Dunia Penyihir

Reruntuhan di Bawah Gunung Berapi (Bagian 1)



Reruntuhan di Bawah Gunung Berapi (Bagian 1)

'Dasar anak tidak tahu diuntung…' kata Henn dengan kesal setelah mendengar perkataan Angele. 'Baiklah, aku akan memindahkan informasi pola jiwa dan cara memodifikasi gelombang mental ke dalam pikiranmu.'     

Angele tanpa memedulikan amarah Henn. Ia berdiri di tengah terpaan angin kencang dan mengangkat tangan kanannya.     

Sebuah bola cahaya putih muncul di atas telapak tangannya. Bola tembus pandang itu berputar-putar, membawa serangga aneh di dalamnya.     

Serangga itu adalah seekor kalajengking dengan dua cakar, satu penyengat, dan punggung yang berduri hitam.     

Angele memicingkan matanya dan menatap bola transparan yang berputar-putar itu.     

'Apa ini?' tanya Angele.     

'Spike Scorpion, spesies serangga yang mudah ditemukan di alam liar, namun memiliki banyak bentuk. Sebagian jiwa anak Vivian terjebak di dalam hewan ini… Sebenarnya, itu bukan benar-benar serangga, namun hanya simbol.' Henn menjelaskan.     

'Dengan kata lain, serangga ini adalah penanda jiwa anak Vivian. Aku kehilangan tubuh fisikku, tapi aku mendapat kemampuan untuk memisahkan jiwa dari tubuh. Bagaimana menurutmu?' lanjutnya.     

Titik-titik biru bersinar di depan mata Angele. Ia menganalisa kalajengking itu untuk memastikan bahwa benda itu tidak berbahaya.     

'Sepertinya, aku bisa melakukannya sendiri. Biarkan aku mengendalikan serangga ini.'     

'Boleh.' Henn tertawa dan berhenti berbicara.     

Bola cahaya itu mendarat di telapak tangan Angele. Seketika, cahaya putih bola itu meredup dan menghilang.     

Angele menatap bola kaca itu dengan ragu, kemudian ia menyentuhnya dengan salah satu jari tangan kirinya.     

Shing!     

Bola kaca itu langsung terserap ke dalam jarinya.     

Angele menggeleng, karena kepalanya terasa pusing.     

Tiba-tiba, terdengar suara peringatan Zero.     

'Energi tak dikenal berusaha memasuki otak Anda. Hilangkan?'     

'Ya,' perintah Angele.     

Titik-titik biru bersinar di depan matanya, sehingga membuat kedua bola matanya terlihat seperti batu safir yang indah.     

'Proses penghancuran gagal. Tipe energi tidak diketahui. Coba melakukan interupsi dengan bantuan gelombang mental?' Setelah beberapa detik, Zero kembali melapor.     

'Ya, gunakan kekuatan gelombang mental.' Angele menutup matanya dan mengubah frekuensi kekuatan mental-nya agar Henn tidak bisa mengetahui apa yang sedang ia lakukan. Setelah mengubah gelombang mental, ia segera menganalisa sifat energi asing ini.     

'Tipe energi baru telah terdeteksi. Mohon beri nama. Saat ini, energi sedang dihalau dengan bantuan gelombang mental,' kata Zero.     

'Beri nama "Kekuatan Jiwa",' kata Angele. Ia tidak ingin memberi nama yang terlalu rumit.     

Terasa seperti ada yang bergerak-gerak di dalam otaknya.     

'Kekuatan jiwa telah dikonsumsi. Kekuatan mental bertambah menjadi 77,5 poin.'     

Setelah setengah jam, simulasi penggunaan kekuatan jiwa telah selesai. Cahaya keemasan kembali bersinar di dalam matanya.     

'Bagaimana? Aku tidak berbohong, kan?' kata Henn.     

'Aku hanya berhati-hati. Jangan tersinggung.' Angele tersenyum. 'Sekarang, apa yang harus kulakukan?'     

'Kau lihat gumpalan-gumpalan asap dari kawah itu? Sentuh asap itu dengan tanganmu.'     

Angele menatap asap tebal berwarna putih dari kawah itu. Ia mencium bau belerang. Setelah melangkah maju, ia akhirnya merasakan panasnya kawah itu.     

Angele mengangkat tangannya dan menyentuh gumpalan asap itu.     

'Apa kau merasakan sesuatu? Tariklah!'     

Ia menggerak-gerakkan tangannya, kemudian ia menemukan tongkat panjang berbentuk seperti pembuluh darah.     

Ia memegang tongkat itu erat-erat dan menariknya keluar, sehingga sebagian asap gumpalan itu tercerai-berai dan hilang tertiup angin.     

'Baiklah, kau hanya perlu berdiri dan menunggu. Sebentar lagi, akan ada yang datang menjemputmu. Tapi, kau mungkin akan terkena masalah. Sekarang, aku harus memutuskan koneksi agar tidak ada yang mengetahui keberadaanku. Kau adalah anak yang pintar, jadi kau pasti tahu apa yang harus kau lakukan. Jangan menjawab pertanyaan yang tidak perlu. Kau hanya perlu menjawab pertanyaan untuk membuktikan identitasmu. Tapi, kau masih bisa mengatakan bahwa kau berasal dari perbatasan barat dan kau dulu adalah manusia biasa, karena kau sudah punya pola jiwa yang tepat. Jangan lupa membaca informasi tentang anak Vivian yang kuberikan padamu. Semoga beruntung.' Henn segera memutuskan koneksinya.     

Informasi pemberian Henn cukup rumit, sehingga ia memutuskan untuk menyimpannya dalam penyimpanan Zero terlebih dahulu.     

Ekspresinya berubah kecut. Ia menunggu tanpa mengetahui apa yang akan terjadi.     

Tiba-tiba, pilar batu naik dari bawah tanah tepat di belakangnya. Pilar batu itu nyaris tidak menghasilkan suara.     

Pilar itu memiliki tinggi sekitar dua meter.     

Krak!     

Pilar itu terbelah dan memunculkan kegelapan di dalamnya.     

Seketika, seorang wanita muda berjubah panjang berwarna putih berjalan keluar dari pilar yang retak itu. Wajahnya sangat cantik dan bersih. Rambut pirangnya yang halus dan berkilau tergerai di bahunya.     

Mendengar suara tapak kaki wanita itu, Angele segera berbalik. Ia merasakan tatapan dingin wanita itu.     

"Siapa kau, dan untuk apa kau kemari?" tanya wanita itu dengan suara yang dingin dan nyaring.     

"Aku adalah murid kesembilan Master Henn. Master memintaku untuk kemari." Angele membungkuk hormat pada wanita itu. Jubah wanita itu benar-benar putih bersih; tidak terlihat adanya pola-pola atau dekorasi.     

'Henn…? Master Henn…?' Wanita itu mengernyitkan alisnya dan menatap Angele. "Siapa namamu?"     

"Namaku Angele Rio. Panggil saja Angele," jawab Angele seraya menunduk dan melihat kaki wanita itu.     

Wanita itu mengenakan sepatu bot berwarna putih. Entah mengapa, sepatu itu tidak menimbulkan suara saat ia berjalan di atas salju.     

"Ikut aku." Wanita itu berbalik dan menghilang dalam gelapnya retakan pilar itu.     

Tanpa membuang waktu, Angele pun ikut masuk. Lorong kecil dalam pilar itu bisa memuat dua orang dewasa. Di dalam lorong itu, tidak ada apa-apa selain kegelapan dan kesunyian.     

Perlahan-lahan, pilar batu itu tenggelam dalam tanah dan menghilang.     

**     

Angele merasa seperti sedang berdiri di atas elevator. Setelah benar-benar masuk, ternyata tempat itu jauh lebih lebar ketimbang perkiraannya.     

Wanita itu berdiri di di samping dinding. Jarak mereka sekitar satu meter.     

Pilar batu itu turun dengan cepat, diselingi oleh getaran-getaran.     

Menaiki elevator itu membuatnya merasa seakan gaya gravitasi telah menghilang.     

"Namaku Vivian Fenrir. Jika kau adalah murid Henn, kau bisa memanggil namaku. Tapi, aku harus mengujimu dulu. Jika kau bohong, kau akan tahu apa yang terjadi." Vivian menatap Angele.     

"Aku tidak bohong." Angele menjentikkan jarinya, memunculkan sebuah bola api ungu di ujung jari telunjuk tangan kanannya. Setelah ia menggerakkan jari itu, api oranye muncul tepat di atas api ungu itu.     

"Ini adalah aplikasi dasar teknik penumpukan api yang diajarkan Master Henn." kata Angele, tepat setelah bola api itu menghilang.     

"Dasarmu kuat juga. Berapa lama kau berlatih? Sepuluh tahun?" Ekspresi Vivian menjadi sedikit lebih santai.     

"11 tahun. Aku benar-benar bekerja keras untuk ini." Angele tidak tahu bagaimana ia harus melanjutkan pembicaraan ini. Ia baru saja mempelajari teknik penumpukan api itu karena Henn menyuruhnya. Dengan bantuan chip-nya, ia berhasil mempelajari teknik itu dalam beberapa hari. Jika Henn melihatnya melakukan ini, wanita tua itu pasti akan sangat terkejut.     

Kecepatan pilar batu itu melambat. Vivian terus menanyakan berbagai macam pertanyaan, namun wanita itu menjadi lebih tenang setelah melihat Angele melakukan teknik penumpukan api itu.     

Henn telah memberinya semua informasi yang ia butuhkan, sehingga ia dapat menjawab semua pertanyaan itu dengan mudah.     

Sekarang, Vivian tidak lagi berbicara dengannya seperti orang asing.     

"Maaf, tapi entah kenapa aku merasa bahwa ini bukan pertama kalinya kita bertemu… Kau mengingatkanku pada sosok yang tidak asing,,," Angele mengucapkan kalimat yang telah disiapkannya sedari tadi.     

"Ha?" tanya Vivian dengan ragu.     

Krak!     

Akhirnya, pilar batu itu mendarat. Ternyata, retakan dari pilar tadi adalah pintu. Sekarang, pintu pilar itu mengarah pada lorong panjang.     

Bau telur busuk khas belerang tercium jauh lebih tajam ketimbang saat ia berada di luar.     

Sambil mengernyitkan dahi dan alisnya, Angele berjalan mengikuti Vivian keluar dari pilar batu itu.     

"Sejujurnya, aku juga merasakan hal yang sama." Vivian mengangguk. "Ini adalah tempat di mana Master Henn mengajariku segalanya, tapi sekarang… hanya aku yang tersisa." Raut wajah wanita itu terlihat sedikit sedih.     

"Aku belajar banyak dari Master Henn, tapi aku juga kehilangan banyak hal dalam perjalanan panjang itu. Mungkin, hal yang sama akan terjadi padamu juga…"     

Sepertinya, rencananya berhasil.     

Angele tidak menjawab. Ia merasakan gelombang mental yang mengerikan dari Vivian. Walaupun gelombang mental itu tidak terlalu kuat, entah mengapa gelombang itu membuatnya merinding. Ia yakin bahwa jika Vivian ingin membunuhnya, ia tidak akan bisa melawan. Perasaan ini sama persis dengan ketakutannya saat kapalnya diserang oleh petinggi roh badai.     

Semakin mereka berjalan masuk, suhu lorong terasa semakin panas. Udara bersih di tempat itu semakin menipis. Asap-asap aneh berwarna kuning beterbangan di bagian lorong itu.     

"Inilah tempatnya." Vivian berbalik ke kiri dan masuk ke gerbang batu berwarna hitam.     

Wajah Angele telah memerah, sementara Zero terus mengirimkan pesan peringatan bahwa temperatur udara telah mencapai 50 derajat Celsius. Udara benar-benar dipenuhi belerang, sehingga ia tidak dapat bernafas dan nyaris pingsan.     

Namun, setelah memasuki gerbang batu itu, ia merasa lega. Udara di ruangan itu sejuk dan bersih.     

Ia menarik nafas panjang. Sekarang, ia merasa jauh lebih baik. Perbedaan suhu dan udara ruangan ini dibandingkan dengan lorong membuatnya merasa seperti telah memasuki dunia lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.