Dunia Penyihir

Gerbang Taman Rahasia (Bagian 2)



Gerbang Taman Rahasia (Bagian 2)

0Bau khas daging gosong tercium dari bom-bom jantung yang telah meledak.     

Dalam pertarungan itu, Angele menghabiskan semua bom jantung yang ia miliki. Tiga goresan perak muncul pada wajahnya, hingga membuat kulitnya bersinar perak juga.     

Ia menggenggam pedang besarnya kuat-kuat dan menghunuskan pedang itu ke depan.     

Shing!     

Pedang itu mengecil dan berubah menjadi pedang panjang yang ramping. Pedang ramping sepanjang sekitar 10 meter itu terus berputar-putar.     

Pedang itu membentuk pelindung cahaya melengkung yang mirip seperti kerang tepat di depan Angele.     

Klang!     

Pelindung itu bertabrakan dengan titik hitam, namun titik tersebut berhasil menghentikannya.     

Unos telah menangkis pelindung tersebut dengan scimitar hitam-nya. Ekspresi wajahnya terlihat kecewa.     

"Aku tidak menyangka bahwa kau akan menghalangi sihirku!" Ia sama sekali tidak terluka. Sepertinya, bom-bom jantung tersebut tidak mempan.     

"Aku tahu cara memenangkan pertarungan ini sekarang." Cahaya biru yang menyinari tangan kanan Unos menjadi semakin terang.     

Tiba-tiba, ia mengangkat tangan kanannya dan mengayunkan scimitar hitam itu. Ujung scimitar tersebut menciptakan lengkungan gelombang energi yang sangat kuat.     

Awalnya, gelombang energi itu hanya berukuran satu meter, namun saat gelombang itu mulai bergerak, ukurannya menjadi semakin besar, hingga mencapai 7 meter dalam beberapa detik.     

Tanpa memastikan apakah gelombang energi tersebut tepat sasaran atau tidak, Unos mengambil sebongkah bola kuning seukuran kepalan tangan manusia. Ia melemparkannya dan mengambil bola kuning lainnya.     

Dalam beberapa detik, sepuluh bola kuning melayang di sekitar tubuh Unos. Setiap bola kuning ditandai dengan rune berwarna biru.     

Melihat semua bola itu telah melayang, Unos menggumamkan mantra dengan suara lirih.     

Seketika, bola-bola itu terbuka, seperti bunga yang mekar, dan berubah menjadi manusia kecil bersayap.     

Sayap manusia kecil itu tampak mirip dengan sayap capung, namun sayap mereka bergerak sangat cepat hingga terlihat seperti bayangan buram. Semua manusia kecil itu bertubuh kurus dan tak berbusana. Hanya ada sepasang mata biru pada wajah mereka. Angele tidak tahu apakah makhluk-makhluk itu adalah pria atau wanita.     

Mereka beterbangan di sekitar Unos seperti kerumunan lebah.     

"Serang!" perintah Unos seraya menunjuk Angele.     

Semua manusia kecil itu segera melesat cepat untuk menyerang Angele.     

Jarum-jarum logam yang tajam muncul dari tubuh Angele dan melayang di udara, sementara suhu di sekitar tubuhnya menjadi semakin tinggi. Garis-garis partikel energi merah beterbangan mengitari tubuhnya.     

Dalam beberapa detik, ujung semua jarum itu berubah menjadi merah.     

Ia menunjuk Unos dengan tangan kanannya. Cahaya hitam bersinar di depan matanya.     

Salah satu jarum menyerap energi hitam itu, namun tidak lama kemudian, jarum tersebut kembali normal, sama seperti jarum-jarum lainnya.     

Shing!     

Semua jarum-jarum itu melesat ke arah Unos.     

Jarum-jarum, manusia bersayap, dan gelombang energi hitam saling bertabrakan, namun gelombang dan manusia bersayap itu berhasil menghindar dan terbang tepat ke arah Angele.     

Namun, jarum-jarum logam Angele tetap terbang ke arah Unos.     

Duar! Duar!     

Suara-suara nyaring bergema di sekitar tempat itu.     

Gelombang energi hitam dan serangan para manusia bersayap itu jauh lebih kuat ketimbang bom jantung yang sedari tadi dilemparkan Angele.     

Jarum-jarum Angele menusuk Unos dengan kerasnya. Pria itu sedang berkonsentrasi untuk mengendalikan manusia-manusia bersayap yang ia keluarkan, sehingga ia tidak dapat bertahan melawan serangan Angele. Setelah semua jarum Angele mencapai sasaran, sebuah perisai cahaya hitam langsung hancur berkeping-keping. Namun, tiba-tiba, salah satu jarum Angele melesat cepat, lebih cepat dari jarum-jarum lainnya.     

Cras!     

Unos memiringkan badannya ke samping, namun ia gagal menghindari jarum tersebut. Akhirnya, pundak kirinya tertusuk.     

Debu yang memenuhi udara akibat cepatnya serangan tersebut perlahan-lahan turun ke tanah.     

Sebuah jarum berwarna perak menusuk bahu kiri Unos. Luka itu tidak berdarah, namun pundaknya perlahan menjadi berwarna kelabu akibat efek sihir Angele.     

"Sialan!" Unos segera mengambil beberapa botol kecil berisi cairan dan menuangkan semua cairan tersebut. Tidak lama kemudian, kecepatan penyebaran warna kelabu itu menjadi lambat.     

Kini, Angele tengah berdiri sepuluh meter di depan Unos. Ia menangkis ledakan tersebut dengan pedang besarnya, yang telah kembali ke wujud semula. Wajahnya pucat, namun tidak ada luka pada tubuhnya.     

"Ledakan itu tidak melukaiku secara fisik, tapi kekuatan mentalku berkurang… Bagaimana mungkin?!" Angele terengah-engah. Kekuatan mentalnya yang tersisa hanya sekitar 15 poin. Situasi semakin buruk. Saat manusia-manusia bersayap itu meledak, patung kalajengking-nya aktif, sehingga ia terlindungi dan masih punya kekuatan mental. Namun, kepalanya mulai pusing. Tanpa kalajengking itu, ia pasti sudah pingsan sekarang.     

"Kau cukup hebat. Dari mana kau mempelajari sihir untuk mengubah sebuah objek menjadi batu?" Keringat dingin menetes dari dahi Unos.     

Pertarungan itu terhenti dalam keadaan berimbang. Angele masih berusaha memprediksi apa yang akan dilakukan Unos selanjutnya.     

Sebagai seorang penyihir tingkat 2, Unos mengira bahwa ia akan mampu menang dengan mudah melawan penyihir tingkat 1 seperti Angele.     

"Aku tidak ingin melakukan ini, tapi aku benar-benar harus masuk." Unos mengambil tanduk birunya dan menyentuh tanduk itu.     

Tak!     

Rune-rune berwarna biru muncul pada permukaan tanduk itu dan membentuk pola rumit yang bercahaya. Cahaya biru yang terang itu naik ke tangan Unos dan menjadi lapisan api biru.     

Angele mengangkat tangan kanannya. Cincin peraknya mulai melepaskan cahaya-cahaya emas. Setelah melihat cahaya biru dari alat sihir Unos, ekspresinya berubah kecut.     

Cahaya emas dari alat sihirnya, Cahaya Duri, menjadi lemah karena cahaya biru tersebut, sehingga tidak bisa bergerak atau pun melukai lawannya.     

"Alat sihir itu…" Angele mengerutkan bibirnya seraya menatap tanduk biru tersebut.     

Ia mengambil patung kalajengking dari kantongnya dan mengaktifkan patung itu.     

Shing!     

Tiba-tiba, rune berbentuk kalajengking merah muncul di tengah dahinya.     

"Hah?" Melihat rune itu, Unos pun terdiam. "Tanda rune itu… Jangan katakan bahwa kau adalah…"     

Rune itu mengingatkannya pada seseorang. Dengan ekspresi ketakutan, ia menyentuh tanduk biru di tangannya, sehingga cahaya biru pada tangannya mengecil dan padam.     

"Kau saja yang masuk. Aku menyerah!" Unos tersenyum kecut. "Seharusnya, kuperiksa dulu…" Ia memasukkan tanduk itu ke kantongnya dan segera menghilang di balik kabut.     

Rencana Angele berhasil. Setelah melihat rune itu, Unos menyadari bahwa Vivian adalah ibu Angele.     

Dalam sepuluh detik, kabut biru yang menutupi tempat itu pun menghilang, dan semuanya kembali normal.     

Angele masih berdiri di antara para Penjaga, seakan-akan tidak ada yang terjadi.     

Anggota ketiga keluarga itu masih ada di posisi awal mereka, namun Sarang Elang Biru telah menghilang dari tempat itu.     

Sepertinya, Unos menyuruh bawahannya mundur agar situasi tidak menjadi semakin buruk.     

'Tanduk biru itu… Jika benar-benar aktif, aku harus menggunakan signet-ku untuk melindungi diri dan mencoba bertahan hidup…' Angele menggigit bibirnya, mengingat medan gaya kuat dari alat sihir milik Unos.     

"Master, apa kau baik-baik saja?" Palu hitam Lyn benar-benar berlumuran darah.     

"Aku tidak apa-apa. Apakah semua baik-baik saja?"     

Sebagian besar anggota Penjaga telah terluka, sementara senjata Liv, Lyn, dan Hakeem dipenuhi dengan darah para musuh.     

Wajah Liv terlihat pucat, yang menunjukkan ia telah menggunakan banyak kekuatan mental. "Kabut biru itu pasti berasal dari alat sihir mereka yang bernama Tanduk Elang. Aku tidak menyangka bahwa mereka akan membawa alat itu ke sini."     

"Sekuat apa benda itu?" tanya Angele.     

"Alat itu dapat menyerang sebuah area secara instan," jawab Liv dengan serius.     

"Secara instan…?" Angele menyadari bahwa alat itu jauh lebih kuat ketimbang Cahaya Duri miliknya.     

"Sepertinya, saat mengetahui identitasmu, Unos memutuskan untuk segera kabur. Jika kau terluka atau terbunuh, aku yakin bahwa Master Vivian pasti akan membantai seluruh Sarang Elang Biru. Tapi, di sisi lain, kita tidak bisa melawan kekuatan alat sihir itu. Sejak awal, Unos menyadari betapa berharganya kau bagi organisasi kita, itulah alasan mengapa ia tidak menggunakan tanduk itu pada awal pertarungan," tambah Lyn.     

"Sebentar lagi, kita harus masuk ke taman," kata Angele. Ia tidak memedulikan perkataan Lyn. Ia berpikir bahwa tanpa alat sihir itu, Unos tidak akan bisa menang karena ia memiliki signet darah kuno. Akhir pertarungan tadi tidak dapat diprediksi.     

Namun, Lyn tidak tahu tentang signet darah kuno yang Angele miliki, sehingga wanita itu mengira bahwa Angele akan kalah. Tapi, Angele sendiri tidak terlalu peduli karena ia belajar banyak dari pertarungan itu. Pertarungan itu membuatnya yakin bahwa ia bisa menang melawan penyihir tingkat 2 selama mereka tidak membawa alat-alat sihir yang terlalu kuat.     

Dengan ekspresi tenang, Angele menatap gerbang taman rahasia para peri elemen.     

"Mari kita masuk. Siapa yang mau ikut?"     

Ketiga kepala keluarga terluka, sehingga tidak ada yang mengambil keputusan. Sepertinya, inilah bagian dari rencana Sarang Elang Biru.     

Angele mengajak para Penjaga ke depan gerbang.     

Ketiga remaja segera mundur. Walaupun mereka berada dalam wujud Foreseer, mereka masih takut padanya.     

"Apa kau bersumpah akan menepati janjimu?" tanya Kita sambil menatap wajah Angele dengan mata memicing.     

"Tentu saja." Angele tersenyum lembut.     

Kita menatap anggota ketiga keluarga itu dan menggeleng. "Baiklah, kalau begitu, kau akan kuberi akses masuk."     

Ia berdiskusi dengan kedua temannya, Henry dan Susana. Sepertinya, akhirnya mereka telah mencapai kesepakatan.     

"Bawa satu orang lagi, kami mohon. Waktu kami tidak banyak," kata Kita.     

Angele berpikir selama beberapa saat sebelum akhirnya menjawab. "Lyn, ikut aku."     

"Baik, Master!" Lyn maju selangkah dengan gembira.     

Kita, Susana, dan Henry berbalik dan masuk ke dalam gerbang.     

Dalam sepuluh detik, gelombang-gelombang transparan memenuhi permukaan gerbang.     

"Anda boleh masuk, Tuan-tuan," kata Kita dari dalam.     

Angele mengangguk. Ia menggandeng tangan Lyn dan masuk ke gerbang bersama-sama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.