Dunia Penyihir

Kecelakaan (Bagian 2)



Kecelakaan (Bagian 2)

0Keberadaan Henn membawa semakin banyak masalah. Angele tidak punya waktu untuk meramu, mempelajari darah kuno, atau memasuki Dunia Mimpi Buruk.     

Ia berjalan ke perpustakaan sambil membawa patung kristal pemberian Vivian di kantongnya. Ia sedang berpikir, apakah ada cara lain untuk berkomunikasi dengan Henn. Dengan hati-hati, ia mengambil kotak hitam yang didapatkannya di Kota Kabut Putih dan membukanya.     

Di dalam kotak itu, terdapat gumpalan asap hitam.     

'Green, dasar kau bajing*n kecil…'     

Tak!     

Angele menutup kotak itu.     

Suara Henn menghilang.     

Ia kembali membuka kotak itu.     

'Green, apa kau sedang mencari masalah?!' Suara Henn bergema dalam telinganya. 'Sudah kubilang, benda ini akan membuat jiwamu menjadi lemah.'     

'Benda ini mungkin tidak baik untukmu, tapi aku sangat terbantu karena benda ini,' jawab Angele. Ia tidak peduli dengan amarah Henn. 'Keadaan ini lebih baik bagiku. Aku butuh privasi, dan kotak ini tidak bisa dibuang. Bagaimana menurutmu?'     

'Apa kau serius? Kau mempermasalahkan privasi sekarang?' Henn terdiam sesaat. 'Baiklah, tapi kau harus berjanji akan mengizinkanku mengakses gelombang mental-mu setiap beberapa waktu. Jika tidak, akan ada masalah besar.'     

'Baiklah.' Angele menyetujui permintaan Henn. Ia tidak menyangka bahwa wanita itu akan memahami posisinya dengan mudah.     

Ia menutup kotak itu dan segera mengambil patung pemberian Vivian. Setelah memeriksa patung itu, ia menemukan sebuah saklar pada ujung ekor kalajengking.     

Angele menekan saklar itu dan meminta Zero untuk menganalisa alat sihir tersebut.     

Nama alat itu adalah 'Spike Scorpion'. Fungsinya adalah untuk memblokir gelombang mental asing, kekuatan jiwa, dan sihir pelacak. Alat itu dapat menangkis dan membalikkan serangan dengan kekuatan tertentu.     

Setelah selesai menganalisa, ia segera masuk ke perpustakaan. Setiap rak dilindungi oleh medan pelindung dari energi, sehingga Angele hanya bisa melihat dua rak pertama. Sebagian besar buku yang tersimpan di sana berisi teori-teori dan biografi petualangan seorang penyihir.     

Angele membaca beberapa buku, namun ia tidak menemukan buku yang penting.     

Ia ingin melihat apakah ada pola sihir tingkat 2 di perpustakaan ini.     

Namun, sihir tingkat 2 sepertinya terlalu lemah untuk Vivian. Sebagian besar teori-teori dalam buku-buku itu sangat sulit dipahami. Selain itu, Angele tidak punya teori yang dibutuhkan untuk mencoba mempelajarinya.     

Tiba-tiba, ia mengingat ada sebuah batu raksasa di dalam salah satu ruangan yang dilihatnya saat berkeliling. Gelombang energi dari batu itu terasa tidak asing.     

'Sepertinya, batu itu adalah World Stone.' pikirnya.     

Ia memeriksa peta dengan bantuan chip-nya dan segera berjalan ke ruangan tempat batu itu.     

Melalui pintu kaca, ia dapat melihat isi ruangan itu dengan jelas.     

Rune dan benang-benang rumit menutupi batu merah raksasa itu. Di sisi ruangan itu, terdapat sebuah lorong besar.     

Pada ujung lorong itu, terdapat sebuah pintu hitam berukiran emas.     

Angele ingin mengamati batu itu, namun entah mengapa, tatapannya terpaku pada pintu itu.     

Ia teringat akan perkataan Vivian.     

"Pintu itu tampak seperti ukiran di atas batu besar. Sepertinya, itu hanya dekorasi, karena pintu itu tidak bisa dibuka. Kemungkinan besar, pemilik asli reruntuhan ini meninggalkannya di sana. Jangan coba-coba membuka pintu, dan jangan masuk ke lorong itu. Sepertinya, apa pun yang ada di belakang pintu itu sangat berbahaya," kata Vivian.     

Angele berkedip. Signet ilusi di tangan kirinya terasa berdenyut cepat, seakan mampu merasakan bahwa lorong itu memiliki hubungan dengan darah kuno di dalam tubuhnya.     

Vivian telah melarangnya masuk ke lorong itu. Lorong itu adalah salah satu daerah terlarang, dan tempat itu memiliki banyak rahasia yang masih belum diketahui.     

Namun, Angele benar-benar tertarik dengan lorong itu. Ia tidak mampu berhenti menatapnya.     

Sesuatu terasa tidak asing dari tempat itu.     

'Perasaan ini sama seperti perasaan saat signet-ku terbangun!' Akhirnya, Angele menemukan jawabannya.     

'Aku tidak tahu apakah signet yang telah melemah ini bisa membantuku masuk ke Dunia Mimpi Buruk sekali lagi. Sepertinya, inilah kesempatanku,' pikirnya seraya menatap lorong itu.     

'Zero, periksa gelombang energi di dalam ruangan itu dan lakukan simulasi untukku.     

'Misi telah dibuat. Memulai simulasi…' lapor Zero.     

Angele mendorong pintu itu dan berjalan masuk. Titik-titik cahaya biru muncul di depan matanya.     

Beberapa detik kemudian, ia tersenyum kecut.     

'Yah, sepertinya aku harus pergi ke sana.'     

Vivian pasti tidak akan memperbolehkannya masuk ke tempat terlarang itu saat ia kembali. Sepertinya, gelombang energi misterius itu hanya akan muncul jika ia sendirian. Saat ia masuk bersama Vivian, gelombang itu tidak muncul sama sekali.     

Dunia Mimpi Buruk tergolong berbahaya, namun di sana ada banyak sekali kesempatan yang tidak bisa dibuang begitu saja. Saat ini, ia ingin mendapatkan kemampuan untuk masuk ke dunia itu tanpa kehilangan signet-nya.     

Setelah memutuskan untuk masuk, ia memeriksa semua senjatanya untuk memastikan bahwa ia bisa menarik scimitar terkutuknya secepat mungkin.     

Ia berjalan masuk ke lorong, namun tidak ada yang terjadi.     

Saat ia semakin dekat dengan pintu tersebut, energi misterius yang sedari tadi dirasakannya menjadi semakin kuat.     

Saat Angele berdiri di depan pintu, pola-pola emas pada pintu itu mulai bergerak-gerak.     

Rune emas dan benang-benang bergerak-gerak dan mengalir, sebelum akhirnya berkumpul menjadi satu di tengah pintu.     

Angele menatap cairan emas itu, mengangkat tangan kanannya, dan menyentuh permukaan cairan itu dengan jari telunjuknya.     

Duar!     

Cairan emas itu berubah menjadi bola api kecil dan meledak, sehingga mencipratkan bara api kemana-mana.     

**     

Markas Tangan Elemental.     

Di dalam aula besar berdinding putih.     

Lantai ruangan itu sangat halus seperti kaca, dengan dihiasi lampu kristal yang sangat elegan dan mewah. Sebuah meja batu besar berbentuk seperti telur berdiri di tengah aula itu.     

Lima orang penyihir duduk di sekitar meja itu.     

Rambut pirang gelap Vivian tergerai di atas bahunya. Jubah merahnya benar-benar membuatnya terlihat cantik. Ia sedang duduk di sisi kanan meja sambil bertopang dagu.     

"Kali ini, kita berhasil bertahan hidup, tapi organisasi kita semakin lemah. Semua orang tahu itu." Seorang pria tua berjenggot dan berambut putih membaca catatan pidato. "Kita harus mengikuti 3 perintah yang dikeluarkan oleh pusat, dan menyelesaikan 5 tujuan selanjutnya di masa depan. Selain itu, kita harus memastikan bahwa organisasi ini masih menarik di mata anggota baru, dan…"     

Pidato itu sangat membosankan. Seorang pria paruh baya yang merupakan salah satu anggota pertemuan itu menguap karena tidak tahan.     

Pria tua pembaca pidato itu berdeham dan menatap si pria paruh baya. "Diam! Pertemuan masih berlangsung!"     

"Iya, iya…" Pria paruh baya itu mengangguk.     

"Ayolah, Rocky. Dasar kau…" Vivian tertawa, namun ekspresinya berubah sebelum ia selesai bicara.     

"Maaf, Tetua Agung. Sesuatu yang buruk telah terjadi pada laboratorium-ku, jadi aku harus pergi sekarang." Vivian segera berdiri dan mendorong kursi. Kesedihan terdengar dari suaranya.     

"Seburuk apa?" tanya pria itu dengan suara berat.     

"Sangat buruk."     

"Baiklah, kau boleh pergi sekarang."     

"Terima kasih banyak." Vivian mengangguk dan berbalik. Tubuhnya berubah menjadi bola api besar dan menghilang.     

**     

Dengan sedikit takut, Angele menatap bola api emas yang membara di depannya.     

Bola api itu muncul setelah bola api pertama meledak. Saat ini, bola itu sedang terbang di udara.     

Saat ia mencoba membuka pintu dengan signet ilusi-nya, rune-rune aneh masuk ke dalam otaknya melalui gelombang mental-nya. Ia tidak menyangka bahwa bola api emas berbahaya ini menjaga pintu itu.     

'Benda apa ini…?' Angele sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan dengan menyentuh cairan itu. Seharusnya, ia lebih berhati-hati.     

"Ha…"     

Terdengar suara tawa dari dalam api itu.     

Angele segera mundur beberapa langkah.     

Tiba-tiba, api itu melesat cepat ke arahnya seraya membawa gelombang-gelombang energi yang sangat panas.     

Seharusnya, ia telah memiliki ketahanan api yang tinggi, namun kulitnya mulai terbakar.     

Wush!     

Bola api itu terus mengecil.     

"Pergilah sekarang juga! Bola itu akan meledak!" Vivian muncul di depan Angele. "Sudah kubilang, jangan masuk ke lorong ini! Mengapa kau tidak menurut!" teriak Vivian dengan marah.     

"Pergi! Kau terlalu lemah untuk melawan makhluk ini!"     

Angele tidak menyangka bahwa Vivian akan kembali untuk menyelamatkannya.     

"Aku…" Angele ingin menjelaskan, namun penjelasan itu akan membuat rahasianya bocor. Ia mengerti bahwa bola api itu sangat berbahaya, dan bola itu akan meledak. Namun, ia berpikir bahwa bola itu tidak akan menyakitinya. Signet ilusi di tangan kanannya terus menjawab panggilan bola api emas itu. Ia ingin menyentuh api itu dengan tangan kirinya.     

"Pergilah!" teriak Vivian seraya mengangkat tangannya untuk menciptakan sebuah rantai api.     

Setelah ia keluar, terdengar suara ledakan dari belakang. Api merah dan api emas saling bertabrakan, dengan diiringi oleh gema suara tawa aneh dari bola api emas itu.     

Angele terlempar karena terkena ledakan itu. Ia berguling-guling di lantai sebelum akhirnya menabrak dinding batu di lorong.     

Terdengar suara dinding yang roboh. Seketika, penglihatannya menjadi buram karena banyaknya debu yang beterbangan.     

Angele melihat ruangan tempat World Stone dan tempat-tempat lainnya ditelan oleh debu yang sangat tebal.     

Ledakan itu pasti telah menghancurkan banyak ruangan.     

"Aku telah melakukan kesalahan fatal." Ia menggeleng, menghela nafas, dan bersandar di dinding.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.