

Stigma sedang berdiri di tepi tebing. Ia mengangkat tangannya dan melepaskan kabut hijau ke udara. Di belakangnya, terlihat sebuah bayangan berbentuk wanita berjubah putih.     

Wanita itu memiliki mata tanpa pupil, yang digantikan dengan cahaya hijau.     

"Sialan! Cepat sekali bajingan tua itu sembuh?!' Henn berseru. Ia merasa kaget bercampur marah.     

'Yah, Stigma sudah mencapai tingkat 3, dan ia bisa membantu Arisma sembuh lebih cepat. Sudah pasti sekarang keadaannya lebih baik.' Angele menjawab. Ekspresinya tetap tenang. 'Namun, sekarang orang-orang itu sedang menunggu bantuan. Ini tidak mudah, jadi kita harus menyelesaikan pertarungan ini secepatnya.'     

'Apa kau punya ide?'     

'Aku akan mencoba metode ini.' Cahaya hitam bersinar pada mata Angele.     

Lyn tidak tahu bahwa Angele sedang berbicara dengan Henn.     

Saat Angele dan Lyn sampai, Stigma sedang sibuk bertarung melawan para prajurit berbaju zirah putih milik Oscar. Dalam sepuluh detik, semua prajurit itu terjatuh. Pergerakan mereka sangat lamban seperti adegan film yang telah diperlambat.     

"Racun. Hati-hati, Master!" Lyn mengirim pesan dengan partikel energi.     

"Racun, ya?" Angele segera berhenti, merasakan Lyn menarik lengan bajunya dari belakang. "Tidak apa-apa, Stigma adalah temanku. Bantulah Hikari."     

"Tapi, Master…"     

"Pergilah, aku akan baik-baik saja." Angele menatap Lyn.     

"Baik…"     

Lyn terdiam, namun ia memutuskan untuk menuruti perintah Angrlr. Ia berbalik ke arah kanan dan berlari ke arah Lyn.     

Pertarungan sudah hampir selesai. Angele berjalan mendekati Stigma dengan santai.     

Reyline dan Rumple adalah penyihir tingkat 2, namun mereka memiliki banyak alat dan benda-benda sihir. Kebanyakan benda itu memiliki jarak guna yang panjang, namun dapat diaktifkan hanya dengan sedikit kekuatan mental, sehingga mereka terlihat seperti penyihir tingkat 3 yang melepaskan mantra kuat demi mantra kuat.     

Angele menatap mereka dengan penuh kebencian, lalu menggeleng. Ia juga punya banyak alat sihir, yang sebagian besar adalah pemberian Vivian. Vivian meminta Angele untuk selalu membawa alat sihir ke mana-mana, namun Angele memutuskan untuk tidak terlalu bergantung pada alat-alat tersebut. Lagipula, sihir-sihir yang ia kuasai memiliki kekuatan yang sama. Saat berada di Dunia Mimpi Buruk, ia telah membuat gaya bertarung sendiri, yang tidak memerlukan alat sihir.     

Sisa-sisa potongan tubuh para prajurit berceceran, dan sisi tebing dibanjiri oleh darah.     

Angin dingin dari bawah tebing meniup pergi bau amis darah.     

Stigma menginjak dada Oscar dengan kaki kirinya seraya mengatakan sesuatu.     

Namun, tanpa merasa takut sedikitpun, Oscar tidak menjawab perkataan Stigma. Della, saudara Stigma, bersandar pada tubuhnya. Sepertinya, wanita itu telah pingsan.     

Duar!     

Terdengar suara ledakan di antara Reyline dan Rumple. Seketika, pelindung Rumple hancur berkeping-keping, sehingga ia berbalik dan berlari.     

Dengan bantuan Lyn, Hikari akhirnya berhasil terbebas dari kepungan api hijau tersebut.     

"Kau terlambat." Reyline menoleh ke arah Angele dan mengirim pesan melalui partikel energi.     

"Mari kita mundur dulu." Angele menjawab. Suaranya terdengat berat. "Mereka punya bantuan. Kita harus mencari tempat aman dulu."     

"Kalau begitu, ikut aku." Stigma menggendong Della dengan kedua tangannya dan mulai berlari.     

Ketiga penyihir itu segera mengikutinya.     

Dengan kecepatan tinggi, mereka berlari di tepi tebing. Hikari melemparkan beberapa jebakan di belakang mereka, dan dalam beberapa detik, jebakan tersebut menghilang.     

"Terima kasih banyak, kalian semua. Tanpa bantuan kalian, aku tidak akan bisa kabur semudah ini." Stigma mengirimkan pesan dengan partikel energi.     

"Tapi, kukira ini misi mudah yang hanya melibatkan keluargamu. Dari mana kerumunan-kerumunan ini datang?" Angele mengernyitkan alisnya.     

"Mereka termakan gosip. Mereka mengira saudaraku mencuri harta dari reruntuhan di dekat kota bandara, jadi mereka ingin membunuh saudaraku dan mengambil harta itu." Stigma menjelaskan.     

"Selain itu, sepertinya dalang di balik semua ini berhubungan dengan orang-orang yang menyerang Henn dan Stigma dari belakang." Stigma mengirimkan pesan kepada Angele.     

"Jadi, ada apa ini sebenarnya?" Angele terus bertanya, namun ia tak menjawab perkataan Stigma.     

"Keluargaku, beserta beberapa organisasi lain di sekitar kota, ingin membunuh saudaraku dan mendapatkan sebagian harta. Kejadian ini tidak ada dalam rencanaku, tapi kita bisa menang." Stigma terdengar sangat percaya diri. "Aku hanya butuh bantuan kalian untuk membunuh empat orang."     

"Empat orang? Hanya empat?" Reyline angkat bicara.     

"Iya, empat tetua keluargaku. Merekalah yang membuat keputusan-keputusan utama selama sepuluh tahun ini. Menurutku, lebih baik kita berpencar dan membunuh bajing*n-bajing*n tua itu setelah kita membunuh kecoa-kecoa yang mengikuti kita di belakang. Jika para tetua mati, organisasi-organisasi lainnya akan berhenti mengejar. Masalahnya sekarang adalah pihak Paguyuban Penyihir. Reyline, bisakah kau…"     

"Tidak masalah." Reyline mengangguk. "Aku tidak menyangka bahwa Rumple akan datang kemari. Dia dendam padaku semenjak kejadian beberapa tahun lalu, tapi aku bisa menekan pihak organisasi untuk memaksanya mundur dari urusan ini."     

"Bagus, akan kuberitahu lokasi mereka nanti. Mari kita berpencar. Jangan lupa untuk membunuh para pembunuh bayaran yang tersisa." Stigma melemparkan beberapa lembar gulungan kulit pada keempat penyihir lainnya.     

"Stigma, ini akan menjadi kali terakhir aku menolongmu secara gratis. Aku hanya ingin membalas budi." Reyline memeriksa gulungan itu dan pergi ke arah lain. Mendengar perkataan Reyline, Stigma mengangguk perlahan.     

Hikari menatap Stigma. "Aku bisa melawan para pembunuh itu dengan bantuan teman-temanku dari organisasi peramu."     

Stigma mengambil sebuah patung kecil dari kayu dan melemparkannya pada Hikari. "Terima kasih. Ini adalah hadiah untukmu. Aku yakin kau pasti membutuhkannya."     

Hikari menangkap patung itu dan memeriksanya. Ekspresinya berubah terkejut, dan ia segera pergi ke arah lain.     

Hanya Stigma, Angele, dan Lyn yang tersisa di sana.     

"Aku berhutang budi. Aku tidak butuh hadiah." Angele menghentikan Stigma sebelum pria itu sempat mengatakan apapun.     

Stigma menatap Lyn.     

Angele menoleh ke arah Lyn dan berbicara melalui partikel energi.     

Wanita itu terdiam sesaat, namun ia segera berbalik dan berjalan pergi.     

Angele menyuruh Lyn menunggu di kota bandara. Lyn memutuskan untuk menurut. Jika Angele menyuruhnya melakukan itu, Angele pasti bisa menyelesaikan masalah ini sendirian.     

Setelah Lyn menghilang, Angele mempercepat langkahnya dan mengejar Stigma.     

"Jadi, kembali ke pembicaraan tadi… Kau tidak bohong, kan?" Angele mengernyitkan alisnya.     

"Iya, aku sudah dalam daftar pencarian mereka. Cepat atau lambat, mereka akan tahu kau juga masuk ke Kota Kabut Putih," jawab Stigma.     

"Aku mengerti. Tapi, tentang adikmu… Kau tidak jujur pada kami, kan?"     

Stigma terlihat terkejut, sebelum menyunggingkan senyum kecut. "Iya, ini salahku. Aku tidak mau melibatkan Della, tapi aku tidak menyangka mereka punya peramal dengan sihir pelacak tingkat tinggi."     

"Jujurlah padaku. Penjelasanmu tadi jelas bohong." Angele menggeleng.     

"Baiklah."     

Stigma menceritakan semuanya. Akhirnya, Angele tahu apa yang sebenarnya terjadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.