Dunia Penyihir

Konfrontasi (Bagian 1)



Konfrontasi (Bagian 1)

0Keesokan harinya…     

Lumpur di sekitar sungai vulkanik itu menjadi sangat lembut dan basah setelah terkena hujan deras.     

Pepohonan di gunung seberang berayun perlahan mengikuti arah angin yang dingin.     

Di dalam hutan tersebut, terdapat sebuah tenda besar berwarna abu-abu yang didirikan di tanah kosong di antara pepohonan.     

Beberapa sosok yang mengenakan pakaian serba putih yang ketat sibuk menambahkan kayu bakar pada api unggun dan memutar daging panggang yang sedang dimasak. Bau khas daging panggang menyebar di udara.     

Hari masih sangat pagi. Kabut putih masih menutupi tempat itu.     

Tiba-tiba, pintu tenda dibuka oleh seorang pria tua berambut putih panjang dengan ekspresi dingin.     

Ia mengenakan pakaian putih khas pendekar dan membawa pisau hitam pendek yang tersemat di sabuknya.     

Dua orang segera berdiri dari sisi perapian dan mendekati pria tersebut.     

"Tetua Gill, kita baru saja kehilangan salah satu anggota keluarga kemarin," lapor seorang wanita.     

"Kapan itu terjadi?" Gill memicingkan matanya.     

"Aku sudah mengirim pengintai. Lance pergi ke sungai vulkanik beberapa hari yang lalu, namun dia belum kembali," jawab wanita itu.     

"Sungai vulkanik, ya…" Ekspresi Gill berubah serius. Sebelum sempat mengatakan apa-apa, Gill merasakan adanya pergerakan di balik semak-semak.     

Seorang pria berbaju zirah kulit berwarna merah berjalan keluar dari semak-semak itu sambil membawa scimitar perak di tangannya.     

Ekspresi pria itu terlihat kosong.     

"Kalian Keluarga Spender, kan? Kita harus memutuskan siapa yang akan masuk ke taman itu. Tuan-ku ingin bertemu denganmu di puncak gunung sebelum tengah hari." Pria itu melihat sekelilingnya.     

Tetua Gill mengerutkan bibirnya. Ia tampaknya hendak mengatakan sesuatu.     

Namun, dua orang Tetua lain segera keluar dari tenda dan menghentikannya.     

Wajah Gill memerah. Nafasnya terengah-engah karena menahan marah.     

Karena khawatir dengan situasi dan kondisi para tetua, orang-orang di sekitar perapian pun menjadi takut.     

Salah satu tetua menghela nafas dan maju selangkah.     

"Katakan pada Master Loffy bahwa kita akan ke sana," jawabnya dengan lantang.     

"Bagus, sepertinya matamu belum rabun karena amarah." Pria itu mengangguk. "Akan kukirimkan pesan ini pada Tuan Loffy." Ia berbalik melompat ke dalam semak belukar, dan menghilang.     

Duar!     

Lubang besar muncul pada tanah lapang di samping tenda. Ledakan itu adalah ledakan partikel energi.     

Tetua Gill menurunkan tangannya, ia benar-benar marah, sangat marah hingga harus mencari cara untuk melepaskan amarahnya.     

"Mereka sudah dapat tempat, tapi mereka masih mau lagi? Dasar bajingan…"     

"Musuh kita adalah pewaris pertama Sarang Elang Biru… Mereka jauh lebih kuat dari kita…" Tetua di samping Gill menghela nafas. Perasaannya bercampur aduk. "Di pertarungan kemarin, kita kehilangan beberapa anggota keluarga, dua di antaranya adalah Yetua, sementara yang lainnya terluka parah… Sekarang, kita adalah keluarga terlemah di antara ketiga keluarga…"     

"Master Karl benar. Kita harus tenang. Jika ada yang terjadi saat pertemuan itu, mereka pasti akan mencoba membantai seluruh keluarga kita. Master Kita masih di dalam taman, jadi masih ada harapan untuk kita." Tetua di sebelah kanan mengangguk perlahan.     

"Benar." Karl menggigit bibirnya dan menghela nafas. "Saat ini, prioritas kita adalah menjaga agar kita tetap aman saat ia keluar dari taman. Walaupun hubungan antar kepala keluarga sangatlah buruk, sebagai pewaris pertama, Kita mengenal baik pewaris pertama keluarga lainnya. Mungkin, inilah kesempatan kita."     

Gill menarik nafas dalam-dalam, akhirnya ia berhasil menenangkan diri setelah beberapa menit. "Baiklah, aku tahu apa yang harus kita lakukan. Kita punya dua tempat, namun Sarang Elang Biru telah melanggar kontrak. Yah, kita harus pergi ke pertemuan sekarang. Aku ingin tahu apa yang mereka rencanakan."     

"Kita hanya perlu melindungi Kita dan menunggu akhir semua ini." Karl mengangguk. "Mari kita pergi."     

Gill mengangkat tangannya dan menunjuk ke puncak gunung.     

Seluruh anggota keluarga segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan pendek.     

**     

Tes!     

Dedaunan kering berserakan pada tanah yang basah dan penuh kubangan lumpur. Saat Angele berjalan di atasnya, air hitam berlumpur terus merembes di antara dedaunan tersebut.     

Tanpa memedulikan hal itu, ia terus berjalan.     

Daun-dau kering berwarna hitam berserakan di antara pepohonan, hingga terlihat seperti karpet yang kasar.     

Angele berada di tengah kelompok yang sedang berjalan pada jalan sempit dalam lautan pepohonan berwarna hijau tua. Dari kejauhan, mereka seperti semut-semut hitam yang bergerak di atas karpet hitam.     

Lance Spender berjalan di depan.     

"Kita hampir sampai. Harta itu berada di puncak gunung ini." Klar Lance khawatir jika Angele akan membunuhnya setelah mereka sampai.     

Angele tidak terlalu memedulikan Lance. Ia terus memeriksa keadaan sekelilingnya dengan seksama. Hakeem dan Lyn berjalan di belakangnya, sementara Liv berjalan di paling belakang sambil membaca buku.     

"Aku suka tempat ini." Angele menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak mencium bau belerang sama sekali. Udara di tempat itu terasa sangat menyegarkan.     

"Master, tanaman di tempat ini mampu menyaring udara. Itulah alasan mengapa Anda tidak mencium bau belerang di sini." Lance menjelaskan.     

"Begitu, ya?" Angele menatap rerumputan berwarna cokelat di bawah pohon-pohon. "Aku ingin tahu, bagaimana kau bisa mengetahui lokasi taman para peri itu?"     

"Akan kujelaskan." Lance memelankan langkahnya dan berjalan di samping Angele. "Ada tiga keluarga besar yang menguasai daerah kota di dekat pegunungan ini. Ketiga keluarga memiliki hubungan yang sangat buruk, namun Kita, pewaris pertama keluarga, sama sekali tidak peduli dengan masalah ini, sehingga ia cukup dekat dengan pewaris kedua keluarga lainnya. Biasanya, mereka berpesta perjamuan di puncak gunung. Sekitar enam bulan lalu, mereka tidak sengaja menemukan taman para peri elemen dan masuk bersama-sama. Ketiga keluarga mengira mereka telah tersesat atau hilang, sehingga kita mengirim beberapa tim penyelamat, namun tim menemukan gerbang ke taman itu. Kita yakin, taman itu adalah taman para peri elemen, rune-rune pada pintu taman itu adalah buktinya."     

Lance terdiam sesaat. "Maaf, aku lupa mengatakan bahwa kedua keluarga lainnya bernama Keluarga Morgan dan Keluarga Philip. Situasi ketiga keluarga sangat rumit, sehingga tetua dari ketiga keluarga memutuskan untuk bertarung demi mendapatkan hak untuk masuk. Sayangnya, setelah beberapa saat, mereka sadar bahwa pintu taman tidak bisa dibuka, sehingga mereka harus menunggu ketiga pewaris keluar dulu. Jadi, ketiga keluarga itu memutuskan untuk gencatan senjata dan fokus memeriksa gerbang. Sayangnya…"     

"Ada apa?" Angele mengernyitkan alisnya. "Katakan saja."     

"Ada pihak luar yang masuk ke dalam konflik itu…" Lance tersenyum kecut.     

**     

Di puncak gunung…     

Tiga kelompok sedang berdiri di depan gerbang yang bertekstur seperti cermin perak.     

Permukaan pintu itu memantulkan langit yang kelabu dan berawan. Tidak terlihat adanya obyek apapun di balik gerbang yang berdiri di atas batu besar tersebut.     

Di dekat gerbang, berseberangan dengan ketiga keluarga, terdapat sekelompok orang berjubah biru.     

Ada sekitar 20 orang penyihir berjubah biru, yang terpisah menjadi tiga kelompok untuk melindungi kursi kayu di tengah.     

Seorang pria tampan duduk di kursi tersebut. Telinganya berbentuk seperti sayap berwarna abu-abu.     

Hari masih sangat gelap. Awan tebal masih menutupi cahaya matahari.     

Pria itu menggunakan tangan kanannya untuk memangku dagunya. Dengan senyum lembut, ia menatap masing-masing anggota ketiga keluarga. Bulu burung pada telinganya bergerak-gerak tertiup angin.     

"Jadi, semuanya sudah di sini?" Ia berdiri. "Mari kita memutuskan siapa yang bisa masuk ke taman."     

Anggota Keluarga Spender mengenakan pakaian serba putih. Ketiga tetua berdiri di depan.     

Keluarga Morgan mengenakan pakaian serba kuning muda. Mereka dipimpin oleh lima tetua.     

Anggota Keluarga Philip juga mengenakan pakaian putih, namun mereka diketuai oleh tiga pria tua dan satu pria muda. Tangan salah satu pria tua tertekuk dengan sudut aneh, yang menunjukkan bahwa ia telah terluka.     

Melihat tidak ada yang menjawab, ekspresi pria itu berubah.     

"Jika kalian tidak mempunyai usul, akan kuputuskan saja. Bagaimana jika kita memutuskan siapa yang akan masuk dengan pertarungan? Pemenang akan mendapatkan slot terakhir untuk keluarganya, bagaimana? Tunggu, jangan lupa. Jangan terlalu percaya diri. Jika kau tahu lawanmu lebih kuat, mundur saja. Ha."     

Perkataan pria itu sama sekali tidak mengubah situasi.     

Para perwakilan keluarga itu menyadari bahwa memenangkan kompetisi bukanlah hal terpenting, karena mereka tidak terlalu menginginkan berkat dari taman tersebut. Yang mereka inginkan hanyalah bahan-bahan dan benda langka dalam taman tersebut. Bahan-bahan yang dapat diambil dari taman tersebut mampu menyokong keuangan sebuah keluarga selama bertahun-tahun. Ini jauh lebih berharga ketimbang berkat dari taman tersebut.     

Inilah alasan mengapa ketiga keluarga tidak mau mengalah.     

Spender, keluarga terlemah, memahami bahwa pria itu berusaha menyuruh mereka mundur.     

"Tidak apa-apa."     

"Kita mulai saja."     

Perwakilan Keluarga Morgan dan Keluarga Philip langsung setuju.     

Tetua Keluarga Spender, Gill, menatap pria tua botak yang berdiri di depan Keluarga Morgan.     

"Christopher, apa kau benar-benar mau melakukan ini?" tanya Gill.     

Pria botak bernama Christopher itu hanya tertawa. Ia tidak menjawab, dan hanya melihat pria yang duduk di kursi tersebut.     

Gill menggeleng dan melihat Keluarga Philip. Wanita muda di depan keluarga tersebut tidak bergeming. Ekspresinya tampak kosong.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.