Dunia Penyihir

Masalah (Bagian 1)



Masalah (Bagian 1)

0Mereka bertiga kembali duduk dan memesan kopi panas.     

Tak lama kemudian, kopi pesanan mereka datang. Ketiga gelas itu mengeluarkan asap putih, sehingga terlihat seperti cerobong berbentuk tabung.     

"Waktunya sudah habis. Sepertinya, Reyline tidak datang." Hikari memeriksa jam sakunya.     

Stigma mengambil gelas kopinya dan meminum seteguk kopi. "Tidak apa-apa, aku ingin meminta tolong. Kita memang teman, tapi tenang saja, aku akan membayar kalian dengan harga yang pantas."     

Angele memegang gelasnya dengan tangan kanan dan memutarnya beberapa kali.     

"Kau butuh bantuan apa? Katakan saja, Stigma. Kita ini teman. Kita sudah berhasil sampai di negeri tengah dengan berjuang bersama. Walaupun hukum utama penyihir adalah pertukaran yang setara, kau tidak perlu khawatir tentang bayaran," kata Angele.     

Hikari menatap Stigma tanpa mengatakan apa-apa.     

"Kuberitahu nanti. Situasi saat ini… sangat rumit." Stigma terdiam sesaat. "Sepertinya, Reyline tidak akan sempat datang."     

"Apa maksud kalian?" Terdengar suara seorang pria dari pintu masuk.     

Ketiga penyihir itu menoleh bersama-sama.     

Di depan pintu masuk, berdiri seorang pria berzirah perak dengan jubah hitam di punggungnya. Rambut pirang dan wajahnya yang tampan benar-benar menarik perhatian. Ia tidak berubah sama sekali semenjak mereka melakukan perjalanan bersama-sama.     

Suara tapak kaki Reyline terdengar nyaring, menunjukkan betapa beratnya zirah yang ia kenakan.     

Ia berjalan mendekati meja dan duduk di sebelah Stigma. Ia melihat sekelilingnya, sebelum akhirnya menatap Angele.     

"Nah, kita sudah di sini. Kupikir kita harus mengunjungi Morissa, bagaimana?" Hikari mengusulkan.     

"Oke."     

"Ayo."     

Angele dan Reyline menyanggupi.     

Stigma menggeleng. "Tidak. Morissa sedang menikmati hidupnya setelah menikah. Dengan bantuan teknik khusus dari keluarga suaminya, ia akhirnya hamil, dan anaknya lahir tanpa masalah. Namun, ia kehilangan separuh kekuatan mentalnya. Sekarang, anaknya sudah berumur 10 tahun. Aku pernah mengunjunginya, namun sekarang ia sudah menjadi seperti wanita lokal paruh baya yang kita temui setiap hari." Stigma tersenyum kecut.     

"Dia sudah tidak menjadi bagian dari kita, namun sepertinya itu adalah pilihan yang baik." Mendengar perkataan Stigma, Hikari terlihat sedikit kecewa.     

"Baijlab, kembali ke topik awal. Kau ingin meminta bantuan apa, Stigma? Kukira kita akan berpetualang di reruntuhan." Angele memotong pembicaraan. "Aku tidak punya banyak waktu."     

Dulu, saat di kapal, Stigma melindungi Angele, sehingga ia terluka parah. Walaupun Stigma melakukan itu demi keselamatan tim, kejadian itu masih sangat membekas pada ingatannya.     

"Sederhana saja. Aku butuh bantuan kalian untuk menyelesaikan masalah keluargaku." Stigma menjelaskan. "Ada lima penyihir terkuat dalam keluargaku. Aku bisa melawan dua, tapi aku butuh bantuan kalian untuk melawan sisanya."     

"Kau mau aku membunuh mereka atau menangkap mereka?" tanya Reyline.     

"Kalau bisa, tangkap mereka. Tapi, jika situasi tidak memungkinkan, bunuh saja." Stigma tertawa.     

"Kapan kita mulai misi ini?" Angele meneguk kopi dari gelasnya.     

"Besok pagi." Stigma menghabiskan kopinya dan membanting gelasnya di atas meja. "Sedikit lebih awal dari rencana pertamaku, tapi situasinya semakin buruk. Bahkan, adikku dianggap sebagai pengkhianat, sehingga ia dikejar-kejar oleh pembunuh bayaran."     

Stigma berdiri. "Mari kita pergi sekarang. Akan kubunuh siapa pun yang berani menyentuh adikku."     

"Dulu, kau telah menyelamatkan hidupku m. Akan kuperlakukan adikmu seperti seorang teman." Angele bersulang dengan Reyline.     

"Benar, aku setuju." Setelah bersulang, Reyline menyadari bahwa dirinya tidak menyukai pria bernama Green itu. Ekspresi Reyline berubah kecut saat ia menatap Angele.     

Hikari menggeleng dan tertawa.     

"Aku bisa mencari penyihir-penyihir dari organisasi peramu untuk menolong. Atau, organisasi-ku bisa menekan keluargamu, bagaimana?"     

"Aku bisa memanggil kelompok prajurit, maksimum 100 penyihir resmi dan 2000 prajurit berpengalaman. Beri tahu aku di mana lokasi keluargamu. Aku bisa membuat perlindungan di sekitarnya." Reyline menatap Angele dengan sebal.     

Angele memutar matanya. "Untuk apa kau melihatku seperti itu…? Organisasi-ku tergolong lemah. Aku tidak punya prajurit bawahan penyihir dan sejenisnya."     

"Jangan melibatkan penyihir dari organisasi-organisasi kalian." Stigma angkat bicara. Ia tampak terkejut. Sepertinya, Hikari dan Stigma adalah anggota organisasi dengan posisi cukup tinggi.     

"Kita hanya sedang berurusan dengan 5 orang penyihir tingkat 2. Menurutku, kita bisa menang walau kita hanya berempat."     

"Baiklah, mari kita pergi sekarang. Butuh waktu untuk sampai ke teritori keluargaku." Stigma mengenakan tudungnya dan menutupi wajahnya dengan sebuah topeng.     

**     

Di antara rerumputan berwarna kuning yang menari mengikuti arah angin, berdiri sebuah rumah berdinding kayu.     

Di dalam rumah itu, Stigma duduk di depan seorang wanita tua berambut putih yang berantakan. Penyihir itu mengenakan jubah panjang berwarna hitam.     

"Ibu, katakan padaku, apa yang terjadi pada adikku?" tanya Stigma seraya berjalan ke arah jendela.     

"Tidak ada apa-apa." Wanita tua itu menggeleng. "Apa kau sudah berkemas? Pergilah, aku tidak peduli apa kau mau pergi ke Sungai Bass atau Molten River, yang penting jangan tinggal di teritori keluarga. Kau akan menjadi sasaran mereka selanjutnya." Suara wanita tua itu terdengar berat dan serak.     

"Pergi? Hah…" Ekspresi Stigma berubah serius. "Jangan khawatir, beritahu saja lokasinya padaku. Aku akan melawan mereka. Ibu, katakan padaku, di mana lokasinya?"     

Wanita tua itu mendongak. Ia menyadari itulah kali pertama Stigma berbicara seperti itu. Senyum lembut yang biasa tersungging di wajah pria itu telah menghilang, digantikan oleh ekspresi yang dingin. Wanita tua itu tidak pernah melihat Stigma bermeditasi atau pun berlatih, namun ia hanya manusia biasa. Ia tidak bisa merasakan bahwa Stigma tidak lagi menyembunyikan kekuatan mentalnya.     

"Jika kau tidak mau mengatakan apa-apa, aku akan mencari lokasinya sendiri." Stigma mengenakan tudungnya dan segera pergi.     

"Jangan khawatir, Della. Kali ini, akulah yang akan melindungimu," gumamnya.     

Stigma mendongak. Ada tiga orang yang sudah menunggu di kejauhan.     

Ia menutup pintu dan berjalan ke arah di mana ketiga temannya berdiri.     

**     

Di Tebing Neraka…     

Di tengah padang rumput kekuningan itu, terdapat sebuah retakan berwarna hitam yang tak berujung. Retakan hitam itu terus mengeluarkan udara dingin dari bawah sana.     

Cahaya matahari bersinar menerangi padang rumput itu, namun tebing itu masih terasa sangat dingin.     

Sebuah titik merah sedang berjalan perlahan menyusuri ujung tebing.     

Di belakang titik merah itu, terdapat tiga titik hijau.     

Kaak!     

Sebuah bayangan hitam melesat cepat di udara, bayangan dari seekor elang hitam yang berputar-putar. Sayap raksasa elang tersebut terkadang menutupi cahaya matahari.     

Titik merah itu menatap elang tersebut dengan penuh kebencian, namun kecepatan pergerakannya telah melambat.     

Titik merah itu adalah seorang wanita muda yang mengenakan pakaian kulit merah yang ketat, dengan rune rumit berbentuk V pada dahinya. Wajahnya pucat, dan rambut hitamnya basah dan kotor setelah diterpa debu dan keringat dingin.     

Nafas wanita itu terengah-engah. Ia terus menatap orang-orang di belakangnya. Darah menetes dari lengan kanan bajunya, menunjukkan bahwa ia terluka parah.     

"Della, Philip sudah pergi ke Molten River. Tidak ada yang bisa menyelamatkanmu sekarang. Ikuti kami dan berikan benda itu. Jika tidak, akan kubunuh semua keluargamu." Terdengar suara seorang pria muda dari belakang.     

Della tidak terlalu peduli dengan perkataan pria itu.     

"Jika benda itu kuberikan padamu, kau akan membunuhku. Kau tidak hanya mau Kadal Bertubuh Separuh, kan? Apa kau lupa bahwa kepala keluarga menyuruhmu untuk membunuhku dan mengambil kadal itu?"     

"Jangan buang-buang waktu!" Pria muda itu sangat geram. Mereka sudah kejar-kejaran selama beberapa hari, sehingga kini mereka kelelahan.     

Pembunuh-pembunuh bayaran dari keluarga itu tidak menyangka bahwa Della dapat bergerak secepat itu, sehingga hanya tiga orang pembunuh yang mampu mengikutinya.     

"Northrend, berhentilah mengejarku. Sudah berkali-kali kukatakan, aku tidak punya benda itu." Della mengirimkan pesan dengan bantuan partikel energi.     

"Hah! Cepat atau lambat, kami akan menangkapmu, Della! Dengarkan aku, kau adalah penyihir yang telah mengabdi lama pada keluarga. Alangkah baiknya jika semua ini berakhir damai. Kau adalah seorang wanita yang cantik. Kau akan tahu apa yang terjadi jika kami berhasil menangkapmu. Ini peringatan terakhir!" Pria bernama Northrend itu berteriak.     

"Jangan coba-coba mengaktifkan rune komunikasi-mu. Gelombang energi dari benda sihirku sudah merusak pergerakan energi di tempat ini, haha!"     

Della menggigit bibirnya. Northrend sudah mengetahui rencananya.     

"Walau dia tahu apa yang terjadi, Philip tidak akan kembali." Northend tertawa. "Menyerah saja, ada seseorang yang menginginkan tubuh dan benda sihirmu. Jika kau kembali, kami tidak akan menyakitimu."     

"Hah? Siapa yang mau?"     

"Pewaris pertama Keluarga Sherman, Master Oscar. Jangan buang-buang waktu kami. Keluargamu sudah memberimu semua bahan yang kau inginkan. Sudah waktunya kau membalas budi." Northend merasa sedikit pusing, sehingga ia tidak menyadari bahwa yang bertanya bukanlah Della.     

Tiba-tiba, Della melompat dan memeluk seorang pria muda berambut hitam.     

"Stigma?" Ketiga pembunuh bayaran berhenti bergerak, dan Northrend memicingkan matanya. "Bagaimana bisa kau tahu tempat ini?"     

"Pertanyaan tidak penting." Stigma mengangkat tangan kanannya ke arah ketiga pembunuh. Di atas telapak tangannya, sebuah pusaran merah muncul dan semakin membesar.     

"Sihir ini…?!" Ekspresi Northrend berubah, dan ia mundur beberapa langkah. "Tiga…"     

Duar!     

Sebelum menyelesaikan perkataannya, Northrend dan kedua pembunuh lainnya terkepung oleh cahaya merah.     

"Kakak…" Della menangis dalam pelukan Stigma, lalu ia mendongak. Entah mengapa, ia percaya bahwa Stigma dapat menyelesaikan masalah ini.     

**     

Di padang rumput…     

Angele dan Lyn berdiri dengan tenang di depan empat penyihir berjubah hijau.     

"Siapa kau? Keluarga kami adalah salah satu keluarga terkuat di kota bandara, dan kami sedang memburu seorang pengkhianat." Mata kiri ketua kelompok itu ditutupi dengan penutup mata berwarna merah. Dengan palu godam hitam di tangan kanannya, ia terlihat lebih mirip bangsa barbar ketimbang seorang penyihir.     

"Ya, ya. Kau sedang mengejar pengkhianat, dan kau bukanlah satu-satunya kelompok pembunuh bayaran. Bla, bla, bla." Angele sama sekali tidak tertarik.     

Ketua kelompok itu mengerutkan bibirnya. "Siapa kau? Pergilah, ini peringatan terakhir kami. Keluarga kami kuat, dan kami bekerja untuk…"     

"Lyn, hajar mereka." Angele mundur selangkah. Ia menyadari bahwa berbicara dengan keempat orang itu hanya akan membuang waktu.     

Lyn mengangguk. Ia mengangkat tangan kanannya dan menciptakan sebuah bola lahar di telapak tangannya. Cahaya merah bola itu menerangi seluruh tubuhnya.     

Gelombang-gelombang panas dari bola itu menyebar ke seluruh penjuru. Rerumputan di bawah kaki mereka telah mengering. Bahkan, beberapa helai rumput sudah terbakar menjadi abu.     

Keempat penyihir berjubah hijau itu mundur. Akhirnya, ia paham bahwa mereka sedang dalam masalah.     

Lyn melemparkan bola lahar itu.     

Bola lahar itu meledak dan mencipratkan banyak tetesan cahaya merah ke seluruh penjuru. Lyn, Angele, dan keempat penyihir itu berada tepat di tengah titik ledakan.     

Cipratan-cipratan lahar panas berhamburan ke mana-mana. Namun, saat cipratan itu melesat ke arah Lyn dan Angele, sebuah pelindung transparan muncul dan melindungi mereka.     

Pelindung itu adalah salah satu kekuatan Lautan Pusat Api. Walaupun cipratan-cipratan lahar panas itu tidak bisa memilih sasaran, cipratan itu tidak cukup kuat untuk menyerang penggunanya. Pengguna Lautan Pusat Api akan memiliki ketahanan panas yang tinggi, sehingga tetesan lahar panas pun tidak akan menyakiti mereka.     

Dalam situasi ini, pertahanan yang baik sama pentingnya dengan penyerangan yang baik.     

Bola lahar itu memiliki jarak serang yang luas dan penyihir yang menggunakannya tidak akan terkena cipratan, sementara musuh yang diserang harus menggunakan pelindung mereka.     

Titik-titik cahaya biru bersinar di depan mata Angele. Ia telah memastikan kekuatan bola lahar Lyn.     

'110 derajat radiasi serangan… Menarik. Walaupun bola lahar ini tidak memerlukan mantra, kekuatan serangannya masih sangat tinggi.'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.