Dunia Penyihir

Petualangan dan Pemikiran (Bagian 1)



Petualangan dan Pemikiran (Bagian 1)

0Shing!     

Gelombang-gelombang transparan kembali muncul di atas tempat tidur.     

Perlahan-lahan, gelombang itu menghilang, dan seorang pria yang sedang duduk bersila perlahan muncul di atas tempat tidur.     

Angele perlahan membuka matanya. Kepalanya terasa pusing.     

Tempat itu benar-benar sunyi. Bahkan, tidak terdengar suara aliran lahar panas dari lorong-lorong.     

Angele mengernyitkan alisnya dan melompat turun dari tempat tidur.     

Ia menarik scimitar terkutuk-nya dan menambah kekuatannya. Energi hijau pedang itu naik ke pergelangan tangannya.     

'Perasaan tidak asing ini… Aroma ini… membuatku takut dan gembira…' Angele memicingkan matanya. Rasa takut mengunjungi dunia baru membuat jantungnya berdegup kencang.     

Momen-momen seperti inilah yang ditunggu-tunggunya. Inilah alasan utamanya menjadi penyihir.     

Kamar tidur tempatnya berdiri sekarang sangatlah sunyi. Tidak ada apa pun selain gumpalan-gumpalan asap merah.     

Dengan hati-hati, Angele berjalan mendekati pintu dan membukanya.     

Kriet…     

Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan lorong berdinding merah yang gelap.     

Angele tidak langsunh keluar, namun ia menunggu di dekat pintu dan mengintip sejenak.     

Ia tidak mendeteksi pergerakan di luar.     

Ia menyentuh kantongnya, dan rune berbentuk kalajengking muncul di dahinya. Setelah itu, ia mengambil cincin Cahaya Duri dan memegangnya erat-erat.     

Setelah semuanya siap, ia melompat keluar ruangan.     

Tap!     

Ia mendarat di lorong dengan aman.     

Lorong itu juga dipenuhi asap merah, sehingga jarak pandang menjadi sangat pendek.     

Angele menarik nafas dalam-dalam. Bau belerang gunung berapi telah benar-benar hilang.     

Tang!     

Terdengar suara seperti palu logam yang menghantam dinding.     

'Apa itu suara lonceng…?' Terkejut, Angele segera melindungi tubuhnya dengan lapisan tipis cairan logam.     

Tang!     

Lonceng itu kembali berdering. Suaranya yang nyaring bergema di seluruh lorong.     

"Lonceng itu ada di dekat sini." Angele berjalan perlahan mengikuti arah suara itu.     

Lorong itu akan membawanya ke daerah-daerah lain di reruntuhan ini, namun ia harus berhati-hati karena jarak pandang sangatlah minim.     

Dengan hati-hati, ia berbelok ke kiri dan memasuki lorong lain.     

Beberapa detik berlalu. Akhirnya, ia menemukan sumber suara lonceng itu.     

Di sisi kiri lorong, berdiri sebuah jam lemari antik yang sangat besar. Bagian kayu jam itu berwarna merah, sementara bordir jam berwarna putih, sehingga sangat kontras dan menarik perhatian.     

Struktur jam itu sangatlah aneh. Pada bagian bawah jam, terdapat sebuah palu yang terus menabrak lempengan logam merah. Lempeng dan palu itulah sumber suara yang sedari tadi didengarnya.     

Angele berhenti di depan jam itu dan mengusap permukaannya, yang terasa dingin dan halus.     

Ia mengernyitkan alisnya dan segera melanjutkan perjalanan. Rune aneh yang ia dapatkan dari pintu terlarang di reruntuhan itu menariknya menuju ke lokasi tertentu.     

Suara denting jam itu membuatnya merasa bahwa ada yang tidak beres, bahkan setelah ia melewati beberapa lorong dan jauh dari jam itu.     

Tang! Tang! Tang! Tang!     

Tiba-tiba, suara jam itu menjadi semakin keras.     

Tang! Tang! Tang! Tang! Tang! Tang! Tang! Tang!     

Suaranya sangat keras dan tidak beraturan, seperti ada seseorang yang mengetuk jam itu dengan sengaja.     

Ia menarik pedangnya, berbalik, dan berlari kembali ke tempat jam lemari antik itu.     

Tap! Tap!     

Suara langkah kakinya bergema di lorong, mengiringi suara lonceng yang semakin keras. Sepertinya, lonceng jam itu ingin mengatakan sesuatu.     

Ia merunduk dan menganalisa tempat itu dengan bantuan Zero.     

Saat mendekati ujung lorong, ia memelankan langkahnya.     

Ia berbalik dan berlari ke lorong di mana jam antik itu berada.     

Tiba-tiba, suara jam antik itu menghilang seketika.     

Lorong itu menjadi hening dan kosong. Jam antik itu pun telah menghilang tanpa jejak.     

Css! Tsk!     

Terdengar suara seperti radio yang berganti frekuensi.     

"Namanya Coleman, dan pencapaian terbesar dalam hidupnya adalah ramuan Suara Terakhir Coleman. Ayah bilang bahwa aku akan menjadi legenda dalam sejarah. Aku yakin bahwa…"     

Suara aneh itu bergema dalam telinga Angele. Ia mundur beberapa langkah, dan ekspresinya berubah aneh.     

Suara yang terdengar m seperti suara anak lelaki yang masih belia itu muncul entah dari mana.     

"Coleman suka makan kacang kastanye. Coleman suka minum jus buah beri. Coleman ingin tidur kapan pun ia mau…"     

Suara anak kecil itu kini terdengar imut.     

Ekspresi Angele berubah serius. Ia terus berlari, sementara suara itu terus terdengar hingga memekakkan telinga. Ia merasa seperti otaknya ditusuk oleh banyak garpu.     

"Ah.. aku tidak sengaja menusuk ayahku. Dia mengeluarkan banyak darah. Akankah dia mati? Tidak, tidak apa-apa. Aku bisa mengubah tubuhnya, dan Ayah akan hidup selamanya!"     

"Kenapa mereka takut padaku? Aku imut dan baik, kan? Aku benci mereka! Aku benci orang-orang dewasa yang menyebalkan itu!"     

Suara anak itu semakin mengecil dan menghilang setelah Angele berlari jauh dari lorong itu.     

Setelah merasakan suara anak itu berhenti, Angele segera berhenti berlari. Wajahnya penuh keringat dingin.     

Jalan di depan sangat gelap. Saat ia menoleh ke belakang, ia hanya melihat kegelapan yang tak berujung.     

Ia tidak tahu tempatnya saat ini. Tadi, ia fokus berlari menghindari suara yang akan membunuhnya itu, sehingga ia tidak bisa berpikir jernih. Ia berlari dari tempat itu karena seorang penyihir harus fokus agar bisa melawan ancaman di depan mereka.     

'Zero, tunjukkan peta tempat ini padaku.'     

'Memeriksa peta… Peringatan! Peringatan! Rute baru terdeteksi…'     

Di depan mata kirinya, muncul sebuah peta biru berlabel 'Peta Reruntuhan Versi Awal.'     

Di depan mata kanannya, muncul sebuah peta merah yang menunjukkan rute-rute baru yang belum pernah dilihatnya sebelum ia pergi ke Dunia Mimpi Buruk.     

Angele membandingkan kedua peta itu dengan teliti. Satu-satunya tempat yang dikenalnya dari peta kedua adalah lorong kamar.     

Ternyata, di peta kedua, rute yang harus ia lalui hanyalah garis lurus.     

Ia yakin bahwa ia telah berputar-putar dan berbelok beberapa kali saat berlari dari suara itu.     

Setelah membandingkan kedua peta itu, ia menyadari bahwa kedua peta itu benar-benar berbeda jauh.     

Ia menarik nafas dalam-dalam, menenangkan diri, dan memeriksa keadaan sekelilingnya, namun ia tidak mendeteksi keberadaan gelombang energi aneh.     

Ia menggenggam scimitar-nya kuat-kuat dan berjalan maju.     

Beberapa menit kemudian, ia melihat sebuah lukisan yang tergantung di dinding lorong sebelah kanannya. Lukisan itu sangatlah indah; warnanya terang, ujung-ujungnya berwarna keemasan, dan piguranya bersih.     

Angele berdiri di depan lukisan itu dan melihatnya dengan seksama.     

Lukisan itu menggambarkan sebuah kota, dengan dua sosok gambar manusia yang terlihat seperti hasil gambaran anak kecil. Tidak ada mata, hidung, dan mulut pada gambaran 'manusia' itu, sehingga terlihat gambar itu tampak sangat mencolok di antara lukisan kota yang sangat indah di belakangnya.     

Tiba-tiba, kedua gambar manusia itu mulai bergerak-gerak.     

Kedua manusia itu saling bergandengan dan berjalan-jalan menyusuri kota.     

"Ah… anak-anakku… Kalian mau pergi ke mana? Kembalilah… Kembalilah ke rumah… Jangan pergi…"     

Suara lembut seorang wanita bergema di lorong. Suara itu terdengar seperti wanita yang sedang menggumam dan bernyanyi.     

Angele melihat sekelilingnya. Tempat itu benar-benar kosong; tidak ada satu makhluk pun yang hidup di sana.     

Perasaan merinding membuat bulu kuduknya berdiri.     

Ia memutuskan untuk terus berjalan. Perlahan-lahan, suara misterius wanita itu menghilang.     

Di ujung lorong, terdapat pintu berwarna merah jambu yang terbuka sedikit. Cahaya putih bersinar terang dari pintu itu.     

Perlahan-lahan, ia mendekati pintu itu dan mengintip ke dalam.     

Di sisi kiri ruangan, terdapat dua ekor kucing yang sedang bermain catur. Kedua kucing itu berbulu putih, namun mereka tidak memiliki kaki kucing, melainkan empat tangan manusia yang kekar dan berkulit cokelat.     

Kedua kucing itu memindahkan dan mengambil pion-pion catur dengan tangan mereka.     

Kedua kucing benar-benar fokus dengan permainan mereka, sehingga mereka tidak menyadari adanya seorang penyihir tepat di luar pintu.     

Dengan menggunakan teknik persembunyian, Angele segera masuk dan berjalan ke sisi kanan ruangan.     

Setelah mengetahui betapa berbahayanya dunia ini, Angele akhirnya memutuskan untuk tidak mengagetkan kedua kucing itu. Ia yakin bahwa tempat ini lebih berbahaya dari Dunia Mimpi Buruk yang dikunjunginya di teritori Enam Cincin beberapa waktu lalu. Waktu itu saja ia nyaris mati.     

Walaupun ia jauh lebih kuat, ia tidak ingin mempertaruhkan nyawanya dan mencoba melawan kedua hewan mutan, mengingat bagaimana kura-kura di danau dulu nyaris mengubahnya menjadi batu.     

Saat Angele masuk, kedua kucing masih fokus pada papan catur mereka. Ini menunjukkan bahwa teknik persembunyiannya telah berhasil.     

Setelah beberapa saat, ia akhirnya berhasil sampai ke seberang ruangan dengan selamat. Ia membuka pintu di ujung ruangan dan masuk ke lorong.     

Angele menyadari bahwa tempat ini adalah ruang berlatih sihir. Gumpalan asap merah tebal masih menghalangi pandangannya.     

Di sebelah kiri, ia melihat dinding yang penuh dengan sulur-sulur hitam; wajah seorang wanita terukir di bagian tengahnya.     

Dinding dengan ukiran seperti itu dapat menyerap sihir-sihir kuat, sehingga cocok digunakan sebagai bahan ruang berlatih sihir.     

Saat mendekati ukiran itu, Angele menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda.     

Tiba-tiba, mata ukiran wajah itu berputar beberapa kali sebelum akhirnya menatapnya.     

"Selamat datang di duniaku, tamuku yang terhormat." Ukiran wajah itu membuka mulutnya dan menyapa Angele dengan bahasa universal kuno. Suara wanita itu terdengar serak, namun melengking.     

"Mendekatlah. Jangan khawatir, aku tidak akan menyakitimu."     

Angele menjilat bibirnya yang kering, kemudian ia menggenggam scimitar-nya dan berjalan mendekati ukiran itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.