Dunia Penyihir

Perjalanan (Bagian 2)



Perjalanan (Bagian 2)

0Melihat kejadian itu, kelima penyihir terbelalak kaget.     

Angele tersenyum kecut. Ia mencoba mencari benang hijau itu, namun ia tidak menemukan jejak sedikit pun.     

"Ada apa ini?" tanya Angele.     

Stigma memicingkan matanya dan menggeleng. "Kita harus mencari jalan lain. Aku tidak tahu ada apa dengan tebing itu. Di dekat tebing, ada kota bernama Kota Kabut Putih, kita bisa mencari tahu situasi saat ini dari orang-orang yang tinggal di sana."     

Angele tidak terlalu mengenal daerah tersebut, sehingga ia memutuskan untuk mengikuti saran Stigma. Kelima penyihir itu pun segera berjalan ke timur.     

Untungnya, mereka membawa cukup air dan makanan, sehingga mereka dapat bertahan hidup di dataran ini selama sekitar dua bulan.     

Perjalanan menuju Kota Kabut Putih sangatlah berbahaya. Pada awalnya, perjalanan mereka berlangsung dengan damai, namun mereka dikejar oleh sekelompok hewan-hewan aneh selama sepuluh hari berikutnya. Hewan-hewan itu memiliki wujud seperti macan tutul mutan dengan api yang membakar ujung ekornya. Macan-macan mutan itu memiliki bulu yang keras, kecepatan yang tinggi, dan mampu menyerang dengan serangan elemen Api.     

Melihat adanya kesempatan, Angele pun mencoba kekuatan barunya. Ternyata, bulu macan-macan itu dapat menangkis serangan dari orang dengan poin kekuatan di bawah 7. Satu-satunya cara untuk menembus bulu mereka adalah menggunakan senjata-senjata yang sangat tajam.     

Setelah menyadari bahwa serangan fisiknya tidak mempan, Reyline segera menggunakan sihir. Sayangnya, macan-macan itu sangat sensitif terhadap pergerakan energi, sehingga mereka bisa menghindar dengan mudah. Satu-satunya cara untuk menyerang mereka adalah sihir instan, namun hanya sihir instan milik Angele yang mampu melukai mereka.     

Hikari nyaris saja terluka parah terkena serangan makhluk-makhluk itu. Morissa adalah tabib yang hebat, namun ia tidak bisa bertarung, sementara ramuan-ramuan pemanggil roh milik Hikari membutuhkan terlalu banyak persiapan.     

Stigma dan Reyline menggunakan kemampuan bertarung jarak dekat mereka untuk menangkis dan melindungi diri dari serangan macan-macan itu, sementara Angele membunuh makhluk-makhluk tersebut. Dengan bantuan kekuatan scimitar-nya, kekuatannya telah mencapai 15 poin, sehingga mampu membunuh makhluk-makhluk itu dengan mudah.     

Setelah beberapa pertarungan, Angele telah membunuh lebih dari 10 macan, sehingga ia mendapatkan lebih banyak esensi kehidupan.     

Kekuatannya meningkat menjadi 17 poin, kekuatan mentalnya menjadi 57,4 poin, dan daya tahannya menjadi 20 poin.     

17 poin kekuatan cukup untuk bertahan dan membunuh musuh. Saat serangannya meleset, kekuatan ayunan pedangnya mampu meretakkan tanah.     

Daya tahannya yang semakin kuat membuat ketahanan tubuh dan kecepatan penyembuhannya semakin tinggi pula. Ia pernah digigit oleh dua macan tutul mutan, namun luka gigitan itu sembuh dengan cepat. Bahkan, tulangnya tidak terluka sama sekali.     

Medan pelindung logam-nya menjadi lebih kuat, sehingga ia mampu mengendalikan lebih banyak benda-benda logam.     

Setelah melakukan pemeriksaan, ia menyimpulkan bahwa kekuatan medan pelindung logam-nya akan menjadi lebih kuat dan lebih mudah dikendalikan jika kekuatan dan daya tahan-nya bertambah, sementara kekuatan mental dan mana-nya hanya akan meningkatkan ketepatan pembuatan benda-benda logam dengan sihirnya.     

Kekuatan Angele benar-benar meningkat tajam. Sayangnya, scimitar terkutuk-nya telah mencapai batas, sehingga kekuatan dari aura hijau itu tidak dapat ditingkatkan lagi. Walaupun ia masih bisa menyerap esensi kehidupan makhluk hidup, peningkatan kekuatan mentalnya kembali melambat.     

Dalam 15 hari, akhirnya kelima penyihir sampai ke Kota Kabut Putih.     

**     

Di tepi daerah Tebing Neraka, terdapat sebuah hutan kecil yang penuh dengan pepohonan berwarna kuning. Di antara pepohonan itu, tumbuh semak-semak belukar berwarna kelabu.     

Setelah mengikuti Stigma menyeberangi hutan, kelima penyihir akhirnya sampai ke kota itu.     

Kota Kabut Putih berada di antara hutan kuning. Sesuai namanya, kota dengan sekitar 100 rumah itu diselimuti oleh kabut putih tipis, sehingga jarak pandang kelima penyihir menjadi sangat minim.     

Sebagian besar rumah di sana memiliki dinding kelabu dan atap merah, yang telah pudar dan terkikis karena terpaan panas dan hujan.     

Sisa-sisa goresan hitam dan retakan memenuhi setiap dinding, seakan-akan ada yang membakar rumah-rumah itu.     

Pasir putih bercampur lumpur hitam dan lumut-lumut hijau tampak di atas tanah.     

Hari semakin gelap.     

Langit tertutup gumpalan awan kelabu, yang menunjukkan bahwa sebentar lagi hujan akan turun.     

Gerbang hitam yang telah berkarat terlihat di sekeliling kota. Masing-masing pagar dihubungkan dengan tiang pancang besar berwarna abu-abu. Dari kejauhan, pagar itu terlihat seperti benang hitam panjang dengan titik-titik berwarna kelabu.     

Gerbang putih berlekuk berdiri di depan sebagai pintu masuk kota.     

Kota itu benar-benar kosong. Tidak ada yang hidup di sana, sehingga suasananya benar-benar sunyi senyap.     

Kelima penyihir masuk melalui gerbang putih itu. Suara tapak kaki mereka di atas pasir putih itu terdengar lembut.     

Stigma berjalan memimpin kelima penyihir.     

"Sepertinya, tempat ini telah lama ditinggalkan." Ia melihat sekelilingnya.     

Saat mengintip salah satu jendela kayu yang hancur, ia hanya melihat kegelapan di dalam.     

"Hari sudah malam, bagaimana kalau kita menginap di sini saja?" Hikari mengusulkan. "Aku mau mandi. Partikel energi Air membuat kulitku kering."     

"Baiklah. Kalau begitu, mari kita cari rumah terbesar di sini. Kau mungkin bisa mendapatkan tempat mandi yang nyaman." Reyline mengernyitkan alisnya. "Aku juga mau mandi dengan air yang asli."     

Angele dan Stigma menyadari bahwa Reyline adalah seorang introvert.     

Reyline hanya akan berbicara jika perlu. Jika tidak, ia lebih memilih untuk diam. Ia tidak akan meminta tolong walau ia sedang berada dalam masalah. Inilah alasan mengapa orang-orang menganggap Reyline sebagai orang yang pemarah.     

Biasanya, pembicaraan dengan Reyline akan berakhir dengan canggung karena ia tidak suka banyak bicara, sehingga beberapa orang mengira bahwa ia sedang marah. Mereka menyebarkan gosip bahwa Reyline adalah penyihir aneh yang mudah marah.     

Sementara itu, Morissa tidak terlalu banyak bicara karena ia adalah penyihir terlemah, sehingga ia harus bergantung pada perlindungan penyihir-penyihir lainnya. Walaupun ia ingin ikut berdiskusi, ia mengerti bahwa lebih baik ia diam saja dan membiarkan para penyihir lain mengambil keputusan.     

Stigma, Hikari, dan Angele adalah tiga anggota yang banyak bicara.     

Mereka cepat-cepat berjalan menuju bangunan tertinggi di kota.     

Bangunan itu adalah bangunan dengan tiga lantai yang mirip dengan gereja. Dua tangga batu berdiri di pintu masuk itu, sehingga mereka bisa masuk dari sisi kanan maupun sisi kiri.     

Bangunan itu dilindungi pagar berkarat yang sudah rusak.     

Kriet...     

Hikari membuka pintu itu.     

Brak!     

Pintu kayu bangunan itu roboh dan terjatuh ke lantai, sehingga debu di lantai itu terbang ke mana-mana.     

Angele menutup hidungnya dan terbatuk-batuk.     

"Ayo kita bersihkan tempat ini dulu ." Angele menggeleng.     

Mereka segera memeriksa struktur bangunan itu.     

Angele berdiri di ruang tamu bersama Stigma untuk melihat keadaan di sekitar mereka.     

"Aku harus bersiap-siap dan mencoba menghubungi keluargaku," bisik Stigma. "Kita sudah cukup dekat dengan sisi seberang jurang. Mungkin rune komunikasi-ku bisa mencapai menara komunikasi."     

"Kau akan kembali ke keluargamu?" tanya Angele.     

"Aku harus mengunjungi mereka." Stigma mengangguk. "Adikku, ibuku, sahabatku... Aku yakin bahwa mereka sedang menungguku..."     

"Ah!"     

Suara teriakan Morissa bergema di seluruh bangunan.     

"Ada apa?!" Ekspresi mereka berubah. Mereka segera berlari ke arah teriakan Morissa. Wanita itu berlari keluar dengan wajah pucat.     

Matanya terbelalak, dan tubuhnya gemetar. Ia segera melompat ke arah kedua penyihir pria, persis seperti kelinci yang dikejar serigala.     

"Ada apa? Ada apa, Morissa?" Angele menepuk pundak wanita itu.     

Tak! Tak! Tak!     

Mendengar teriakan Morissa, Hikari segera berlari menuruni tangga lantai dua.     

"Ada apa, Morissa? Apa kau baik-baik saja? Apa yang kau temukan?"     

Reyline berjalan masuk ke dalam bangunan dengan ekspresi kebingungan.     

Morissa menunjuk ke arah kamar yang ia masuki. Suaranya bergetar karena ketakutan."     

"Di sana! Tepat di kamar itu! Ada wanita dengan leher yang tertusuk banyak jarum logam tebal! Banyak darah muncrat kemana-mana!"     

"Tidak mungkin, aku tidak..." Ekspresi wajah Angele berubah terkejut. "Mari kita periksa kamar ini. Berhati-hatilah!"     

Mereka segera memasuki kamar itu.     

Kamar itu tidak terlalu besar. Di atas kasur, terdapat selimut kuning yang telah disingkirkan, sehingga terlihat tanda-tanda hitam yang mengotori seprai putih kasur itu.     

Hikari berjalan mendekati kasur dan memeriksa tanda-tanda hitam itu.     

"Ini adalah darah." Wanita itu mengangguk.     

"Makhluk halus, ya?" Reyline menatap Stigma dan Angele.     

"Bagaimana menurutmu?" tanya Stigma. Ia tidak tahu harus berbuat apa.     

Angele mengerucutkan bibirnya. "Aku punya lingkaran sihir yang berguna untuk melawan hantu. Setelah aku memeriksa sistem rune-nya, aku setidaknya bisa memastikan apa tempat ini benar-benar berhantu. Aku akan mencobanya, tapi aku butuh bantuan."     

"Akan kubantu." Hikari berjalan mendekati Angele. "Melawan hantu bukanlah hal yang mudah, jadi kita harus segera memeriksa keadaan sekitar. Aku pernah menghadapi situasi seperti ini di Dataran Tinggi Merah, jadi aku punya pengalaman bertarung dengan makhluk halus."     

"Ha?" Angele menatap Hikari dengan penuh rasa ingin tahu. Inilah kali pertama ia bertemu dengan penyihir lain yang berhasil bertahan hidup melawan kutukan hantu.     

Hantu-hantu di dunia ini sangat kuat, kutukan mereka mampu membunuh penyihir tanpa kekuatan khusus. Hanya mereka yang berjiwa kuat atau yang memiliki kekuatan khusus yang akan mampu bertahan hidup.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.