Dunia Penyihir

Pesta Perjamuan (Bagian 1)



Pesta Perjamuan (Bagian 1)

0Malam di kota Rofo sangatlah damai.     

Kereta-kereta kuda berhiaskan berbagai macam dekorasi mahal terparkir di depan manor yang berdiri di selatan kota. Dua orang pelayan yang mengenakan jas biru menunggu dengan sabar di kedua sisi gerbang. Mereka membungkuk hormat pada setiap kereta yang lewat.     

Suara tapak kaki kuda dan roda kereta yang terdengar sangat kencang bercampur aduk. Saat sampai di padang rumput depan manor, mereka segera memelankan laju kereta mereka.     

Cahaya keperakan rembulan menerangi rerumputan hijau di padang rumput itu.     

Perlahan-lahan, sebuah kereta hitam masuk ke daerah manor, menyusuri jalan berwarna putih, dan berputar di sekeliling air mancur berbentuk duyung. Akhirnya, kereta itu berhenti tepat di padang rumput.     

Tap!     

Pintu kereta terbuka.     

Angele, yang mengenakan jubah hitam dengan bordir perak, berjalan turun dari kereta kudanya, diikuti oleh Lyn, yang mengenakan jubah hitam pula. Melalui celah di antara rambut hitam Lyn, Angele dapat melihat leher wanita itu.     

'Sepertinya, inilah tempatnya.' Angele melihat sekelilingnya.     

Kereta-kereta terus masuk dan memenuhi lapangan parkir.     

Seorang wanita yang mengenakan terusan panjang dan hiasan kepala berwarna coklat turun dari kereta di sebelah kanannya. Anting-anting mutiara dan sarung tangan tembus pandang wanita itu membuatnya terlihat ramah dan menawan.     

Menyadari tatapan Angele, wanita itu mengedipkan sebelah mata. Ia berbalik dan pergi bersama pelayannya.     

"Itu adalah Nona Isabella, cucu kedua tetua pertama." Lyn menjelaskan.     

"Baiklah, mari kita pergi ke ruang utama." Angele membersihkan jubahnya dan berjalan menyusuri jalan putih itu.     

Ada sekitar kurang lebih sepuluh kereta yang terparkir di padang rumput itu. Sebagian besar pengunjung diminta untuk turun dari kereta sebelum melalui gerbang itu. Sepertinya, orang-orang di sini diperlakukan berbeda, tergantung status sosial mereka. Mereka yang berstatus sosial lebih rendah tidak diperbolehkan untuk sembarangan berjalan-jalan di dalam manor.     

Saat menyadari keberadaan Angele, dua orang pelayan paruh baya yang berkumis segera mendekatinya.     

"Master Angele?" tanya pelayan berambut merah.     

"Iya, apakah Master Shozo sudah datang?" Angele mengangguk perlahan.     

"Master Shozo akan tiba dalam 20 menit, namun ia hanya bisa tinggal selama 30 menit, karena ia harus mengikuti pertemuan penting di pusat," jawab si pelayan. "Ikutlah denganku."     

"Baiklah." Angele bersama Lyn mengikuti pelayan itu di belakangnya.     

Beberapa tamu lainnya juga disapa langsung oleh para pelayan. Sepertinya, semua tamu di sini adalah sosok-sosok yang berpengaruh.     

Sebagai bentuk penghormatan, tamu-tamu dengan status sosial lebih rendah harus menunggu tamu-tamu berstatus tinggi untuk masuk terlebih dahulu.     

Saat Angele melewati para tamu biasa, mereka tersenyum dan membungkuk dengan hormat. Semua tamu biasa melakukan hal yang sama pada tamu-tamu berstatus sosial tinggi lainnya.     

Di belakang Angele, para tamu sibuk bergosip untuk mencari tahu siapa dia sebenarnya.     

Tiba-tiba, saat Angele hendak menaiki tangga dari batu giok putih, terdengar suara teriakan-teriakan.     

"Suman… Yang benar saja?! Master Shozo benar-benar mengundangnya?! Bagaimana mungkin?!"     

"Iya… Itu benar-benar Suman."     

"Gila! Master Shozo seharusnya…"     

Para tamu berusaha memelankan suara mereka, namun Angele masih dapat mendengar pembicaraan itu.     

"Suman…? Sialan! Apa mau Master Shozo?!" Mendengar nama itu, ekspresi Lyn berubah kecut.     

Angele tidak tahu siapa Suman itu, sehingga ia berbalik dan memutuskan untuk melihat ke arah gerbang.     

Seorang pria muda berbaju hitam, bersama dengan seorang wanita tinggi berbalut terusan hijau yang eksotis, sedang berjalan masuk. Semua pelayan menyingkir untuk memberi jalan pada kedua sosok itu, diikuti oleh para tamu-tamu lainnya.     

Angele berdiri di samping tangga seraya mendengarkan penjelasan Lyn. Saat wanita itu selesai menjelaskan, ekspresinya langsung berubah. Ia kembali menatap pasangan yang semakin dekat itu.     

"Kau pasti Master Angele, kan?" Suara seorang pria terdengar dari belakang.     

"Benar, aku Angele. Anda siapa?" Angele segera berbalik.     

Sosok yang memanggilnya adalah seorang pria berbaju formal serba merah yang ketat, jubah hitam, dan senyum yang ramah. Dua orang penyihir berjubah putih berdiri di belakangnya.     

"Namaku Ivan, cucu dari tetua kedua." Pria itu memperkenalkan dirinya. "Kudengar, Master Vivian telah bertemu kembali dengan anak semata wayangnya. Aku ikut senang."     

"Terima kasih." Angele membalas senyum itu.     

Mereka berbincang-bincang selama beberapa saat di samping agar para tamu lain bisa lewat.     

"Kau tahu siapa Suman sebenarnya, kan? Aku mengerti mengapa Master Shozo mengundang kita, tapi aku tidak tahu mengapa Suman juga diundang." Ivan menatap pasangan itu dan memicingkan matanya.     

Angele mengerutkan bibirnya dan menjawab. "Suman adalah pewaris kepala pertama Kota Seribu Air Terjun, jadi dia adalah musuh kita. Master Shozo adalah murid Master Vivian, dan aku yakin bahwa dia tahu bagaimana situasi saat ini. Melakukan ini sama saja dengan mengundang musuh tepat ke dalam rumah sendiri. Tapi, di sisi lain, kudengar Suman hanyalah seorang manusia biasa. Walaupun kepala pertama telah menghalalkan segala cara, tetap saja dia tidak bisa merasakan adanya partikel energi di udara…"     

"Aku tahu alasannya. Kau lihat wanita berbaju hijau itu?" Ivan mengerutkan bibirnya dan menatap wanita itu. "Namanya Sella, sepupu yang paling dicintai oleh Master Shozo. Sepertinya, Sella jatuh cinta pada makhluk lemah itu. Aku tidak bisa memastikan kebenaran gosip yang bertebaran, namun gosip mengatakan bahwa mereka memiliki hubungan dekat, sehingga Master Shozo ingin menjadikan pesta ini sebagai tes."     

"Menarik," jawab Angele. Ia tampak sedikit terkejut. Lyn tidak mengatakan apa-apa tentang gosip ini.     

"Mari kita masuk ke ruang utama. Tadi, aku melihat Bella sudah masuk. Rasanya, pesta ini diadakan khusus untuk pewaris-pewaris para tetua, ha." Ivan berbalik dan berjalan masuk.     

Angele tidak berjalan bersama Ivan. Ia masih berdiri di sana dan menatap Suman.     

Ekspresi pria itu terlihat sangat sedih, seperti pasien sakit keras yang hanya bisa berbaring di rumah sakit. Bahkan, sepertinya jika ia jatuh, Sella harus membantunya untuk berdiri.     

"Apa anak kecil ini adalah alasan mengapa pihak dewan memutuskan untuk berperang dengan Kota Seribu Air Terjun? Gara-gara makhluk lemah yang merupakan anak kepala pertama ini? Tampaknya dia adalah pekerja keras, namun itu tidak mengubah fakta bahwa ia sama sekali tidak punya bakat." Angele berpaling. "Mari kita pergi saja, Lyn."     

"Baik."     

Mereka menaiki tangga batu giok itu dan pergi ke ruang utama.     

Dua orang pelayan berbaju putih membungkuk hormat saat mereka berada di dekat pintu.     

Angele merasa seolah ia sedang diperiksa saat masuk. Sepertinya, sosok yang memeriksanya itu mencari informasi tentang dirinya sebelum mengirimkan informasi itu kepada beberapa tamu di dalam ruangan itu.     

"Angele Fenrir, selamat datang di perjamuan ini." Suara lembut seorang wanita bergema di seluruh ruangan. Beberapa orang tamu menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu, namun tidak ada yang berani mendekat. Mereka terus berbincang-bincang pada tamu yang mereka kenal.     

Di dalam ruangan berdinding emas itu, para penyihir berpakaian mewah saling berbincang-bincang satu sama lain, namun Ivan menarik paling banyak perhatian dibandingkan dengan tamu-tamu lainnya.     

Ivan, cucu tetua kedua, sedang berbincang-bincang dengan sopan bersama dengan beberapa orang wanita.     

Sementara itu, Isabella, cucu tetua pertama, sedang asyik berbincang-bincang dengan seorang pria tampan berambut pirang. Beberapa orang berusaha memotong pembicaraan mereka, namun para pelayan menghentikan mereka dengan sopan.     

Tiga sosok berjubah hitam dan dua sosok berjubah merah sedang duduk di sofa sambil membicarakan pengubahan dan modifikasi sebuah lingkaran sihir tertentu. Jika dilihat, sepertinya mereka sedang berdebat.     

Para pelayan wanita berlalu lalang masuk dan keluar sambil membawa makanan dan minuman. Para tamu bisa mengambil makanan dan minuman dengan piring masing-masing jika mereka mau. Di ujung ruangan, para tamu berstatus sosial rendah sibuk berbincang-bincang dengan para pelayan. Tampaknya, mereka sudah saling kenal.     

Angele mengerutkan bibirnya, ia membenci tempat seperti ini karena ramai. Ia juga tidak kenal siapa pun di sini. Jika ia tidak diundang langsung oleh Master Shozo, seorang penyihir tingkat 4, mungkin ia tidak akan datang ke acara ini.     

Ia melihat sekelilingnya. Ia melihat meja kosong yang dikelilingi kursi putih di dekat sofa.     

Bersama dengan Lyn, Angele berjalan ke meja kosong itu dan duduk di salah satu kursi.     

Meja itu berada di dekat jendela, sehingga cahaya bulan dapat masuk dan menyinari bagian bawah tubuh Angele. Kontras dengan cahaya perak rembulan pada bagian bawah tubuhnya, bayangan-bayangan hitam membuat wajahnya sulit dilihat.     

Lyn tetap berdiri di samping Angele.     

"Sepertinya, Master Shozo mengadakan pesta ini demi Sella dan Suman." Angele berbisik. "Suman beruntung. Tanpa Sella, ia tidak akan pernah diundang ke pesta seperti ini. Bahkan, kepala pertama tidak mengirim penjaga untuk mengawal Suman. Jangan katakan padaku bahwa Master Shozo punya hubungan dengan kepala pertama."     

"Aku tidak ingin menghina pilihan Master Shozo, namun aku yakin bahwa ia memiliki alasan tersendiri," jawab Lyn.     

"Mungkin." Angele mengakhiri pembicaraan mereka.     

Saat itu juga, Suman dan Sella berjalan masuk ke gerbang, sehingga menarik perhatian semua tamu di sana.     

Dengan ekspresi datar, Suman melihat sekilas para tamu. Di belakang Sella, Angele melihat seorang sosok sedang mengikuti pria itu.     

Pria itu bertubuh tinggi dan memiliki sepasang mata yang bersinar merah. Sinar itu berasal dari Mantra Pasif atau teknik meditasi tingkat tinggi.     

Saat melihat wajah sosok itu, ekspresi Angele berubah.     

'Mincola?!' Pria bertubuh tinggi itu adalah salah satu anggota Menara Penyihir Kegelapan. Angele mengingatnya karena pertarungan mereka saat memperebutkan pin di Hotel Dream sangatlah berkesan. Pria itu membantunya beberapa kali saat ia masih di kota, namun setelah itu, mereka tidak pernah bertemu lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.